Mohon tunggu...
Didin Emfahrudin
Didin Emfahrudin Mohon Tunggu... Novelis - Writer, Trainer, Entrepreneur

Penenun aksara yang senantiasa ingin berguna bagi semua makhluk Allah SWT, layaknya Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Belajar Kepada Leluhur Nusantara (Chapter 4)

19 Desember 2021   08:22 Diperbarui: 19 Desember 2021   08:25 1047
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Maharani Shima akhirnya tidak menghukum mati putra mahkota atas dasar kebenaran bukti yang diutarakan rakyatnya tersebut. Bahwa putra mahkota bukan sengaja ingin menangambil harta itu. Melainkan harta tanpa pemilik itu adalah jebakan dari Raja Ta'Cheh. Namun sebagai peringatan akan ketegasan hukum Kerajaan Kalingga, putra mahkota Kalingga tersebut tetap mendapatkan sanksi dengan hukuman potong kaki dari Maharani Shima. Atas keteledoran sang putra. Setelah kejadian tersebut, akhirnya Raja Ta' Cheh mengurungkan niatnya untuk berperang dengan Kerajaan Kalingga. Kepatuhan rakyat Kalingga pada hukum kerajaannya tersebut dinilai oleh Raja Ta' Cheh menjadi salah satu faktor sulitnya kerajaan Kalingga untuk dikalahkan.

Banyak bukti yang mendukung keberadaan Kerajaan Kalingga. Kerajaan di tanah Nusantara yang pernah dipimpin oleh seorang ratu wanita yang terkenal adil dan tegas bernama Shima ini. Salah satu bukti otentik yang mendukung adalah catatan Dinasti Tang (China) dari tahun 674 Masehi.  Naskah catatan tentang Maharani Shima dan Kalingga juga disebut dari sumber lokal seperti naskah Carita Parahyangan dari abad 16 Masehi. Selain itu, masih ada Prasasti Tukmas serta kecamatan bernama keling yang memiliki beberapa candi dan situs purba yang diperkirakan dibangun di masa Kerajaan Kalingga. Kabupaten Jepara di Jawa Tengah juga dipercaya sebagai wilayah utama Kerajaan Kalingga di masa lampau.

Berdasarkan kisah-kisah legendaris Maharani Shima, legenda yang juga dikuatkan dengan beberapa bukti empiris yang masih ada hingga kini. Ternyata bangsa Indonesia adalah anak cucu dari bangsa yang pernah melahirkan seorang pemimpin perempuan hebat pada masanya. Kitab Kalingga Dharma Sastra yang dibuat oleh maharani shima, ternyata menandakan bahwa bangsa Kalingga di masa lalu telah memiliki pengetahuan luas tentang ilmu tata negara dan hukum pemidanaan.

Kitab hukum kerajaan yang dibuat Maharani Shima tersebut kemudian menjadi inspirasi konstitusi dan kitab hukum kerajaan-kerajaan lain di tanah Nusantara. Kitab Kalingga Dharma Sastra menjadi acuan hukum dan tata negara di beberapa kerajaan paska Kalingga. Kerajaan Majapahit hingga Demak Bintoro adalah beberapa kerajaan yang terinspirasi kitab hukum Maharani Shima tersebut. Lalu bagaimana dengan konstitusi dan kitab hukum yang digunakan oleh negara kita sekarang. Acuan kitab hukum apa dan darimana yang selama ini digunakan untuk membentuk undang-undang oleh legislator Indonesia. 

Kita sejatinya telah diberikan banyak keteladanan oleh "mbah buyut" Maharani Shima beserta masyarakat Kalingga. Bagaimana menjadi bangsa yang bermartabat. Dapat memiliki negara yang sangat tegas dalam hukum namun tetap demokratis dan menjunjung kesetaraan gender. Kerajaan Kalingga menjadi teladan untuk Republik Indonesia yang saat ini masih mencari sistem terbaik hukum dan demokrasinya. Kalingga adalah contoh kongkrit sebuah negara yang menjungjung tinggi hak dan kehormatan perempuan.

Maharani Shima dan rakyat Kalingga adalah guru abadi untuk rakyat di Republik Indonesia. Kitab Hukum Kalingga Dharmasastra adalah konstitusi tertua yang pernah dibuat oleh manusia di Nusantara. Bahkan konstitusi negara yang lengkap dengan bab hukum pidana dan perdatanya tersebut diyakini sebagai kitab hukum tertua di dunia. Seharusnya kita sebagai bangsa pewaris dapat berkaca dari Kalingga yang pernah menjadi pelopor hukum dan ilmu tata negara di dunia tersebut. Karena kita merupakan anak turun dari begawan hukum pertama didunia bernama Maharani Shima. Indonesia seharusnya bisa menemukan kesadaran hukumnya. Membangun budaya pemerintahan yang bersih. Serta menyembuhkan diri dari penyakit korupsi, kolusi dan nepotisme yang masih mengidap direlung seluruh elemen republik ini hingga sekarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun