Kalau dipikir-pikir, waktu sebenarnya ada, tapi sering kali terselubung oleh kebiasaan yang mungkin sudah otomatis. Mungkin Anda pernah mendengar istilah bahwa "waktu itu tidak hilang, tapi hanya teralihkan." Benar sekali, sebenarnya saya tidak benar-benar kekurangan waktu, hanya saja saya tidak bijak dalam menggunakannya. Padahal, jika setiap pagi, siang, dan malam saya bisa menyisihkan sedikit saja waktu dari media sosial untuk membaca atau menulis, saya pasti sudah menyelesaikan satu buku atau beberapa artikel.
Tapi kenapa ya, rasanya lebih mudah 'terjebak' di media sosial daripada melakukan hal-hal produktif? Jawabannya mungkin ada pada sifat media sosial yang menawarkan kepuasan instan,hiburan, update terbaru, dan perasaan bahwa kita 'terhubung' dengan dunia luar. Tetapi, kepuasan itu biasanya cepat hilang, dan sering kali justru memberi rasa kosong setelahnya.
Artikel ini sebenarnya adalah refleksi bagi diri saya sendiri, namun mungkin Anda juga pernah merasakan hal yang sama. Terkadang, kita merasa bahwa waktu luang itu langka, padahal yang langka sebenarnya adalah kesadaran kita dalam memanfaatkannya dengan baik. Mungkin kita perlu bertanya lagi pada diri sendiri, apa yang benar-benar ingin kita capai? Apakah melihat konten-konten di media sosial lebih penting daripada impian kita untuk belajar, menulis, atau mungkin bahkan menciptakan sesuatu yang bisa berguna untuk banyak orang?
Kadang kita membutuhkan pengingat bahwa waktu yang tersisa di hari ini tidak bisa diulang lagi. Tiga jam lebih yang kita habiskan di media sosial sebenarnya adalah potensi yang bisa kita manfaatkan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat. Jika setiap hari saya bisa mengurangi waktu di media sosial, meski hanya setengah jam, mungkin saya bisa mengisi waktu itu dengan membaca buku yang selama ini saya tunda atau menulis artikel yang sudah lama direncanakan.
Melatih Diri untuk Mengatur Waktu
Mungkin, ini bukan soal langsung berhenti menggunakan media sosial, tetapi lebih kepada belajar mengaturnya. Cobalah untuk membatasi waktu scrolling. Dengan begitu, kita bisa sedikit demi sedikit mengembalikan kendali atas waktu kita. Mulai dari langkah kecil, misalnya, di pagi hari buka ponsel hanya untuk mengecek pesan penting saja, bukan untuk scrolling Instagram atau Facebook. Di jam istirahat, cobalah membaca satu atau dua halaman buku, meski hanya sebentar. Dan malam hari, usahakan luangkan waktu untuk menulis artikel atau membaca buku sebelum waktu tidur.
Pada akhirnya, waktu adalah pilihan. Setiap kita punya pilihan bagaimana mengisi hari-hari yang datang hanya sekali. Pertanyaan besar yang harus kita tanyakan mungkin bukan sekadar, "Apakah saya punya waktu?" tapi, "Apakah saya mau memanfaatkan waktu dengan bijak?" Semoga refleksi ini bisa membantu saya dan Anda untuk lebih sadar akan penggunaan waktu, dan menyadari bahwa impian untuk membaca lebih banyak buku, menulis lebih banyak artikel, atau belajar hal baru sebenarnya sudah bisa dicapai jika kita bijak dalam mengatur waktu.
Apakah yang kita lakukan hari-hari ini membawa kita lebih dekat pada impian, atau justru menjauhkan kita?
Semoga tulisan ini bermanfaat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI