Jalan perang akhirnya ditempuh VOC, setelah gagal menguasai jalur pergadangan rempah-rempah Makassar lewat lobi politik dengan Sultan Hasanuddin. Jiwa ksatria Sultan Hasanuddin mampu menggerakkan hati rakyat Makassar untuk ikut berperang melawan misi imperialisme dan penjajahan VOC. Strategi perang gerilya dan kapal-kapal meriam Sultan Hasanuddin sempat membuat mundur VOC.Â
Namun strategi VOC yang terkenal dengan politik adu dombanya, kemudian berhasil menggempur pertahanan Kasultanan Makassar. Kerajaan Bone, Ternate, Tidore dan Buton berhasil dipropaganda oleh VOC untuk ikut membantunya memerangi Kasultanan Makassar. Hal itu akhirnya melemahkan armada perang Kasultanan Makassar pimpinan Sultan Hasanudin.
Meskipun beberapa kali Sultan Hasanuddin berhasil meluluh lantahkan armada VOC dan membuat kapal-kapal perang mereka tenggelam di lautan Makassar. Namun bala bantuan tambahan pasukan VOC dari sekutunya semakin tak terbendung. VOC akhirnya berhasil mengalahkan pasukan Kasultanan Makassar dan menduduki istana Sultan Hasanuddin.Â
Mereka mengampuni bagi pejabat dan rakyat Makassar yang bersedia menjadi komparadornya. Namun Sultan Hasanuddin tetap mempertahankan idealismenya untuk berdikari. Tak ingin kepemimpinannya dalam sebuah negara hanya menjadi boneka VOC. Seperti yang terjadi di kerajaan dan kesultanan yang ada di pulau Jawa dan wilayah Nusantara lainnya pada masa VOC dan penjajahan Hindia Belanda.
Sultan Hasanuddin akhirnya diturunkan dari tahta kepemimpinannya di Kasultanan Makassar. Meskipun saat itu VOC menyatakan hanya berkuasa dalam hak perdagangan. Tidak berkeinginan mengambil legitimasi negara Kasultanan Makasar. Namun bagi Sultan Hasanuddin, VOC dan sekutunya tetaplah penjajah martabat dan kemandirian bangsanya.Â
Sultan Hasanuddin tercatat tidak pernah bersedia bekerjasama dengan penjajah VOC, hingga hembusan nafas terakhirnya. Sultan Hasanuddin pun meninggal dunia di usia muda yakni 38 tahun di masa pengasingan dalam peperangan panjangnya dalam usaha mempertahankan kedaulatan bangsa dan negerinya. Sepeninggal Sultan Hasanuddin, rakyat Kasultanan Makasar dan sekitarnya pun semakin terpantik dalam usaha-usaha melawan penjajah. Menjadikan Sultan Hasanuddin sebagai spirit dan ruh perjuangan mereka.
Kisah heroik Sultan Hasanuddin, tokoh Nusantara klasik yang sangat berjiwa ksatria itu tetap abadi di masyarakat hingga kini. Makamnya yang terletak di Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan masih diziarahi oleh ribuan manusia. Perjuangannya dalam mempertahankan Kesultanan Makassar agar tetap menjadi negeri yang berdikari tercatat di naskah Syair Perang Mengkasar.Â
Namanya pun dibadikan menjadi nama universitas dan beberapa tempat publik lainnya. Keberanian Sultan Hasanudin melawan imperialisme VOC, akhirnya menjadi inspirasi pergerakan kemerdekaan Republik Indonesia. Namanya harum dan melegenda layaknya Pangeran Diponegoro dan para ksatria-ksatria terakhir di era kerajaan-kasultanan Nusantara yang gugur dalam masa peperangan melawan penjajah dan tak sudi berkompromi dengan misi imperialisme bangsa asing.
Atas jasanya tersebut, Sultan Hasanuddin mendapatkan gelar Pahlawan Nasional Indonesia. Sultan Hasanuddin dimasa perjuangannya pasti tidak akan mengira bahwa dirinya akan mendapatkan semua penghargaan tersebut. Apalagi mengharapkan dan bercita-cita dirinya akan dipuja sebagai ksatria oleh peradaban manusia Indonesi saat ini.
Sultan Hasanudin adalah contoh nyata seorang ksatria di era Nusantara klasik untuk para calon "ksatria Indonesia" di masa kini dan masa depan. Menjadi ksatria negara bukan karena berkampanye politik dan berburu tahta belaka. Namun ksatria yang memberikan segalanya tanpa sadar semua darinya telah diberikan untuk memperjuangkan bangsa dan negaranya.
[*]