Mohon tunggu...
Didin Emfahrudin
Didin Emfahrudin Mohon Tunggu... Novelis - Writer, Trainer, Entrepreneur

Penenun aksara yang senantiasa ingin berguna bagi semua makhluk Allah SWT, layaknya Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Belajar Kepada Leluhur Nusantara (Chapter 8)

25 Desember 2021   10:48 Diperbarui: 25 Desember 2021   11:12 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seluruh hidup Gajah Mada akhirnya dicurahkan untuk melaksanakan 'Sumpah Palapa' yang ia janjikan kepada rakyat  dan pemimpin majapahit tersebut. Diperkirakan, Gajah Mada baru berhasil menyatukan seluruh Nusantara dalam kurun waktu dua puluh tahun. Gajah Mada membangun angkatan militer terkuat dan tercanggih di zamannya. Kapal angkatan laut Gajah Mada panjangnya hingga 70 meter, sudah dilengkapi meriam dan ribuan prajurit yang bersenjata api.

Selain militer, banyak bidang lain yang juga ditata ulang oleh Gajah Mada saat menjadi 'kepala pemerintahan' Kerajaan. Insfrastruktur pelabuhan perdagangan ia bangun di seluruh kepulauan Nusantara dengan mengutamakan pertahanan dan keamanan rakyat. Perekonomian rakyat Majapahit pun terus meningkat. Pendidikan, seni, budaya, sistem hukum dan birokrasi pemerintahan. Gajah Mada juga dipercaya tokoh yang merumuskan kitab undang-undang hukum Majapahit yang bernama Kutara Manawa Dharmasahtra.

Pengabdian Gajah Mada untuk bangsa dan negaranya bertahan hingga di tiga periode raja Majapahit. Sejak masa kepemimpinan Prabu Jayanagara, Maharani Tribuwana Wijayatunggadewi hingga Prabu Hayam Wuruk. Gajah Mada pun akhirnya berhasil membawa Persemakmuran Kehamaharajaan Majapahit mencapai puncak kejayaan emasnya di masa Prabu Hayam Wuruk.

Akhirnya, setelah selesai menyelesaikan cita-cita besarnya menyatukan Nusantara, Gajah Mada memutuskan untuk pensiun. Ia tanggalkan jabatan besarnya sebagai Mahapatih Amangkubhumi. Tidak ada kabar yang menyatakan bahwa Gajah Mada selesai dari puasa sumpahnya. Seperti menikah, punya anak dan menikmati kemewahan dan kekayaan Majapahit. Di penghujung hidupnya, Gajah Mada  dikisahkan menyepi dari kegelimangan istana dan kembali menjadi rakyat biasa di desanya. Tak lama berselang, ia dikabarkan meninggal karena sakit keras. Meskipun jasanya tak terhingga untuk Persemakmuran Kemaharajaan Majapahit, ia tidak pernah meminta  penghormatan keistanaan di akhir hayatnya.

Bagaimana dan dimana tempat kematian Gajah Mada juga masih terdapat berbagai pendapat dan kontroversi hingga saat ini. Tidak ada sumber bukti spesifik tentang bagaimana akhir hayat Gajah Mada. Namun, pendapat yang paling logis adalah Gajah Mada meninggal karena sakit. Begitupun tempat dimana ia menghabiskan sisa waktu hidupnya. Ada pendapat bahwa Gajah Mada kembali ke tanah kelahirannya di Kahuripan dan dimakamkan bersama ibunya di sana.

Di lamongan, terdapat sebuah makam di Bukit Gunung Ratu yang dipercaya masyarakat sejak dahulu sebagai makam ibu Gajah Mada. Di dekat Bukit Gunung Ratu tersebut juga ada sebuah kecamatan yang bernama 'Modo' yang diperkirakan  adalah  petilasan akhir hayat Gajah Mada. Hampir sama dengan kisah bagaimana kematian Gajah Mada, tempat kelahiran dan kehidupan masa kecil Gajah Mada juga masih diperdebatkan hingga kini. Ada pendapat yang mengatakan bahwa Gajah Mada sebenarnya bukan keturunan rakyat jelata.

Gajah Mada juga diyakini cucu dari Prabu Kertanagara lewat galur selirnya. Prabu Kertanagara adalah raja terakhir Kerajaan Singhasari sebelum kerajaan tersebut runtuh. Hal itu berdasarkan bukti bahwa saat Gajah Mada menjadi mahapatih, ia mendirikan sebuah 'caitya' atau bangunan suci untuk menghormati kematian Kertanagara. Caitya Kertanagara itu kemudian saat ini bangunan itu dikenal menjadi Candi Singhasari.

Namun apa yang dilakukan oleh Gaja Mada untuk Kertanagara tersebut bisa ditafsirkan bukan karena ia adalah cucu Kartanegara. Pembangunan caitya atau bangunan suci untuk Kertanagara tersebut bisa ditafsirkan, sebuah bakti Gajah Mada untuk tokoh inspirator pergerakan ke-nusantaraan-nya. Karena misi Dwipantara Mandala dari Prabu Kertanagara dipercaya adalah konsepsi wawasan yang menginspirasi Sumpah Palapa Gajah Mada.

Saking masyhurnya tokoh Gajah Mada ini, bahkan di legenda lokal banyak sekali kisah yang memuji-mujinya. Bahkan ada sebuah hipotesa dari masyarakat muslim Nusantara bahwa Gajah Mada itu sebenarnya telah beragama Islam. Ada pula hikayat jika Gajah Mada pada saat dikandung ibunya telah menjadi cabang bayi yang akan dititipi ruh Wali Abdal (dimasa itu) yang memiliki misi menumbali tiap wilayah Nusantara agar ramah terhadap dakwah Islam di Nusantara. Wali Abdal sendiri adalah sebutan bagi pimpinan Waliyullah sedunia. Wallahu A'lam.

Yang jelas, beberapa sumber bukti otentik dan ilmiah yang menjadi pendukung keberadaan tokoh bernama Gajah Mada terbilang hanya sedikit. Tak semasyhur kisah tutur-tutur yang beredar di masyarakat. Beberapa sumber itu seperti Prasasti Gajah Mada (1351), Kakawin Nagarakretagama dan Kitab Pararaton dan Kidung Sunda. Namun untuk dua sumber bukti terakhir yakni Kitab Pararaton dan Kidung Sunda tersebut banyak yang meragukan keotentikannya. Karena dicurigai keduanya adalah buatan misionaris asing dimasa penjajahan Belanda. Karena isi dua naskah kuno yang dicurigai palsu itu bertujuan untuk mengaburkan sejarah leluhur Nusantara khususnya Gajah Mada dan Wangsa Rajasa. Karena saat itu, Gajah Mada dan Majapahit merupakan simbol persatuan dan kebangkitan pergerakan kemerdekaan Bangsa Indonesia dalam perlawanan kolonialisme.

Gajah Mada di Kidung Sunda hanya dikisahkan sebagai tokoh penjajah yang sangat bernafsu dengan kekuasaan dan pembunuh keluarga Kerajaan Sunda. Sehingga masyarakat Sunda hingga kini terhegemoni oleh adu domba naskah buatan misionaris penjajah tersebut. Sedangkan Kitab Pararaton, juga menggambarkan bagaimana raja-raja keturunan Wangsa Rajasa selalu diwarnai pertumpahan darah dalam kisah suksesi kepemimpinan kerajaan. Raja -raja dari Wangsa Rajasa di Kerajaan Singhasari dan Majapahit diceritakan adalah keturunan Ken Arok yang seorang perampok dan pembunuh yang ambisius dengan wanita dan kekuasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun