“Tidak selalu,” kata Pak Anton. “Kalau penerimaan pajak yang meningkat digunakan pemerintah untuk hal produktif, seperti membangun infrastruktur atau subsidi pendidikan, dampaknya bisa positif dalam jangka panjang. Tapi memang, untuk jangka pendek, masyarakat akan merasakan beban lebih berat.”
Saya sedikit merenung. “Jadi, ini semacam pil pahit, ya? Harus kita telan sekarang supaya manfaatnya terasa nanti?”
Pak Anton melanjutkan. “Bisa dibilang begitu. Tapi, sebagai individu, kita perlu cerdas mengambil keputusan. Misalnya, kalau ada kebutuhan besar seperti membeli motor, kita harus lihat kapan waktu terbaik untuk membelinya. Kalau bisa lebih hemat sekarang, kenapa harus menunda?”
Saya menghela napas. “Oke, Pak. Berarti saya harus buat keputusan segera. Kalau saya tunggu tahun depan, kenaikan PPN dan opsen bisa bikin biaya makin mahal.”
Pak Anton mengangguk setuju. “Tepat. Tapi, ingat, jangan hanya fokus pada pajaknya. Pastikan juga keuangan kita cukup stabil untuk mencicil atau membayar tunai motor itu tanpa mengorbankan kebutuhan lain.”
Saya tersenyum lega. “Oke, Pak. Obrolan ini ngebantu banget buat saya yang bingung soal pajak.”
Pak Anton tertawa kecil. “Pajak itu sebenarnya nggak serumit yang dibayangkan, asal kita mau belajar dan bertanya. Kalau ada pertanyaan lagi, jangan ragu, ya.”
Saya mengangguk dan beranjak dari tempat duduk kemudian menyalaminya, "Makasih Pak."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H