Mohon tunggu...
Didi Suprijadi ( Ayah Didi)
Didi Suprijadi ( Ayah Didi) Mohon Tunggu... Guru - Pendidik, pembimbing dan pengajar

Penggiat sosial kemasyarakatan,, pendidik selama 40 tahun . Hoby tentang lingkungan hidup sekaligus penggiat program kampung iklim. Pengurus serikat pekerja guru.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Tulisan Shubuh,ke 6.Pohon Keramat

17 Januari 2024   09:25 Diperbarui: 4 Mei 2024   05:44 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berkunjung ke Masjid Jami Assalafiyah

Bagian 1

Pohon Keramat

Part 6

Karena jarak antara KTH 5 dengan Masjid Jami Assalafiyah kurang dari 50 meteran, kakek tua datang  lebih dulu nyampe Masjid dibandingkan dengan temen temen ustadz Sahrul yang berempat itu.

Sebelum menuju tempat padasan, terlihat kakek tua pergi menuju ke Utara terlebih dulu dari tempat padasan untuk menuju tempat buang air  kecil. Setelah mengambil air wudhu terdengar Lamat Lamat Muadzin menyuarakan iqomat tanda sholat Ashar segera di mulai.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), padasan artinya tempayan yang diberi lubang pancuran untuk keluarnya air, biasanya juga digunakan untuk berwudhu. Di masa lalu, padasan difungsikan untuk membersihkan diri, seperti mencuci tangan, kaki, dan membasuh muka. Setiap kita pulang dari makam, takziah dan dari kegiatan di luar rumah

Padasan istilah lain tempat untuk mengambil air wudhu. Biasanya terbuat dari tembikar gentong besar dibawahnya terdapat kran sebagai saluran air. Tutup kran terbuat dari potongan kayu atau potongan karet sendal jepit.

Setiap saat gentong besar itu diisi ulang air nya bila air didalam gentong berkurang habis terpakai. Padasan selalu ada di Surau atau Langgar atau Musholla zaman itu , manakala belum ada pompa listrik sebagai penyedot air tanah.

Asal usul nama Padasan sendiri menurut cerita, berasal dari kata Hadas, ditambah awalan Pa dan akhiran an maka terbenruk kata Padasan, artinya tempat membersihkan hadas, maka disebut Padasan. Dalam pandangan muslim ada dua jenis Hadas, Hadas besar dan Hadas kecil,Hadas besar adalah hadas yang harus disucikan dengan cara mandi wajib  sedangkan hadas kecil adalah hadas yang dapat disucikan dengan cara berwudu atau tayamum saja.

Nah Padasan ini adalah tempat untuk membersihkan hadas kecil untuk diniatkan berwudhu.

Menurut cerita, sebelum ada pompa penyedot air bertenaga listrik Masjid Jami Assalafiyah tempat wudhu nya juga memasang beberapa gentong berisi air untuk berwudhu dengan apa yang disebut Padasan.

Setelah berdoa dan sedikit dzikir, kakek tua yang sholat Ashar nya  kebagian shaf belakang, maklum saat sholat Ashar jamaah tidak terlalu banyak, ditegur salah satu jemaah.

"Assalamualaikum pak Haji, apa Khabar?" Seorang paruh baya mendekat menegur memberi salam sambil menyodorkan tangannya untuk bersalaman cium tangan dengan Kakek tua.
"Walaikum salam"  sang Kakek menjawab salam singkat, menoleh ke kiri menuju sumber suara, sambil menyodorkan tangannya untuk bersalaman. "Eh Utat" tambah Kakek tua menyebut nama orang itu.

Utat sendiri  bukan nama sebenarnya, hanya nama panggilan. Di daerah itu tepatnya RW 03 Jatinegara kaum Pulogadung  dimana kompleks makam Pangeran Jayakarta itu berada, warganya sering memanggil nama nama panggilan kepada seseorang tidak sesuai dengan nama aslinya. Mungkin istilah orang sekarang  nama gaul, nama populer.

Utat sendiri nama dalam KTP nya tertulis Raden Mulyadi tetapi dipanggil dengan nama Utat, kenapa Raden Mulyadi dipanggil Utat , hingga saat ini belum ada orang yang memberikan alasan.

Setelah ngobrol sejenak Kakek tua dan Utat rupanya sepakat untuk melanjutkan ngobrol nya tidak di Masjid , melainkan di KTH 5 bersama temen temen nya ustadz Sahrul.

" Tat, yuk kita ngobrol di KTH 5, bareng temen temen mu, mereka masih nunggu di sana kok " ajak Kakek tua, sambil menarik lengan tangan kanan Utat yang kering serta keriput itu.

Keduanya melangkah keluar gerbang Masjid pintu Selatan yang langsung Menuju KTH 5,dimana temen temen ustadz Sahrul, Bule,Usuf, Kodil dan Ewin masih bercokol menunggu.

Kedatangan Utat di KTH 5 disambut meriah dengan suka cita, terlihat dalam raut wajahnya rasa kangen diantara mereka. Rupanya Utat merupakan bagian kelompok temen temen Ustadz Sahrul yang berkegiatan lingkungan,hanya saja akhir akhir ini Utat kurang aktif berkegiatan lingkungan,menghilang entah kemana.

Setelah di persilahkan duduk oleh Usuf, Utat mengambil posisi duduk di pojok sebelah kiri diatas bangku kayu persis di sebelah Usuf." Sinilah loe ,duduk sebelah gue" teriak Usuf menghardik Utat sambil melotot.

Keduanya, antara Usuf dan Utat orang yang paling dekat persahabatan nya, bila kedua nya berjauhan rasa kangen keduanya muncul,tetapi bila keduanya berdekatan duduk satu majlis maka akan rame saling debat saling ejek.

"Pohon pohon besar yang dianggap keramat dan angker bukan hanya ada di kompleks makam Pangeran Jayakarta saja"  cetus Usuf memulai obrolan nya, setelah obrolan jeda sholat Ashar. " Ada di kebon buruk, ada di Lamping ada di Sangiang" tambah Usuf, sambil menyebutkan nama nama tempat pohon yang dianggap keramat di sekitar daerah RW 03 Jatinegara kaum.

" Bukan pohonnya yang angker, lalu dikeramatkan" sela Utat, memotong pembicaraan Usuf. Menurut Utat " masyarakat lah yang menjadikan pohon itu keramat atau tidak, pohon sih biasa biasa saja"  Utat menjelaskan.

Utat termasuk orang yang  sedikit kurang mempercayai tahayul, termasuk mengkeramatkan benda benda. Tidak banyak warga masyarakat RW 03  yang berpendirian seperti Utat, orang yang kurang mempercayai tahayul termasuk mengkeramatkan pohon.

Secara administrasi kewilayahan, warga keturunan Pangeran Jayakarta lebih dominan tinggal di RW 03 kelurahan Jatinegara kaum Kecamatan Pulogadung jakarta timur.  Di wilayah ini ada beberapa situs sejarah yang masih terjaga. Situs Makam Pangeran Jayakarta, Sanghyang,Lamping,Kebon buruk, Situs makam Pangeran Surya, Situs makam Pangeran Sageri dan lain lain. Warga keturunan Pangeran Jayakarta lah yang hingga saat ini menjaga situs situs bersejarah itu.

Obrolan cerita pohon keramat terhenti,setelah Mang Alo menyodorkan beberapa gelas kopi panas yang disertai makanan cemilan berupa singkong goreng. " Hayo ngopi dulu mumpung hanet" seru Mang Alo , " Nih singkong hasil panen tadi pagi,coba saya goreng" tambah Mang Alo sambil menjelaskan gorengan singkong yang disajikan.

Sesuai anjuran Pemerintah saat itu untuk memanfaatkan lahan kosong agar dipergunakan untuk keperluan masyarakat. Ustadz Sahrul bersama temen temen nya memanfaatkan lahan kosong milik DKI itu untuk berkegiatan lingkungan dengan menanam berbagai sayuran termasuk tanam singkong, itulah yang disebut tempat KTH 5.

KTH 5 disamping sebagai tempat budidaya tanaman holtikultura, juga sebagai tempat ngobrol dan diskusi para penggiat lingkungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun