"Mbakyu-Mbakyu.., kalian pada nyadar gak, warung-warung kita hari-hari ini semakin sepi di datangi para pelanggan. Terutama pelanggan yang orang-orang sini sendiri. Kalau supir truk satu-dua sih masih ada!" Â Ujar Yuk Erna sembari memandangi kaca rias mininya.
"Huum. Warungku kemarin malah yang paling kembang kempis Yuk. Enak punyae sampeyan. Ada si bahenol Nilna ini, yang masih suka di apelin bocah-bocah bolos sekolah!" Gerutu  Mbak Warsih yang warungnya berdampingan pas dengan warung Yuk Erna. Nilna yang paling pemalu di antara mereka. Tiba-tiba pagi itu berani berceletuk. Seraya berkata, "bukan gitu Mbak. Aku dengar gosip, kalau sekarang itu ada laskar agama di sekitar kawasan sini yang tak segan gebuki anak-anak yang suka main ke warung remang-remang kita ini. Aku malah lebih takut ke mereka itu kok Mbah Sih, daripada Satpol PP."
Semua terdiam. Kaget. Nilna yang sedari tadi diam memerhatian, tak banyak berbicara sontak tertarik mendengar ucapan bos-nya itu.
"Walah Sih...Sih, Â kamu aja yang servisnya tak seperti dahulu lagi kali, hahaha!" celetuk Yuk Erna tanpa sungkan pada para junior-juniornya.
"Mana ada itu Yuk...., siapapun, pelanggan lama atau yang baru datang ke warungku pun langsung aku servis ala jaran kepang kok!" Ketus Mbah Warsih tak terima. Ia berujar sambil tangannya sibuk melukis wajahnya dengan bedak tabur cap sachet.
"Sih, aku tahu ada dukun penglaris dan pemikat yang terkenal manjur di daerah sini. Mau kamu pakai gituan?" Tawar Yuk Erna.
"Weleh-weleh, amit-amit Yuk. Aku takut kalau main-main ilmu hitam gitu. Takut dedemitnya minta tumbal ini itu. Aku punya anak Yuk. Tak apalah, tak kaya-kaya. Asal aku dan anak-anakku sehat wal afiyat Yuk......,!" Keluh Mbak Warsih lalu ia mengajak semua peserta forum bergosip itu balik ke warungnya masing-masing.
***
Awan bergulung-gulung menutup langit malam. Menjadi perisai kerlap-kerlip gemintang yang melukis angkasa hitam. Langit yang gersang tanpa bintang itu itu bagai tahu isi hati Nilna yang tengah masam memburam. Kabar ada dukun kondang yang terbukti manjur itu, memantik hasrat lama di dalam diri Nilna.Â
Hanya ia diantara para penjajah kopi di tempat itu yang tertarik untuk mengulik dimana dan siapa dukun yang di celetukkan Yuk Erna itu. Gadis itu memang hampir putus asa dengan nasib nya kini. Ia yang pernah jadi sosialita metropolitan, tiba-tiba kini harus menjadi buruh cuci gelas di warung kopi rendahan yang reyot pula.
Berhari-hari ia menelusuri siapa dukun itu secara diam-diam. Ia tak berani bertanya langsung pada Yuk Erna. Yang ia lakukan lebih banyak mencari info dukun itu pada pelanggan-pelanggan yang dekat dengannya. Terbersit dibenak Nilna. Barangkali dengan bantuan dukun itu, ia bisa merubah nasibnya kini. Kembali meraih kejayaan seperti saat ia masih menjadi primadona bekas kerajaan lamanya. Di lokalisasi yang sempat meraih predikat sebagai prostitusi di Asean itu.