WANITA PERANCANG HUKUM TERTULIS DAN KONSTITUSI TERTUA DI DUNIA
Ideologi negara, konstitusi dan penegakan hukum adalah tema yang tidak pernah sepi peminatnya. Tema-tema tersebut selalu ramai diperbincangkan dan diberitakan. Baik di media online, cetak maupun televisi. Tema hukum memiliki porsi yang cukup besar khususnya di dalam program pertelevisian Indonesia. Hal tersebut dikarenakan permasalahan hukum di indonesia selama ini masih sangat memprihatinkan. Hampir seluruh channel televisi Indonesia memiliki program khusus tentang pembahasan soal hukum dan tata negara.
Namun jika kita amati, pernahkah para pakar hukum Indonesia yang sedang membahas hukum tersebut menyebutkan referensi hukumnya dari teori hukum karya pemikiran leluhurnya sendiri. Referensi dan teori hukum yang diutarakan mereka kebanyakan adalah teori hukum dari pemikiran bangsa lain. Seperti Thomas Aquinas, John Locke, Montesquieu hingga Hans Kelsen. Tidak pernah kita mendengar, pakar hukum Indonesia menyebut nama tokoh hukum Nusantara klasik dalam debat hukum maupun kajian konstitusi kita.
Begitupun saat mencari akar dasar ilmu konstitusi negara. Bisa dipastikan pakar hukum tata negara kita pasti mengacu pada Magna Charta (Inggris), Declaration Of Independent (Usa) atau Piagam Madinah (Jazirah Arab). Memang, beberapa konstitusi di atas adalah beberapa konstitusi tertua yang pernah dibuat peradaban manusia di dunia. Namun jangan lupa, bahwa di era Nusantara klasik, sejak awal abad masehi ternyata juga sudah memiliki tokoh hukum yang mampu merumuskan konstitusi untuk negaranya. Konstitusi negara yang sekaligus berisi kitab hukum pidana dan perdata untuk kerajaannya. Tokoh tersebut adalah Maharani Shima atau yang familiar di era ini disebut Ratu Shima. Salah satu pemimpin agung yang masyhur dari Nusantara.
Maharani Shima adalah pemimpin yang paling terkenal dari Kerajaan Kalingga. Salah satu kerjaan tertua di Pulau Jawa dan diperkirakan berdiri sejak abad ke-5 Masehi. Meskipun tokoh bernama Shima ini adalah seorang perempuan, namun ia dipandang oleh rakyat Kalingga memiliki semua syarat kelengkapan untuk mejadi pemimpin. Sehingga seluruh rakyat Kalingga mempercayai dan mendaulatnya sebagai pemimpin Kerajaan Kalingga.
Padahal jika kita tengok, di berbagai belahan bumi di masa itu, seorang wanita masih di pandang sebelah mata. Wanita masih di anggap hanya budak dan pemuas para lelaki. Namun manusia Nusantara di abad itu telah membuktikan bahwa perempuan juga memiliki kehormatan. Negeri Kalingga adalah buktinya. Sebuah negeri yang telah memberikan hak pada wanita untuk menjadi pemimpin pada sebuah kerajaan.
Paska mendapatkan amanah sebagai pemimpin kerajaan, Maharani Shima lantas membuktikan kepercayaan dari rakyatnya tersebut. Ia tercatat menjadi perempuan pertama dalam sejarah dunia yang menjadi pemimpin kerajaan. Maharani Shima menjadi pemimpin masyhur yang mampu memimpin secara adil, tegas dan membawa kemakmuran untuk masyarakat Kalingga. Sehingga seluruh rakyat Kalingga serta kerajaan-kerajaan lain disekitarnya sangat menghormati dan mengaguminya. Pemimpin yang sangat adil dan mampu membentuk ketertiban masyarakat di Kerajaan Kalingga.
Maharani Shima adalah tokoh pertama di bumi Nusantara yang mampu merumuskan konstitusi dan hukum tertulis untuk kerajaannya. Kitab undang-undang hukum kerajaan di masa pemerintahannya itu bernama Kitab Kalingga Dharma Sastra. Kitab hukum tersebut sangat ditaati oleh rakyat Kalingga. Karena Maharani Shima sangat tegas dalam menegakkan hukum sesui konstitusi kerajaannya tersebut. Dari kisah tutur yang berkembang di masyarakat, Maharani Shima dipercaya tidak pernah pandang bulu dan sangat bijaksana dalam menghukum siapapun yang melanggar hukum di Kalingga.
Tidak ada rakyat Kalingga yang berani menyentuh apalagi mengambil barang yang bukan miliknya. Rakyat Kalingga juga terkenal memiliki tingkat kejujuran yang tinggi. Sehingga tidak dikenal penipuan, pencurian atau perampokan di masa pemerintahan Maharani Shima. Bahkan saking terkenalnya ketegasan dalam penegakan hukum, legenda Maharani Shima tega menghukum mati anaknya sendiri santer terkenal hingga sekarang. Namun ada kisah yang juga mengisahkan demikian : bahwa hukuman itu tak sampai hukuman mati. Melainkan Maharani Shima hanya memotong bagian tubuh putranya. Karena sang putra bukan mencuri tapi tak sengaja menginjak dan memegang harta yang di letakkan sengaja untuk menjebak sang putra mahkota.
Suatu ketika, Putra mahkota Kerajaan Kalingga pernah secara tidak sengaja menginjak setumpuk karung emas  di tengah kota. Emas tersebut sengaja ditaruh oleh pasukan Raja Ta' Cheh. Raja Ta' Cheh adalah seorang raja dari Jazirah Arab yang berniat menguji kepatuhan rakyat Kalingga pada hukum yang dirancang Maharani Shima. Pengujian tersebut sengaja dibuat oleh Raja Ta' Cheh sebelum memutuskan berperang dengan Maharani Shima dan Kerajaan Kalingga. Sesuai hukum yang berlaku saat itu, sanksi untuk pelanggaran yang dilakukan putra mahkota adalah hukuman mati. Logikanya, jika kejadian tersebut terjadi pada anak pejabat Indonesia, segala cara pasti dilalukan untuk meringankan hukuman bagi anak pejabat tersebut.
Namun logika tersebut tidak berlaku untuk maharani shima. Ia secara tegas dan berani menjatuhi hukuman mati pada putra mahkota anak kandungnya tersebut. Di sisi lain, seluruh rakyat Kalingga ternyata mengetahui bahwa putra mahkota tidak sengaja menginjak emas tersebut. Rakyat Kalingga kemudian serentak memohon keringanan hukuman untuk putra mahkota Kalingga. Buka Maharani Shima yang memohon keringanan pada rakyatnya. Akhirnya permohonan rakyat tersebut pun disetujui oleh Maharani Shima.
Maharani Shima akhirnya tidak menghukum mati putra mahkota atas dasar kebenaran bukti yang diutarakan rakyatnya tersebut. Bahwa putra mahkota bukan sengaja ingin menangambil harta itu. Melainkan harta tanpa pemilik itu adalah jebakan dari Raja Ta'Cheh. Namun sebagai peringatan akan ketegasan hukum Kerajaan Kalingga, putra mahkota Kalingga tersebut tetap mendapatkan sanksi dengan hukuman potong kaki dari Maharani Shima. Atas keteledoran sang putra. Setelah kejadian tersebut, akhirnya Raja Ta' Cheh mengurungkan niatnya untuk berperang dengan Kerajaan Kalingga. Kepatuhan rakyat Kalingga pada hukum kerajaannya tersebut dinilai oleh Raja Ta' Cheh menjadi salah satu faktor sulitnya kerajaan Kalingga untuk dikalahkan.
Banyak bukti yang mendukung keberadaan Kerajaan Kalingga. Kerajaan di tanah Nusantara yang pernah dipimpin oleh seorang ratu wanita yang terkenal adil dan tegas bernama Shima ini. Salah satu bukti otentik yang mendukung adalah catatan Dinasti Tang (China) dari tahun 674 Masehi. Â Naskah catatan tentang Maharani Shima dan Kalingga juga disebut dari sumber lokal seperti naskah Carita Parahyangan dari abad 16 Masehi. Selain itu, masih ada Prasasti Tukmas serta kecamatan bernama keling yang memiliki beberapa candi dan situs purba yang diperkirakan dibangun di masa Kerajaan Kalingga. Kabupaten Jepara di Jawa Tengah juga dipercaya sebagai wilayah utama Kerajaan Kalingga di masa lampau.
Berdasarkan kisah-kisah legendaris Maharani Shima, legenda yang juga dikuatkan dengan beberapa bukti empiris yang masih ada hingga kini. Ternyata bangsa Indonesia adalah anak cucu dari bangsa yang pernah melahirkan seorang pemimpin perempuan hebat pada masanya. Kitab Kalingga Dharma Sastra yang dibuat oleh maharani shima, ternyata menandakan bahwa bangsa Kalingga di masa lalu telah memiliki pengetahuan luas tentang ilmu tata negara dan hukum pemidanaan.
Kitab hukum kerajaan yang dibuat Maharani Shima tersebut kemudian menjadi inspirasi konstitusi dan kitab hukum kerajaan-kerajaan lain di tanah Nusantara. Kitab Kalingga Dharma Sastra menjadi acuan hukum dan tata negara di beberapa kerajaan paska Kalingga. Kerajaan Majapahit hingga Demak Bintoro adalah beberapa kerajaan yang terinspirasi kitab hukum Maharani Shima tersebut. Lalu bagaimana dengan konstitusi dan kitab hukum yang digunakan oleh negara kita sekarang. Acuan kitab hukum apa dan darimana yang selama ini digunakan untuk membentuk undang-undang oleh legislator Indonesia.Â
Kita sejatinya telah diberikan banyak keteladanan oleh "mbah buyut" Maharani Shima beserta masyarakat Kalingga. Bagaimana menjadi bangsa yang bermartabat. Dapat memiliki negara yang sangat tegas dalam hukum namun tetap demokratis dan menjunjung kesetaraan gender. Kerajaan Kalingga menjadi teladan untuk Republik Indonesia yang saat ini masih mencari sistem terbaik hukum dan demokrasinya. Kalingga adalah contoh kongkrit sebuah negara yang menjungjung tinggi hak dan kehormatan perempuan.
Maharani Shima dan rakyat Kalingga adalah guru abadi untuk rakyat di Republik Indonesia. Kitab Hukum Kalingga Dharmasastra adalah konstitusi tertua yang pernah dibuat oleh manusia di Nusantara. Bahkan konstitusi negara yang lengkap dengan bab hukum pidana dan perdatanya tersebut diyakini sebagai kitab hukum tertua di dunia. Seharusnya kita sebagai bangsa pewaris dapat berkaca dari Kalingga yang pernah menjadi pelopor hukum dan ilmu tata negara di dunia tersebut. Karena kita merupakan anak turun dari begawan hukum pertama didunia bernama Maharani Shima. Indonesia seharusnya bisa menemukan kesadaran hukumnya. Membangun budaya pemerintahan yang bersih. Serta menyembuhkan diri dari penyakit korupsi, kolusi dan nepotisme yang masih mengidap direlung seluruh elemen republik ini hingga sekarang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H