KSATRIA SIMBOL PERLAWANAN DARI KAWASAN TIMUR NUSANTARA
Setiap peradaban yang tumbuh di sebuah bangsa pasti mempunyai tokoh-tokoh ksatria legendarisnya sendiri. Ksatria-ksatria itu terkadang mulai di elu-elukan oleh para penerusnya tatkala sang ksatria telah tiada. Setelah ia merelakan nyawanya di dalam peperangan dalam pendirian suatu peradaban atau seusai ia berjuang demi mempertahankan martabat  dan kemandirian bangsanya. Tokoh tersebut lantas biasanya, menjadi pahlawan bagi para penerus dan menginspirasi pergerakan demi pergerakan selanjutnya.
Misalkan, King Leonidas, sang pemimpin legendaris dari masa Yunani Kuno. King Leonidas adalah spirit bagi Negeri Sparta yang juga kemudian menjadi inspirasi dan pahlawan peradaban bangsa-bangsa barat. Jika King Leonidas tak meninggal secara heroik tatkala berperang melawan pasukan super power imperium Raja Persia, mungkin dia tak akan menjadi pahlawan dan ruh  perjuangan bangsa-bangsa Eropa.  Begitupun di dalam peradaban bangsa-bangsa Islam di timur tengah, mereka memiliki pahlawannya tersendiri, yakni Shalahuddin Al-Ayyubi.Karena ia adalah khalifah yang berhasil mengembalikkan Yerusalem ke pangkuan Islam dan menjadikan kota suci itu damai tanpa ada pembunuhan bagi kaum Nasrani dan Yahudi yang tinggal di sana.
Peradaban bangsa-bangsa di era Nusantara klasik juga banyak menyimpan kisah-kisah ksatrianya yang tak kalah heroik. Salah satu ksatria Nusantara yang sangat pemberani dan melegenda adalah Sultan Hasanuddin. Ia merupakan tokoh Nusantara klasik yang hidup di pertengahan abad ke-17 Masehi. Sultan Hasanuddin adalah sultan ke-3 di Kasultanan Makassar. Kasultanan yang merupakan persemakmuran kerajaaan-kerajaan kecil di kawasan ujung timur Kepulauan Nusantara.
Sultan Hasanuddin sebenarnya bukan merupakan pangeran mahkota Kasultanan Makassar. Namun ia menjadi sultan karena sebuah sistem pemilihan pemimpin negara Kasultanan Makassar yang saat itu sudah menggunakan permusyawaratan. Tokoh adat dan ulama' dapat memberi arahan tatkala memilih pengganti sultan yang akan menjabat. Bukan memilih pemimpin negara karena ia putra sulung raja atas nama hak waris. Sehingga terpilihnya Sultan Hasanuddin sebagai pemimpin tertinggi Kasultanan Makasar saat itu lebih didasari karena faktor kepribandian dan pengalaman dalam memimpin. Seperti  kedalaman ilmu, kebijaksanaan dalam bertindak, karena ketegasan serta keberaniannya.
Namun sesuai cerita rakyat yang berkembang, prestasinya sebagai duta negara atau dipomat Kasultanan Makassar-lah yang akhirnya membuat Sultan Hasanuddin ditunjuk dan mendapatkan amanah sebagai sultan. Keberhasilannya dalam menjadi komunikator yang menyatukan visi kerjaan-kerajaan kecil di dalam naungan Kasultanan Makassar, dianggap sangat berjasa untuk negara.
Di bawah kepemimpinan Sultan Hasanuddin, Kasultanan Makassar menjadi salah satu negara besar di Kepulauan Nusantara bahkan di dunia saat itu. Saat itu ibu kota Kasultanan Makassar adalah pusat interaksi perdagangan dan kebudayaan internasional. Semua pedagang  dari seluruh dunia mengenal Makassar sebagai  tempat tujuan membeli rempah-rempah.
 Sultan Hasanuddin juga membangun Kasultanan Makassar sebagai negara yang kuat dalam segala bidang seperti ketahanan militer dan kemandirian ekonomi. Ia membangun benteng-benteng pertahanan yang kokoh yang dilengkapi dengan meriam. Rakyat Kasultanan Makassar di masa Sultan Hasanuddin juga mengalami kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.Â
Sehingga penduduk Makassar terkenal mahir menciptakan kapal -kapal besar berjenis pinisi. Sultan Hasanudin memiliki kelebihan dalam berdiplomasi politik dan menjalin kerjasama internasional. Ia adalah penghubung persekutuan kerjasama seluruh sultan atau raja besar di Nusantara saat itu. Seperti kesultanan Mataram Islam, Kesultanan Banten dan Kesultanan Aceh.
Sultan Hasanuddin berhasil menggabungkan kekuatan seluruh kerajaan di wilayah timur Nusantara. Sehingga pelabuhan Makassar mengalami kemajuan pesat dan berhasil menjadi bandar transit utama jalur perdagangan rempah-rempah dunia. Selain itu, Sultan Hasanuddin juga menerapkan kebijakan jalur laut terbuka. Dimana semua kapal para pedagang dari seluruh Nusantara dan dunia, bebas untuk berdagang dan keluar masuk di wilayah lautnya. Namun kebijakan sultan hasanuddin tersebut mendapatkan kecaman keras dari VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). Kongsi dagang dari Belanda yang menjadi embrio imperialisme dan kolonialisme tersebut menginginkan hak monopoli jalur perdagangan rempah-rempah di Makassar.
VOC beberapa kali melakukan lobi dan intervensi kepada Sultan Hasanuddin, namun ia tidak pernah menghiraukan tawaran kompromi VOC tersebut. Bagi Sultan Hasanudin, yang terpenting adalah bagaimana tetap mempertahankan martabat dan kedaulatan bangsanya. Menjaga kemandirian ekonomi rakyatnya dari intervensi perusahaan asing. Berusaha agar kerajaan dan negara lain di Kepulauan Nusantara tidak menjadi negara jajahan meskipun nyawanya terancam.
Jalan perang akhirnya ditempuh VOC, setelah gagal menguasai jalur pergadangan rempah-rempah Makassar lewat lobi politik dengan Sultan Hasanuddin. Jiwa ksatria Sultan Hasanuddin mampu menggerakkan hati rakyat Makassar untuk ikut berperang melawan misi imperialisme dan penjajahan VOC. Strategi perang gerilya dan kapal-kapal meriam Sultan Hasanuddin sempat membuat mundur VOC.Â
Namun strategi VOC yang terkenal dengan politik adu dombanya, kemudian berhasil menggempur pertahanan Kasultanan Makassar. Kerajaan Bone, Ternate, Tidore dan Buton berhasil dipropaganda oleh VOC untuk ikut membantunya memerangi Kasultanan Makassar. Hal itu akhirnya melemahkan armada perang Kasultanan Makassar pimpinan Sultan Hasanudin.
Meskipun beberapa kali Sultan Hasanuddin berhasil meluluh lantahkan armada VOC dan membuat kapal-kapal perang mereka tenggelam di lautan Makassar. Namun bala bantuan tambahan pasukan VOC dari sekutunya semakin tak terbendung. VOC akhirnya berhasil mengalahkan pasukan Kasultanan Makassar dan menduduki istana Sultan Hasanuddin.Â
Mereka mengampuni bagi pejabat dan rakyat Makassar yang bersedia menjadi komparadornya. Namun Sultan Hasanuddin tetap mempertahankan idealismenya untuk berdikari. Tak ingin kepemimpinannya dalam sebuah negara hanya menjadi boneka VOC. Seperti yang terjadi di kerajaan dan kesultanan yang ada di pulau Jawa dan wilayah Nusantara lainnya pada masa VOC dan penjajahan Hindia Belanda.
Sultan Hasanuddin akhirnya diturunkan dari tahta kepemimpinannya di Kasultanan Makassar. Meskipun saat itu VOC menyatakan hanya berkuasa dalam hak perdagangan. Tidak berkeinginan mengambil legitimasi negara Kasultanan Makasar. Namun bagi Sultan Hasanuddin, VOC dan sekutunya tetaplah penjajah martabat dan kemandirian bangsanya.Â
Sultan Hasanuddin tercatat tidak pernah bersedia bekerjasama dengan penjajah VOC, hingga hembusan nafas terakhirnya. Sultan Hasanuddin pun meninggal dunia di usia muda yakni 38 tahun di masa pengasingan dalam peperangan panjangnya dalam usaha mempertahankan kedaulatan bangsa dan negerinya. Sepeninggal Sultan Hasanuddin, rakyat Kasultanan Makasar dan sekitarnya pun semakin terpantik dalam usaha-usaha melawan penjajah. Menjadikan Sultan Hasanuddin sebagai spirit dan ruh perjuangan mereka.
Kisah heroik Sultan Hasanuddin, tokoh Nusantara klasik yang sangat berjiwa ksatria itu tetap abadi di masyarakat hingga kini. Makamnya yang terletak di Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan masih diziarahi oleh ribuan manusia. Perjuangannya dalam mempertahankan Kesultanan Makassar agar tetap menjadi negeri yang berdikari tercatat di naskah Syair Perang Mengkasar.Â
Namanya pun dibadikan menjadi nama universitas dan beberapa tempat publik lainnya. Keberanian Sultan Hasanudin melawan imperialisme VOC, akhirnya menjadi inspirasi pergerakan kemerdekaan Republik Indonesia. Namanya harum dan melegenda layaknya Pangeran Diponegoro dan para ksatria-ksatria terakhir di era kerajaan-kasultanan Nusantara yang gugur dalam masa peperangan melawan penjajah dan tak sudi berkompromi dengan misi imperialisme bangsa asing.
Atas jasanya tersebut, Sultan Hasanuddin mendapatkan gelar Pahlawan Nasional Indonesia. Sultan Hasanuddin dimasa perjuangannya pasti tidak akan mengira bahwa dirinya akan mendapatkan semua penghargaan tersebut. Apalagi mengharapkan dan bercita-cita dirinya akan dipuja sebagai ksatria oleh peradaban manusia Indonesi saat ini.
Sultan Hasanudin adalah contoh nyata seorang ksatria di era Nusantara klasik untuk para calon "ksatria Indonesia" di masa kini dan masa depan. Menjadi ksatria negara bukan karena berkampanye politik dan berburu tahta belaka. Namun ksatria yang memberikan segalanya tanpa sadar semua darinya telah diberikan untuk memperjuangkan bangsa dan negaranya.
[*]
Kisah tokoh dan penulisan sejarah yang ada di artikel 'BELAJAR KEPADA LELUHUR NUSANTARA' mulai chapter 1 -10 ini ditulis berdasarkan hasil riset pustaka yang ada di buku-buku dan media lain yang dilakukan oleh Didin Emfahrudin. Kritik dan saran bisa ditaruh di kolom komentar atau dikirim melalui e-mail didin.emfahrudin@gmail.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H