“Benar,” ujar Pak Anton. “Kenaikan PPN akan berdampak langsung pada daya beli masyarakat. Harga barang akan meningkat, yang artinya beban bagi konsumen bertambah.”
Saya sedikit bingung. “Saya sekarang pakai motor lama. Saya butuh motor baru buat ngurangin biaya perawatan. Tapi saya ragu, beli sekarang atau nanti?”
Pak Anton tersenyum. “Kalau rencananya beli motor, Desember ini memang waktu yang lebih baik. Karena kenaikan PPN akan langsung memengaruhi harga motor tahun depan. Misalnya, kalau harga motornya Rp 20 juta, dengan PPN 12% kamu bakal bayar pajak Rp 2,4 juta, dibandingkan Rp 2,2 juta saat ini.”
Saya mengangguk. “Berarti selisihnya Rp 200 ribu. Nggak terlalu besar, sih.”
“Tapi jangan lupa ada biaya opsen pajak daerah juga,” tambah Pak Anton. “Beberapa daerah menaikkan pajak kendaraan bermotor untuk menutupi pendapatan daerah yang berkurang akibat inflasi atau kebutuhan anggaran daerah.”
Saya mengerutkan kening. “Jadi bukan cuma kenaikan PPN aja, ya?”
“Betul,” jawab Pak Anton. “Jadi, kalau kamu merasa harganya masih terjangkau sekarang, mungkin lebih baik beli sebelum kenaikan. Tapi, pertimbangkan juga apakah kebutuhanmu mendesak atau masih bisa ditunda.”
Saya tambah penasaran, "Pak, kalau harga naik gara-gara PPN, efeknya buat masyarakat bakal gimana?”
Pak Anton mengambil jeda sejenak sebelum menjawab. “Efeknya akan terasa pada daya beli, terutama bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Barang-barang yang bukan kebutuhan pokok bisa mengalami penurunan permintaan karena orang lebih memilih menghemat.”
Saya mengangguk pelan. “Itu berarti ekonomi bisa melambat, ya?”
“Tidak selalu,” kata Pak Anton. “Kalau penerimaan pajak yang meningkat digunakan pemerintah untuk hal produktif, seperti membangun infrastruktur atau subsidi pendidikan, dampaknya bisa positif dalam jangka panjang. Tapi memang, untuk jangka pendek, masyarakat akan merasakan beban lebih berat.”