Mohon tunggu...
Didik Setyadi
Didik Setyadi Mohon Tunggu... operasional manajer PT TSI -

PakDidik omahe bekasi pelosok

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pengalaman Bikin SIM Secara Resmi (Tidak Nembak) untuk Persyaratan Mencari Kerja

20 Januari 2016   05:33 Diperbarui: 20 Januari 2016   07:14 1123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sudah beberapa bulan saya menganggur setelah mengalami kegagalan usaha. Aset yang ada harganya sudah kami jual untuk menutup kerugian dan melunasi hutang . saya mencoba menghubungi kenalan-kenalan untuk mencari pekerjaan. Tiap saat saya gugling  barangkali bisa menemukan pekerjaan. Tapi sampai saat ini belum mendapatkannya, ini mungkin karena usia saya sudah 50 tahun lebih.

Beberapa hari yang lalu saya menemukan lowongan kerja, yaitu sopir mobil sejenis taxi online. Saya menghubungi pemasang iklan apakah lowongan masih berlaku. Dijawab masih juga persyatannya yaitu Sim A, SKCK, KK...juga harus segera mendaftar paling lambat 5 hari kedepan. Akhirnya setelah berunding dengan istri, saya memutuskan untuk mengambil peluang tersebut walaupun belum pernah jadi sopir seseorang. Namun ada kendala yaitu Sim A saya hilang beberapa waktu yang lalu, jadi harus secepatnya buat Sim. Akhirnya istri saya menyerahkan perhiasan yang masih tersisa dan kemudian saya gadaikan di pegadaian dan mendapatkan dana Rp 300.000,- 

Saya gugling internet untuk mencari informasi biaya pembuatan Sim A. Akhirnya dari situs resmi saya mendapatkan informasi biaya resminya Rp120.000. Saya cukup senang karena menurut perhitungan uang yang dari pinjaman cukup untuk buat Sim, buat SKCK ( syarat diterima kerja) juga untuk transportasi ke kantor pelayanan sim.

Jam 10.00 hari Senin 18 Jan 2016 saya tiba di kantor unit pelayanan SIM Jababeka Cikarang Bekasi. Ada tulisan yang cukup besar "Biaya Pembuatan Sim C Rp100.000,- SIM A Rp120.000,-"

Kemudian saya bertanya ke salah satu ruang yang didalamnya ada petugas polisi dan petugas berseragam sipil dimana saya dapat membeli formulir.

Oleh petugas saya dijawab: "bapak harus ke loket klinik kesehatan dan loket asuransi dulu baru kemudian ke loket BRI".

Saya menuju ruang klinik, disitu sudah antri beberapa orang. Menyerahkan fotocopy KTP dan harus bayar Rp30.000,- tanpa ada pemeriksaan kesehatan dan kepada semua pengantri petugas loket menawarkan "bantuan". "Perlu dibantu pak?" Jawab saya: "tidak mbak, biar saya urus sendiri" Kemudian saya menuju loket asuransi, disitu bayar lagi Rp30.000,- 

Setelah itu saya menuju loket BRI bayar Rp120.000 dan dapat formulir. Saya menghela napas...tapi mau bagaimana lagi, pikir saya. 

Setelah formulir saya isi, saya menuju ruang dalam, tapi sebelumnya ada meja tempat meninggalkan KTP asli. Oleh petugas, formulir saya diminta dengan alasan mau diperiksa dulu dan kemudian datang petugas lain berseragam sipil. Saya ditanya apakah mau perpanjang atau buat Sim baru, saya bilang buat Sim baru. "Sini pak, oleh orang itu saya diajak masuk ruang tempat saya bertanya pertama datang dimana disitu ada petugas polisi dan beberapa orang berseragam sipil 

"Begini pak, ini bapak mau ikut ujian teori dan praktek?" Tanya orang tersebut. "Ya pak" jawab saya. 

"Kalau bapak ikut itu, nanti prosesnya lama sampai 2 bulan" kata orang tsb.

"Nggak apa2 pak", sela saya. Dengan sedikit kasar formulir diserahkan ke saya lagi.

Saya kemudian menuju loket penyerahan formulir dan duduk menunggu. Sempat juga melihat tulisan terpampang"waktu menunggu maksimal ...(?) menit". Baguslah, ini termasuk bagian dari "pelayanan" batin saya. 15 menit kemudian saya dipanggil bersama 5 peserta lain dan kemudian oleh petugas polisi berseragam diajak masuk ke suatu ruang, disitu kami ditawarkan "bantuan" untuk mendapatkan Sim. Saya iseng bertanya: "berapa pak", beliau bilang: "Rp400.000,- saya menolak halus dan kemudian formulir diserahkan ke saya dan disuruh ke loket 3 

 Saya kemudian mencari loket 3, karena tidak ketemu saya masuk ke loket penyerahan formulir dan bertanya ke petugas penerima formulir, oleh beliau disuruh masuk ke sebuah ruang, dan ternyata ruang ujian teori. Ada beberapa baris meja dengan komputer, 2 baris dengan layar komputer menyala dan 2 baris layar komputer mati. Saya disuruh duduk dibaris komputer yang mati dan diberikan buku soal dan lembar jawaban. Sewaktu membaca petunjuk soal seorang petugas datang dan kemudian menawarkan "bantuan". Saya menolak dan kemudian melanjutkan mengerjakan soal. 

Ada 30 soal, dan saya kerjakan secara cermat, menurut saya soal-soalnya tidaklah terlalu sulit (juga tidak terlalu mudah)karena bersifat umum seperti tanda2 lalu lintas, "etika" mengemudi juga semacam "logika"berkendara. 

Setelah selesai dan memeriksanya, lembar jawaban saya taruh di meja petugas oleh petugas, lembar jawaban diambil dan saya disuruh mengikutinya, waduuh..apalagi ni, batin saya. Di suatu ruang dia mengambil kertas berlubang-lubang dari dalam bukunya, feeling saya mengatakan "wah jangan2 dikerjain". Petugas itu bilang :"kerjaannya saya periksa ya, harus betul paling sedikit 18". Saya menganguk saja.

Dia menempelkan "kunci jawaban"(?) diatas lembar jawaban dan menghitung satu, dua dstnya. "Jawaban bapak hanya benar 12 pak, gimana..?" Saya menghela napas dan kemudian terucap: "maaf pak, saya yakin hasil jawaban saya benar dari itu"

Petugas: "lha ini sudah saya hitung cuma 12"

Jawab saya: "maaf pak, boleh saya lihat dan pinjam kunci jawabannya" 

"Nggak boleh", sambil cepat2 memasukkan kertas berlubangnya kedalam buku"

"Maaf pak, saya masih yakin jawaban saya lebih dari 18 benarnya" (untuk lulus minimal 18 jawaban benar). 

"Kalau bapak sok yakin begitu jadi presiden saja!" Suaranya keras dan meninggi.

Saya menjawab lagi:"saya masih yakin dengan jawaban saya pak"

Setelah itu datang petugas berseragam polisi dan berkata: "sudah, tinggal dikasih kertas ngulang 2 minggu lagi"

Saya masih mencoba "negosiasi", dan mengatakan saya yakin jawaban saya banyak benarnya. Petugas ini jauh lebih galak daripada petugas yang awal tadi.

Akhirnya setelah beberapa saat terjadi silang pendapat dan pak polisi mengatakan silahkan pulang..saya "menyerah".

Setelah mengambil ktp asli saya keluar dan diluar bertemu dengan rekan yang dipanggil berlima tadi. Dia juga bilang tidak lulus dan mengulang 2 minggu lagi.

Setelah mengambil motor di parkiran saya pulang dengan perasaan tidak menentu, sim belum dapat berarti gagal lagi dapat pekerjaan dan masih pikiran dengan "keributan" tadi. Hujan sangat deras tidak saya pedulikan.. Sepanjang jalan saya resah...juga kepikiran bagaimana nanti kalau ditanya istri. Perjalanan menuju rumah membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam, sekitar beberapa kilometer sebelum sampai rumah..saya teringat Allah swt, Tuhan Yang Maha Kuasa. Sambil terus berkendara saya berdoa, saya pasrahkan kepadaNya. Saya mulai merasa tenang.

Sampai di rumah istri saya bertanya apakah sudah mendapatkan Sim. Saya ceritakan semua apa yang terjadi, ..setelah terdiam beberapa saat, istri berkata: "ya sudah kita pasrahkan, yang penting sudah berusaha berbuat benar barangkali nanti ada jalan lagi".

Demikianlah pengalaman saya, mudah-mudahan suatu saat ada perbaikan di unit pelayanan publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun