Mohon tunggu...
DIDIK FADILAH
DIDIK FADILAH Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan Ekonomi

Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian. (Pramoedya Ananta Toer)

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Mendengar Itu Gratis, Mendengarkan Itu Seni; Bedanya Apa, Sih?

13 September 2024   06:40 Diperbarui: 13 September 2024   06:45 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mendengar vs. Mendengarkan: Apa Bedanya?

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar suara di sekitar kita---anak-anak bermain, kendaraan berlalu-lalang, bahkan suara televisi yang diputar. Tapi, pernah nggak kita berpikir, "Apakah saya hanya mendengar atau benar-benar mendengarkan?"

Dari buku "Listen! The Art of Effective Communication" karya Dale Carnegie & Associates, kita bisa mempelajari bahwa ada perbedaan besar antara mendengar (hear) dan mendengarkan (listen). Mungkin terlihat sepele, tapi kemampuan untuk mendengarkan dengan baik sebenarnya bisa mengubah cara kita berkomunikasi, terutama dalam hubungan sehari-hari, baik itu di rumah, di tempat kerja, atau saat bertemu teman-teman.

Mari kita bahas lebih dalam tentang perbedaan antara "mendengar" dan "mendengarkan" ini dengan bahasa yang sederhana.

Mendengar (Hear): Proses Pasif

Mendengar adalah proses yang kita lakukan secara otomatis. Ketika kita mendengar sesuatu, sebenarnya kita tidak perlu berusaha untuk melakukannya. Itu adalah respons alami tubuh terhadap suara di sekitar kita. Saat telinga kita menangkap suara, otak kita merespons dengan mengidentifikasi apa yang kita dengar. Ini bisa berupa suara latar, percakapan, atau musik.

Kebanyakan dari kita "mendengar" sepanjang hari tanpa benar-benar menyadarinya. Sebagai contoh, kita mungkin mendengar suara AC di ruangan, lalu lintas di luar, atau bahkan obrolan tetangga. Tapi apakah kita benar-benar memperhatikan suara-suara itu? Mungkin tidak.

Menurut buku Carnegie, mendengar adalah aktivitas pasif. Itu artinya kita hanya menangkap suara tanpa harus memprosesnya lebih lanjut. Tidak ada keterlibatan emosional atau fokus mendalam saat mendengar. Bisa dibilang, kita hanya menangkap bunyi yang lewat.

Mendengarkan (Listen): Proses Aktif

Nah, mendengarkan adalah hal yang berbeda. Mendengarkan adalah proses aktif, yang berarti kita secara sadar memfokuskan perhatian kita pada apa yang dikatakan. Saat kita mendengarkan, kita tidak hanya sekadar menangkap suara, tapi juga mencoba memahami maknanya.

Ada sebuah cerita, Budi dan Andi sudah berteman sejak kuliah. Mereka sering bekerja sama dalam berbagai proyek. Namun, belakangan, hubungan mereka mulai renggang karena masalah komunikasi yang tak terselesaikan.

Suatu hari, Budi merasa kesal karena Andi sering datang terlambat ke rapat kerja tim mereka. Budi mulai merasa Andi tidak lagi menghargai kerja kerasnya, dan masalah ini semakin meruncing. Setiap kali rapat, Budi meluapkan kekesalannya dengan nada tinggi, dan Andi pun membalas dengan defensif. Akhirnya, rapat-rapat mereka berakhir dengan suasana yang tidak nyaman, dan proyek yang mereka kerjakan menjadi terhambat.

Budi merasa frustrasi dan berniat untuk mengakhiri kerja sama dengan Andi. Namun, sebelum mengambil keputusan, seorang teman mengingatkannya tentang pentingnya seni mendengarkan.

Budi Memutuskan untuk Mendengarkan.

Di rapat berikutnya, alih-alih langsung mengkritik Andi seperti biasanya, Budi memutuskan untuk mendengarkan dengan tenang. Ketika Andi terlambat lagi, Budi tidak langsung marah. Sebaliknya, dia bertanya dengan tenang, "Kenapa belakangan ini kamu sering terlambat? Apakah ada sesuatu yang terjadi?"

Andi, yang terkejut dengan perubahan sikap Budi, awalnya tampak ragu untuk berbicara. Tapi setelah melihat Budi mendengarkan dengan serius, Andi mulai membuka diri. Dia bercerita bahwa belakangan ini dia menghadapi tekanan di rumah. Orang tuanya sedang sakit, dan dia harus mengurus banyak hal di rumah sebelum bisa fokus pada pekerjaan. Karena stres, Andi sering kesulitan mengatur waktu.

Mendengar cerita Andi, Budi menyadari bahwa dia selama ini terlalu cepat menilai dan hanya fokus pada kekesalannya sendiri tanpa memahami situasi Andi. Budi mulai merasakan empati. Ternyata, Andi bukan tidak menghargai kerja tim, tetapi sedang menghadapi masalah pribadi yang berat.

Setelah mendengarkan dengan penuh perhatian, Budi menyadari bahwa yang dibutuhkan Andi adalah dukungan, bukan kritik. Mereka kemudian mendiskusikan solusi bersama. Budi menawarkan untuk menyesuaikan jadwal rapat sesuai dengan waktu yang lebih nyaman bagi Andi. Andi pun merasa lebih dihargai, dan berjanji akan lebih transparan mengenai situasinya jika ada masalah di masa depan.

Sejak saat itu, suasana kerja mereka berubah drastis. Mereka kembali bisa bekerja sama dengan harmonis. Masalah keterlambatan terselesaikan, dan proyek mereka akhirnya selesai tepat waktu.

Pelajaran dari Kisah Ini:

Cerita Budi dan Andi menunjukkan betapa pentingnya mendengarkan dengan penuh perhatian. Jika Budi tidak mendengarkan Andi dan terus mengedepankan kekesalannya, hubungan kerja mereka mungkin akan berakhir, dan proyek akan terbengkalai. Tetapi dengan mendengarkan, Budi mampu memahami situasi yang sebenarnya dan menemukan solusi yang lebih baik.

Mendengarkan bukan hanya tentang mendengar kata-kata, tetapi juga tentang memahami perasaan, tekanan, dan tantangan orang lain. Dengan demikian, kita bisa melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda dan menemukan solusi yang lebih baik.

Dalam buku "Listen! The Art of Effective Communication", Carnegie menekankan pentingnya menjadi pendengar yang baik. Menurutnya, mendengarkan melibatkan 4 elemen penting:

1. Fokus: Ini berarti memberikan perhatian penuh pada orang yang sedang berbicara. Dalam dunia yang penuh gangguan, ini bisa menjadi tantangan. Banyak dari kita sering kali setengah mendengarkan sambil memikirkan hal lain atau sibuk dengan ponsel.

2. Empati: Ketika kita mendengarkan, kita berusaha memahami apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh lawan bicara. Empati ini membantu kita lebih memahami sudut pandang orang lain.

3. Respon Aktif: Menunjukkan bahwa kita mendengarkan dengan memberikan tanggapan yang tepat, seperti anggukan kepala, kontak mata, atau mengajukan pertanyaan.

4. Tidak Menginterupsi: Sering kali, kita tergoda untuk memotong pembicaraan karena ingin segera merespon. Tapi mendengarkan yang baik berarti memberi ruang pada orang lain untuk menyelesaikan apa yang mereka ingin sampaikan.

Jadi, ketika kita mendengarkan, kita benar-benar terlibat dalam percakapan. Kita berusaha memahami pesan yang disampaikan, baik itu melalui kata-kata, nada suara, atau bahasa tubuh.

Mengapa Mendengarkan Itu Penting?

Bayangkan, Kamu sedang berbicara dengan seseorang, tapi mereka tampak tidak benar-benar mendengarkan. Mereka mungkin menatap ponsel atau melihat ke arah lain. Bagaimana perasaanmu? Tentunya tidak enak, bukan?

Mendengarkan adalah fondasi komunikasi yang baik. Ketika kita mendengarkan dengan penuh perhatian, kita menunjukkan rasa hormat dan memberikan ruang bagi lawan bicara untuk berbagi pikirannya. Ini penting dalam hubungan pribadi, terutama dalam keluarga atau hubungan dengan pasangan.

Dalam konteks pekerjaan, mendengarkan juga sangat penting. Sebuah tim yang anggotanya saling mendengarkan akan lebih solid dan efektif. Ketika kita mendengarkan, kita lebih mungkin memahami instruksi, menghindari kesalahpahaman, dan meningkatkan produktivitas.

Tips Agar Lebih Baik dalam Mendengarkan

Setelah mengetahui perbedaan antara mendengar dan mendengarkan, mari kita coba beberapa tips dari buku Carnegie untuk menjadi pendengar yang lebih baik:

1. Hindari Gangguan: Cobalah untuk meminimalkan gangguan saat berbicara dengan seseorang. Letakkan ponsel atau matikan TV agar kamu bisa fokus sepenuhnya pada percakapan.

2. Perhatikan Bahasa Tubuh: Komunikasi bukan hanya soal kata-kata. Perhatikan juga ekspresi wajah, postur, dan gestur lawan bicara. Ini bisa memberi kita petunjuk tambahan tentang apa yang mereka rasakan.

3. Tanyakan Pertanyaan: Mengajukan pertanyaan yang relevan menunjukkan bahwa kamu benar-benar mendengarkan dan tertarik dengan apa yang sedang dibicarakan.

4. Jangan Cepat Berasumsi: Sering kali kita terlalu cepat membuat kesimpulan sebelum lawan bicara selesai berbicara. Biarkan mereka menyelesaikan kalimatnya, dan pikirkan baik-baik sebelum merespon.

5. Berikan Respon yang Tepat: Setelah mendengarkan dengan baik, responlah dengan cara yang menunjukkan bahwa kamu memahami pesan mereka, entah itu melalui ucapan atau gestur sederhana seperti anggukan kepala.

Kesimpulan

Dalam kehidupan modern yang serba cepat ini, kita sering kali terjebak dalam rutinitas mendengar tanpa benar-benar mendengarkan. Padahal, menjadi pendengar yang baik adalah kunci dari komunikasi yang efektif dan hubungan yang sehat. Mendengar itu mudah, karena kita melakukannya secara otomatis. Tapi mendengarkan membutuhkan usaha, perhatian, dan keterlibatan emosional.

Dari buku "Listen! The Art of Effective Communication" karya Dale Carnegie & Associates, kita belajar bahwa kemampuan untuk mendengarkan bisa memperkaya hidup kita. Baik dalam hubungan pribadi maupun profesional, mendengarkan dapat membuat kita lebih dekat dengan orang lain, mencegah konflik, dan membuka jalan menuju komunikasi yang lebih baik.

Jadi, lain kali saat kamu berbicara dengan seseorang, cobalah untuk benar-benar mendengarkan. Kamu akan rasakan betapa besarnya dampak positif yang bisa dihasilkan dari mendengarkan dengan baik!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun