Mohon tunggu...
Didin Emfahrudin
Didin Emfahrudin Mohon Tunggu... Novelis - Writer, Trainer, Entrepreneur

Penenun aksara yang senantiasa ingin berguna bagi semua makhluk Allah SWT, layaknya Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bersatulah Segala Identitas!

24 Agustus 2020   12:25 Diperbarui: 24 Agustus 2020   12:23 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi bersatu. (sumber: KOMPAS/DIDIE SW)

Perdebatan, kapan dimulainya kehidupan manusia di Indonesia, akan selalu dan selalu menarik untuk diperbincangkan. Penemuan Situs Purba Banjarejo di Grobogan Jawa Tengah, baru-baru ini misalnya. Menyimpan beragam rahasia kehidupan di pulau jawa masa lalu. 

Ada fosil hewan purbakala dan artefak peradaban kuno yang telah berusia 800 ribu tahun silam. Siapakah sebenarnya nenek moyang pertama bangsa ini. Yang kemudian berhasil melahirkan ratusan suku bangsa di negeri ini. 

Apakah leluhur kita adalah manusia purba atau homo erectus. Dengan jenis homo erectus arkaik, manusia purba tertua yang ada di Sangiran itu. Atau mereka adalah fosil bangsa nisnas—bangsa sebelum manusia dalam mitologi kuno—yang melegenda di kemudian hari. 

Namun sepengetahuanku, yang diajarkan oleh ilmu sekolah modern. Charles Darwin, pernah berkata—manusia itu evolusi dari kera. Lalu apa hubungannya dengan fosil manusia purba yang banyak di tanah jawa ini ya?

Ilmuwan  yang bernaung di UNESCO, salah satu lembaga PBB bidang warisan budaya dunia, telah sepakat. Jika fosil yang pernah diketemukan di dunia, umumnya—mereka hidup di masa satu hingga dua juta tahun yang lalu. 

Rata–rata, mereka hidup pada masa 300.000 hingga 45.000 tahun sebelum masehi. Fosil manusia purba termuda di Tulungagung, Homo Sapiens Wajakensis berumur 45.000 tahun Sebelum Masehi (SM). 

Belum pernah dijumpai fosil manusia purba yang hidup di masa setelahnya. Berarti Indonesia menjadi pemilik fosil manusia purba tertua dan sekaligus termuda yang diketemukan di bumi. Berarti seberapa tuanya pulau Jawa ini. Masa kepunahan semua jenis manusia purba terjadi di sekitar tahun 45.000 SM. 

Sedangkan, homo sapiens—ras manusia jenis modern—dinyatakan ada 20.000 tahun SM. Jika memang benar demikian, peradaban siapa di tanah Jawa, pada era 45.000 SM hingga 20.000 SM itu. Terjadilah jurang puluhan ribu tahun jeda kalau memang demikian. Lalu apakah di masa itu mulailah evolusi manusia purba menjadi manusia modern. Seperti yang dicuapkan Charles Darwin. Ah, tak mungkinlah.

Dalam Al-Qur’an, ada sebuah ayat yang menarik untuk menyikapi fosil manusia purba itu, di salah satu ayatnya. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: 

“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”—(QS. Al Baqarah : 30). 

Lantas, siapakah sejatinya fosil-fosil manusia purba itu. Apa fosil itu ada kaitannya dengan kaum yang dilenyapkan Allah Ta’ala—sebelum penciptaan manusia pertama, Nabi Adam AS. 

Kaum Banul Jan yang pernah hidup di bumi. Kaum yang memiliki akal dan bentuk materi layaknya manusia kini. Namun bentuk fisik mereka belum sempurna. Bannul Jan memiliki akal yang lebih pintar dibandingkan dengan manusia kini. 

Diciptakan dengan intelegensi tingkat tinggi. Sehingga mampu menciptakan teknologi yang lebih maju dari teknologi manusia saat ini. Senjata nuklir yang kini banyak di rumor media hanyalah sebagian kecil dari alat-alat mutakhir  yang diciptakan oleh Bannul Jan. 

Kitab suci Al-Qur’an yang diwahyukan Allah Ta’ala ke Nabi Muhammad, 14 abad silam itu, apakah jua bukti bahwa kitab itu ialah sebaik-baiknya petunjuk kehidupan manusia kini hingga kiamat kelak. 

Yang telah mengulas manusia puba dengan bukti fosil-fosil semacam homo erektus itu. Fosil manusia purba barangkali adalah bukti nyata untuk ayat yang menerangkan keberadaan kaum sebelum manusia yang kemudian di musnahkan itu. Lantas. 

Apakah pulau Jawa yang banyak dijumpai fosil manusia purba ini adalah negeri Bannul Jan di masa lalunya. Mereka sempat membangun peradaban canggihnya di bumi Nusantara ini. Sebelum akhirnya dibinasakan Allah SWT, satu-satunya Tuhan, pencipta semua makhluk. 

Di Gabon Afrika, ada tambang reaktor Nuklir Purba yang umurnya jutaan tahun. Di India ada sisa fosil purba yang memiliki efek radiasi nuklir. Di dalam  laut Papua Indonesia. Ada benteng karam  setinggi 1.860 kali 2.700 meter. 

Apakah semua itu dibangun oleh manusia atau oleh Bannul Jan? Di pulau Jawa. Banyak relief candi dan patung purba semisal di Candi Cetho Dan Candi Panataran. 

Yang menggambarkan kehidupa silam, ada manusia bersayap dan berparuh, makhluk raksasa, makluk kerdil. Apakah yang kita sebut manusia purba itu, benar-benar purba. 

Atau nyatanya—mereka lebih mampu dari kita yang menyebut manusia modern. Kita telah terlanjur congkak menyatakan bahwa manusia purba itu sangat primitif. Semua bukti fosil purba itu, memberiku faedah, bahwa sehebat apapun penciptaan teknologi materi yang dibuat oleh penduduk bumi, ternyata seketika dapat pula musnah. Hancur lebur punah  dan terkubur di palung laut dan pula di perut bumi. 

Teknologi mutakhir yang diciptakan oleh Bannul Jan lantas hanya menjadi penyebab kiamat bagi ras-nya sendiri. Kecongkaan atas kecerdasan, menjadikan ras itu sombong. Melakukan tindakan saling berebut kuasa. Membunuh sesama, berperang dan membuat kerusakan di muka bumi. Kini yang tersisa dari mereka, hanyalah  fosil tulang belulang dan sisa-sisa jejak peradaban mereka. 

Sejak masa silam. Migrasi  terjadi di penduduk bumi ini,  berebut tanah  surgawi—pulau Jawa. Semisal penduduk di daratan bumi eropa silam, sebelum mereka semaju kini. Ketika musim dingin tiba, sulit bagi mereka hidup karena cara mentari tak seimbang di Jawa ini. Begitupula yang tinggal di Jazirah Arab Dan Afrika. 

Harus bertahan dengan kondisi alamnya yang panas. Tanahnya tandus dan berpasir. Sangat jarang diketemukan sumber mata air. Karena kondisi alam, manusia di belahan bumi itu akan selalu melirik bumi Nusantara. Etnis Melanesia-Negrito dari daratan Afrika. Datang kemari 70.000 tahun SM. Suku Asmat yang merana di Papua adalah sisa mereka. 

Etnis Melayu-Austronesia hijrah pula ke Nusantara di era  2.000 tahun SM. Lantas di abad  ke-1 SM. Terjadilah migrasi bangsa Dravida-India dan Bangsa Yunnan-China. 

Kabar keberadaan tanah surgawi di timur bumi, memantik mereka hijrah ke bumi Jawi. Jawadwipa yang memiliki alam surgawi memantik pula orang Yunani Kuno. 

Buku catatan Bartolomeus atau Ptolemeus, penjelajah dari Alexandria Yunani Kuno. Mengisahkan penjelajahannya pernah sampai ke negeri yang kaya raya di timur bumi. Negeri itu indah, ia sebut argyre dan terletak di pulau iabadiu  atau Jawa. Di awal abad masehi. 

Atas bantuan orang India yang menemaninya, Ptolomeaus bisa sampai ke ujung barat Pulau Jawa. Ia menulis, telah melihat daerah yang mataharinya tidak pernah ingkar janji. di pagi hari terbit dan sore hari tenggelam. Airnya mengalir sepanjang tahun, pepohonannya tidak pernah beku dan mati. 

Udaranya tidak pernah panas ataupun dingin, sangat berbeda dengan tempat asalnya. Orang India yang menemani ptolemus, kemudian menetap di Nusantara. 

Lantas mengajak pemimpin Bangsa Dravida melakukan migrasi besar-besaran di awal abad masehi. Seorang keturunan Bangsa Dravida yang menikah dengan penduduk asli Jawa, bernama Raja Kudungga kemudian merintis Kerajaan Kutai. Seperti yang dikabarkan Prasasti Yupa di Kalimantan sana.

Anak cucu Raja Kudungga kemudian berhasil membangun kerajaan-kerajaan baru dan dinikahkan dengan penduduk Nusantara yang telah sebelumnya disini. Ada Raja Dewawarman Perintis Kerajaan Salakanagara dalam Naskah Wangsakerta. Lantas jika penduduk Bangsa Indonesia adalah hasil asilimasi dan perkawinan silang. Kenapa harus ada perang saling berebut siapa paling pribumi?

Lantas siapa sesungguhnya leluhur pertamaku itu. Lalu siapa pula yang telah mendirikan piramida yang kini menjadi Gunung Padang di Cianjur itu. Piramida di Mesir yang katanya dibangun pada 2.000 tahun SM, itu saja kalah tua dengan Piramida Gunung Padang yang berumur antara 15.000 hingga 25.000 SM. Peradaban Mesopotamia yang dianggap sebagai peradaban tertua yang dibangun oleh Bangsa Sumeria pada masa 10.000 hingga 2.000 tahun SM pun kalah tua. Jika Peradaban Mesopotamia itu dibangun di masa Nabi Ibrahim. Lalu umat dan dimasa nabi siapa yang mendirikan Piramida Gunung Padang itu. Nabi Adam-kah, Nabi Idris-kah, atau Nabi Nuh yang diutus sebelum Nabi Ibrahim.

Nabi Adam sejak dicipta oleh Allah Ta’ala memang telah dibekali tingkat kecerdasan yang mengagumkan. Saat diturunkan ke bumi, beliau sangat cepat beradaptasi dengan alam sekitar. 

Mampu mengajarkan beragam teknologi maju untuk pengelolaan pertanian dan peternakan kepada anak turunnya. Sedangkan Nabi Idris adalah nabi pertama yang menciptakan huruf dan tulisan, mampu menguasai berbagai bahasa dan ilmu alam. Sehingga selain mengajari tentang ketuhanan, Nabi Idris pula yang mengajarkan ilmu tata negara, astronomi, menjahit pakaian, perhitungan hingga arsitektur.

Lalu Nabi Nuh,  ia nabi yang mampu mengajarkan filsafat alam. Mahir dalam ilmu pertukangan seperti teknologi pembuatan kapal ‘bahtera’. Kapalnya telah menyelamatkan umat manusia dan berbagai bintang dari kepunahan. 

Saat banjir tsunami menenggelamkan bumi. Jika kapal yang dibuat oleh Nabi Nuh hanya perahu dayung, tak mungkin akan dapat menampung ratusan manusia dan ribuan binatang.

Apakah masih layak. Menyebut leluhur masa silam adalah primitif.  Kisah Negeri Atlantis oleh Plato didalam bukunya Timaos And Kritias itu dimana. Apakah memang tenggelam dan Negeri Atlantis yang masyhur itu kini menjadi Tatar Sundalandia. Yang mana kini menyisakan pulau-pulau kecil di Nusantara. Atau mungkin Atlantis itu malah hanya anak dari Peradaban Lemudia, leluhur pertama Nusantara. Di candi Penataran yang dikatakan para arkeolog dibangun sekitar abad ke-13 dan 14 M. 

Oleh  Kerajaan Kadiri Dan Kerajaan Majapahit. Nampaknya perlu di gali ulang lagi. Kenapa di candi itu ada relief-reilef yang bertolak belakang dengan tafsir periode para arkeog saat ini. 

Di candi itu, ada relief berciri manusia leluhur Nusantara, digambarkan sedang menjadi pemimpin para bangsa purba di dunia. Bangsa Purba semisal Bangsa Sumeria-Babylon di Mesopotamia, Bangsa Han di China kuno, Bangsa Angkor Vat di Campa, Bangsa Maya-Inca di Amerika Latin, Troya di Romawi, Bangsa Afrika Kuno, Bangsa Mesir Kuno, Bangsa Yunani Kuno dan Bangsa Yahudi.

Selain di relief Candi Panataran, juga ada di relief Candi Cetho dan Candi Sukuh. Kenapa relief leluhur Nusantara itu digambarkan menjadi penguasa atau pemimpin dari bangsa asing purba dari seluruh dunia itu. Siapakah sesungguhnya leluhur kita ini? Apakah demikian sebenarnya yang terjadi di masa silam.

Siklus sejarah peradaban manusia di bumi memang benar, jika dikatakan berlangsung secara spiral. Sehingga saat ini, bisa kita buktikan bahwa sejarah peradaban di tanah Nusantara ini saling tumpang tindih. 

Peradaban maju yang lenyap akan tertutupi oleh bukti pengulangan peradaban yang primitif. Peradaban maju itu mungkin tertimbun oleh tanah karena faktor katastrofi bumi. Katastrofi bumi dapat menimbun apapun yang berada di atas tanah. Semburan lahar gunung berapi, banjir tsunami, gempa atau semburan lumpur dari dalam tanah. 

Siapakah leluhur Nusantara yang pertama kali mengajari ilmu membaca dan menulis. Mengenal kebudayaan dan kesenian. Jika Yunani Kuno memiliki bapak filsuf semisal Thales Socrates juga Plato. 

Lalu siapa leluhurku yang menjadi filsuf, bolehkah Ajisaka kuyakini adalah leluhur yang menjadi cikal bakal keberadaan filosofi hidup orang jawa. Filsuf Nusantara menjadi perintis peradaban dan adat istiadat dan budaya jawa. Serat Ajisaka mencatat, Ajisaka adalah prabu di zaman awal kehidupan manusia di pulau Jawa.

Prabu Ajisaka mungkinlah perancang pranata kehidupan dan falsafah hidup masyarakat jawa tuk pertama. Pendharma kebudayaan spiritual, pencipta aksara jawi serta penanggalan jawa, pranata mangsa dan kalender saka. Juga pula warisan seni gamelan dan tarian-tarian jawa yang lestari hingga kini. Kitab Musasar Jayabaya yang ditulis Oleh Prabu Jayabaya—Raja Kerajaan Kadiri itu, nampaknya yang sependapat dengan itu. Prabu Jayabaya menuliskan kondisi pulau jawa sejak zaman ajisaka hingga  hari kiamat tiba.

Maolana Ngasil Samsoedin atau Syekh Syamsudin Al-Wasil. Seorang waliyullah, ahli astronomi dan ahli ilmu falak atau ‘nujum’ dari Negeri Rum. Yang namanya terpahat didalam inkripsi situs ‘Makam Istana Gedong’ Kediri, adalah penasehat Prabu Jayabaya dalam menulis kitabnya itu. Prabu Jayabaya juda cicit jauh Prabu Ajisaka. Bangsa Indonesia ternyata memiliki leluhur yang  bijaksana dan berbudaya. Seorang filsuf sekaligus negarawan bernama Prabu Ajisaka. Kemasyhuran masa silam adalah bekal masa kini dan masa depan. Hingga bangsa ini berani bangkit, menggali segenap spirit dan warisan silam itu.

Nusantara silam pun memiliki arsitek irigasi publik yang melegenda. Inisiator pembangunan kali. Irigasi publik dan kanal banjir. Untuk irigasi pertanian dan pencegahan banjir. Seorang kreatif leluhur tanah loh jinawi itu berasal Kerajaaan Tarumanagara—Maha raja purnawarman. Maharaja dari persemakmuran Kerajaan Tarumanagara.

Di abad ke-4 Masehi. Membawa  Kerajaan Tarumanagara mencapai kemakmurannya, sesui Naskah Wangsakerta, Prasasti Cidangiang , Situs Batujaya, Situs Cibuaya. Serta keberadaan sungai besar citarum adalah karyanya.

Selain sebagai kanal banjir, sungai di Tarumanagara juga berguna untuk irigasi pertanian, sungai bangunannya pula menjadi jalur alternatif transportasi air. Lalu lintas perdagangan penduduk, antar kerajaan bagian. Jauh sebelum Belanda mengenal revolusi industri dan  bisa membangun bendungan. Purnawarwan adalah inspirasi—pemimpin di Jakarta. Banjir bukanlah masalah yang tidak bisa diselesaikan jika kita dapat memahami nilai ‘sebab-akibat’ di dalam kehidupan.

Tuntutlah ilmu walau ke negeri Syailendra. Nusantara pula punya  leluhur Dapunta Hyang Syailendravamsa. Negarawan merintis wangsa syailendra sejak awal abad  masehi. Sebelum menjadi sebuah wangsa besar, Wangsa Syailendra adalah masyarakat perdikan kecil. Sebuah kedatuan yang berada di Pegunungan Dieng. Lalu lahirlah karya Wangsa Syailendra. 

Candi Borobudur, perhormatan untuk rakyatnya yang menganut agama Buddha. Sedangkan pembangunan Candi Prambanan yang menjulang tinggi itu dibangun untuk  rakyat beragama Hindu. 

Siapa ilmuwan yang merumuskan konstruksi bangunan agung yang rumit itu. Dari siapa di masa itu, leluhur Nusantara belajar tentang ilmu konstruksi dan tata matematika bangunan itu. Apakah mungkin belajar ilmu konstruksi ke eropa, ataupun mendatangkan arsitek dari sana. Padahal disana pada masa itu, masih terjebak di zaman kegelapan. 

Dari gagasan Dapunta Syailendra itukah semua bermula. Hingga kini pun, tak ada ilmuwan modern yang mampu menyibak misteri di balik pembangunan Borobudur dan Prambanan tersebut?

Jika teori hukum Indonesia era ini, banyak mengambil dari Thomas Aquinas, John Locke, Montesquieu dan Hans Kelsen. Begitupun saat mencari akar dasar ilmu konstitusi. Mengacu pada Magna Charta dari Inggris, Declaration Of Independent milik USA atau Piagam Madinah. Sebenarnya leluhur Jawa pun punya Maharani Shima. Di abad ke-5 M. 

Dia telah membuat kitab undang-undang bernama Kitab Kalingga Dharma Sastra. Bisa jadi. Kitab hukum dan konstitusi itu adalah yang tertua dibuat oleh manusia. Untuk menyembuhkan dari penyakit korupsi, kolusi dan nepotisme.

Leluhur pembawa kejayaan pendidikan dan maritim bernama Sri Maharaja Balaputradewa dari Kerajaan Sriwijaya. Di abad ke-9 Masehi pun tak kalah. Jika dibandingkan dengan pendiri Harvard atau Oxford University. 

Karena jalur pelayaran Sriwijaya kala itu telah berhasil menjalin kerjasama internasional tanpa menjual martabat bangsanya. Sriwijaya pun memiliki wilayah sepertiga dunia. Hingga ke Sriwijaya-lah kala itu semua pelajar dari seluruh dunia menimba ilmu, di universitas kelas dunia yang dibangun Balaputradewa bernama Nalanda. Di awal abad ke-11 Masehi. 

Lahirlah`Prabu Airlangga raja Keraton Kahuripan. Ia sempat terbuang dan menjadi korbang pralaya. Tragedi perang saudara di masa akhir kerajaan medang atau mataram lama. Lalu pusat kekuasaanya, dipindahkan ke jawa timur oleh Mpu Sindok. 

Pemberontakan itu menjadi titir akhir pemerintahan kerajaan mataram lama yang sempat memimpin seluruh kadipaten di jawa tengah dan jawa timur di masa lampau. 

Prabu Airlangga adalah leluhur Nusantara yang layak diteladani spirit perdamaian dan kesatuan yang dijunjungnya tinggi-tinggi. Di tengah kondisi tanah jawa yang genting karena kerusuhan dan pemberontakan. 

Rakyat jawa kala itu yang sungguh mengharapkan kedatangan seorang pemimpin pengembali kedamaian dan ketentraman. Akhirnya diberi, Prabu Airlangga. Hikayatnya tertuang di Kitab Arjuna, Serat Calon Arang serta Babad Tanah Jawi. Perjuangannya untuk perdamaian negeri-negeri perdikan di tanah jawa, berbuah lahirya—Peradaban Kahuripan. Karl Max, Lenin, Abraham Maslow Dan Adam Smith, para ekonom kebanggan dunia itu memang pemikirannya cemerlang. 

Namun di awal ke-13 M, kita pun punya ekono kelas dunia bernama Sultan Al-Malik Ash-Shalih atau Sultan Meurah Silu. Ia adalah Sultan Samudera Pasai yang membawa kerajaanya dengan landasan Islam Ahlus Sunnah Wal Jama’ah sebagai ideologi dasar negaranya kala itu.

Dia menjadi pencerah bagi masyarakat yang sebelumnya terbelakang, menjadi masyarakat yang berperadaban maju. Negeri Pasai—Semenanjung Aceh (red:kini)—mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam bidang agama, pendidikan hingga menjadi pusat perdagangan internasional. Membangun kota-kota dagang dan pelabuhan besar di semenanjung Pasai. Komoditas ekspor paling terkenal dari petani Pasai kala itu ialah lada, sutera dan kapur barus. 

Namanya harum di kitab Hikayat Raja-Raja Pasai. Masyarakat dunia khususnya dunia pun mengakui peran besarnya dalam memangun Pasai. Seperti Kabar Dari China (1288), Catatan Marcopolo (1292) dan Kitab Rihlah Ila I-Masyriq (1304) Ibnu Batutha.

Lalu di awal abad ke-14 Masei. Mahapatih Amangkubhumi Gajah Mada. Dia harus tirakat cukup lama. Menempa dirinya sangat keras selama menjadi prajurit Majapahit. Sebelum akhirnya menuntaskan Sumpah Palapa yang melegenda itu. Dia pun yang merumuskan Kutara Manawa Dharmasahtra—kitab haluan negara Majapahit. 

Gagasan politik dan pemerintahan Gajah Mada, tentu tak kalah dengan Sun Tzu pemilik art of war, ataupun ide pemerintahan Renaisans dari Niccolo Machiavelli. Masih di abad ke-14 Masehi. 

Jika Italia punya Leonardo Da Vinci dan Jazirah Arab punya Jalaludin Rumi.   Maka Nusantara pun punya leluhur bernam Raden Sahid atu Sunan Kalijaga. Seniman juga pula wali pencerah peradaban dari Jawa. Lir-ilir, gundul pacul, Sluku-Sluku Bathok, Kidung Rumekso Ing Wengi, Sekar Alit  dan Sekar Ageng adalah kreasi gamelannya sebagai sebagai pemusik.

Pewayangannya dalam Serat Dewa Ruci, Ajimat Kalisada dan Suluk Linglung, adalah karyanya sebagai penulis sastra. Pakaian taqwa jawa, sabit, seni tari topeng dan seni ukir jati ialah karyanya sebagai seniman. 

Sekatenan, Padusan dan Gerebeg Maulud, adalah karyanya sebagai budayawan. Konsep papat  panjer : keraton, masjid, alun-alun dan pasar, dan Saka Tatal Masjid Agung Demak adalah bukti ia lengkap sebagai leluhur Nusantara yang serba lengkap. Beliau adalah begawan, ulama, mahaguru tasawuf, seniman-budayawan ekstra kreatif, ahli tata negara, ilmu alam dan pertanian hingga pengatur kondisi sosial kemasyarakatan.

Di pertengahan abad ke-17 Masehi. Sebelum Nusantara di caplok oleh kompeni. Ada leluhur Nusantara yang masyhur sebagai patriot pahlawan bangsa. Ialah Sultan Hasanuddin, ksatria dari timur—Kasultan Makassar,  pejuang kemandirian bangsanya. Kisah heroiknya ada di naskah Syair Perang Mengkasar. 

Keberaniannya melawan imperialisme VoC, menjadi salah satu inspirasi pergerakan kemerdekaan Republik Indonesia. Lantas di era penjajahan. Dimulai dekonstruksi cara berfikir manusia-manusia Hindia belanda, untuk menjadi inferior. Kita diwajibkan mengagungkan yang bukan dari kedirian Nusantara ini. De-Nusantaraisasi telah berbuah semakin minimnya keinginan kita untuk mempelajari pemikiran dan konsepsi ‘iptek’ yang berasal dari gagasan leluhur sendiri. 

Tokoh-tokoh pemikir Nusantara dianggap kuno dan sangat tidak familiar dibandingkan dengan para pemikir dari Eropa-Amerika ‘madzab barat’, China ataupun Jazirah Arab. Pelajar, mahasiswa, guru, dosen, profesor ataupun para akademisi Indonesia lebih cenderung memilih belajar pada gagasan dari para pemikir dari luar itu daripada gagasan leluhurnya sendiri.

Hampir sangat jarang sekali ada ilmuwan Indonesia yang percaya diri jika bisa mengutip pemikiran, gagasan ataupun karya dari leluhurnya sendiri. Sangat minder ketika di forum-forum ilmiah  dan intelektual menyebut leluhurnya. Sangat jarang ada pemimpin negara yang mengambil inspirasi dari tokoh untuk visi-misi maupun kebijakannya. 

Namun sebaliknya. para akademisi dan pejabat publik itu bisa dipastikan lebih akrab dan bangga jika bisa hafal ilmu yang ia dapatkan dari dunia Eropa Atau Amerika. mengutip pemikiran dari Aristoteles, Galileo, Descartes, Newton, Hegel hingga Immanuel Khan. 

Bahkan pemikiran dan karya Walisongo, leluhur penyemai Islam di Indonesia, leluhur kita sendiri itu pun kini tak laku di kalangan akademis modern. Kalah viral oleh pemikir Islam dari timur tengah aliran millenium—semisal gagasan-gagasan milik founder wahabi Muhammad Bin Abdul Wahhab. Ataupun inspirator ikhawanul muslimin, Hassan Al-Banna yang melahirkan varian kelompok-kelompok Islam konservatif di Indonesia kini.

Kenapa kita sebagai pewaris Indonesia, harus memaksakan berguru pada Marx, Lenin, Engels apalagi Hasan Al Bana. Dan apalagi kepada Muhamad Abdul Wahab, Tzun Zu, Mao Zhedong  hingga Sun Yat Sen dari china. Jika negeri ini pernah punya guru bangsanya sendiri. Bukankah ada Aji Saka, untuk belajar aksara. Dapunta Hyang Selendra, mengajari kami budaya. 

Maharaja Purnawarman, ilmuan kanal banjir masa lalu. Ratu Shima, perumus konstitusi nomor satu. Balaputradewa, ajarkan kita maritim yang berjaya. Dari Prabu Airlangga, kami belajar berdiplomasi. Mahapatih Gaja mada, teladankan pada kami persatuan. Ada pula Sunan kalijaga, hingga Raden Fattah, menuntun bangsa kami, bagaimana agama, negara dan budaya, saling merajut harmoni berbangsa.

Dari mereka, kita membaca dan berakses. Karena semua berawal dari keikhlasan berproses. Dimanapun sang pemegang kedaulatan hidup menempatkan kita. Tuk berhidup, dalam balutan cinta. Terima kasih para leluhur ita. Kami semua, berdoa pada engkau. Kita semua merindu, banyak tokoh reingkarnasi karakter mereka-mereka. Para pendahulu yang kini bernama, Bangsa Indonesia.

Republik Indonesia. Ratusan keraton di sepanjang kepulauannya. Serta, seluruh manusia, penghuni hamparan bumi eloknya. Kami bersatu, menyebut diri, satu bangsa. Harfiahnya, bangsaku lahir tanggal 17 agustus 1945. Tapi, substansial-historis, bangsa kami jauh lebih lebih tua dari itu. Adalah bangsa jawipurba. Yang melahirkan Lemuria, Kutai, Tarumanagara, Syailendra, Sriwijaya, Medang, Kahuripan, Jenggala dan Kediri. Hingga ada Singosari, Majapahit, Padjajaran hingga Pasai. Demak, Pajang, Mataram sampai keraton-keraton pun tersingkir. Tatkala hadir perampok berkoloni kepada kami. Bisa jadi, bangsaku ber-induk jauh lebih tua dari sejarah. Satu perjuangan kita, berupaya tak melupakan mereka.

Indonesia bukankah akan menjadi anak durhaka. Menjalankan negara dengan membuang ibu-bapaknya. Menikah dengan dewi demokrasi. Untuk menjadi budak dan jajahan neo-koloni. Negara, oh negara. Seharusnya kau dibangun, disangga keselarasan lima serangkai. Rakyat, angkatan, intelektual, budayawan serta agamaman. Tapi, kala itu, Orla berpusat pada intelektual. Orba dikuasai angkatan, mendayagunai intelektual. Mengeksploitasi terbatasnya budayawan. Dan memanipulasi agamawan.

Lantas, kini, reformasi dikuasai intelektual, berpusat pada parlemen dan pemerintahan. Menganak-tirikan angkatan. Belum jua punya kecerdasan sejarah tuk mengakomodasi budayawan, eh, serta pula, meneruskan eksploitasi dan manipulasi agamawan. Kita sedang di depan pintu gerbang sejarah. Mau melahirkan kembali garuda perkasa. Atau hancur total dan kembali ke puncak derita?

Tulisan  ini adalah sebuah usaha refleksi tentang  bagaimana menjaga komitmen kebangsaan, toleransi umat beragama, tentang bagaimana seorang manusia membaca kemanusiaannya. Hubungan yang pelik antara saya dengan kekasih, masyarakatnya dan keluarga. Perjalanan seorang hamba menuju Tuhan-Nya. Selain itu, naskah buku ini juga mengajak pembaca, bagaimana mensikapi kondisi peradaban manusia Indonesia terkini, dengan membawa pembaca merefleksi masa silam. Tentang kemasyhuran dan kearifan leluhurnya di masa lalu. Tentang beragam problem individu seorang manusia hingga masalah-masalah di negerinya.

Bagaimana kita seharusnya kita kedepan. Tatkala melihat beberapa hal dari prespektif yang sangat bias; seperti tentang kebingungan sejarah, rahasia dibalik sistem pendikan Indonesia, hubungan penguasa dan lingkaran konglomerasi dunia, potensi dan sumberdaya teknologi yang terpendam dan pergeseran budaya di negeri ini. Yang unik dari kisah beberapa karakter adalah tentang sebuah usaha berdamai dengan Tuhan dan atau apapun saja yang terjadi di sekitar kita.

Manusia Indonesia adalah manusia-manusia ber-gen unggul. Tak ada manusia di bumi ini yang secanggih manusia Indonesia. Buktinya, kami dengan otodidak mampu menservis daur ulang, segala jenis teknologi ciptaan kalian. Padahal, kami tak pernah belajar rumus-rumus anda. Bangsa kami ini adalah tauladan dunia masa depan. Penjajahan 350 tahun saja tak mampu memusnahkan bangsa ini.

Kami adalah bangsa paling legowo di dunia. Bangsa kami bermanusia pengayom, suka memangku, bukan menindas. Dua karakter manusia di bangsa kami. Yang sulit ditemukan di negara lain, di belahan bumi manapun jua. Kami bersiap memimpin dunia, tanpa berminat menjajah. Kami adalah teladan dunia. Dalam ragam bidang, toleransi beragama utamanya.

Siapa di dunia ini, yang punya dasar negara seperti bangsa kami. Pancasila, tafsir ideologi perdamaian dunia. Bapak proklamator kami pernah berpesan,“jas merah, jangan sekali-kali melupakan sejarah.” Adakah tuan-tuan lupa, sejarah kemasyhuran bangsa kami. Kami adalah bangsa yang bukan kemarin sore. Ratusan abad lamanya kami berproses hingga kami temukan Pancasila.

Memang, sila ke-5 kami,“keadilan sosial bagi seluruh rakyat republik Indonesia”, belum sepenuhnya kami gapai. Sebentar, cermati dulu kehendak kami. Kenapa harus keadilan sosial. Bukan keadilan kekayaan ataupun tahta yang merata. Hakikat manusia bangsa kami, adalah hidup sejahtera tak harus materi duniawi. Karena kami masih saja berbenah pada sila ke-4,“kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan atau perwakilan.” Rakyat kami yang pemilik kedaulatan sah dari negara. Masih butuh lebih bijak dalam bermusyawarah. Kami, sesekali masih nakal. Berselisih dan berpecah pilihan yang berkepanjangan. Permusyawaratan nasional wakil rakyat kami—tempat para politisi, masih harus belajar kembali sila ke-3 kami.

“Persatuan Indonesia.”

Memang dahulu di tahun 1908 yang usang. Pemuda kami pernah berhasil bersatu dalam sila itu. Para tokoh-tokoh dan ormas kami masih berbenah. Intelektual dan guru bangsa kami, butuh proses tuk mengakader lebih banyak negarawan lagi, lewat sila ke-2 kami,“kemanusiaan yang adil dan beradab. Maaf, jika sila itu masih belum kami capai. Karena guru bangsa kami, kerap lupa tak mendidik dengan sila pertama kami, ialah, “ketuhanan Yang Maha Esa.” Dan itulah bangsa kami. Bangsa Pancasila, hingga akhir masa. Bismillah, kawan. Atas nama persaudaraan sesama manusia. Kami akan menjadi pemimpin dan tauladan semua negara bagian dan strata apapun di dunia kelak. Amin, ya robbal alamin.

“Jadi, siapa kita ini, pribumi atau bukan. Kenapa harus terus berepot-repot bertengkar ikhwal begituan aja sih?”

Bersatulah, Indonesia!

Lamongan, 17-18 Agustus 2020

*Ditulis sebagai kado peringatan hari kemerdekaan Bangsa Indonesia (17/9/45) dan hari lahir NKRI (18/9/45) yang ke-75 Tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun