Mohon tunggu...
DIDIK FADILAH
DIDIK FADILAH Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan Ekonomi

Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian. (Pramoedya Ananta Toer)

Selanjutnya

Tutup

Diary

Ucapan Bisa Jadi Obat atau Luka? Begini Cara Memilih Kata yang Tepat

8 September 2024   09:49 Diperbarui: 8 September 2024   10:05 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernah nggak kamu ngerasa tersinggung sama kata-kata seseorang, padahal mungkin mereka nggak bermaksud begitu? Atau sebaliknya, kamu ngerasa cuma ngomong biasa aja, tapi orang yang mendengarnya malah jadi baper atau sakit hati? Nah, hal-hal semacam ini sebenarnya bisa dicegah kalau kita lebih bijak dalam memilih kata yang tepat.


Buku "Apakah Ucapan Bisa Menjadi Obat" karya Lee Ki-Joo memberikan pandangan mendalam tentang pentingnya memilih kata-kata. Dalam bukunya, Lee Ki-Joo mengibaratkan ucapan seperti obat: bisa menyembuhkan, tapi juga bisa jadi racun jika digunakan sembarangan. Jadi, yuk kita bahas gimana cara memilih kata yang tepat agar komunikasi kita jadi lebih efektif dan nggak bikin orang lain terluka!

Ucapan Sebagai Kekuatan

Kata-kata memiliki kekuatan yang luar biasa. Mungkin kita sering lupa bahwa apa yang kita ucapkan bisa berdampak besar pada orang lain. Kata-kata bisa jadi penyemangat yang bikin seseorang lebih percaya diri, tapi bisa juga jadi senjata yang melukai perasaan mereka.

Lee Ki-Joo menekankan bahwa ucapan itu seperti pedang bermata dua. Satu sisi bisa digunakan untuk melindungi, sementara sisi lainnya bisa menyakiti. Ini artinya, setiap kali kita berbicara, kita punya pilihan: apakah kita ingin memberikan energi positif atau malah menyebarkan rasa sakit?

Memahami Makna Kata

Kadang, kita nggak sadar kalau cara kita menyampaikan sesuatu bisa berbeda maknanya buat orang lain. Misalnya, saat kita berkata, "Kamu kok keliatan capek banget sih?", mungkin kita berniat menunjukkan perhatian. Tapi di telinga orang lain, ini bisa terdengar seperti kritik terhadap penampilan mereka.

Menurut Lee Ki-Joo, salah satu kesalahan umum dalam berkomunikasi adalah ketika kita hanya fokus pada apa yang ingin kita sampaikan, tanpa memikirkan bagaimana orang lain akan menerima pesan itu. Di sinilah pentingnya memahami makna kata. Kata-kata yang sama bisa punya efek yang sangat berbeda, tergantung pada situasi, konteks, dan siapa yang mendengarnya.

Empati: Kunci Memilih Kata yang Tepat

Salah satu poin utama dari buku ini adalah pentingnya empati dalam berkomunikasi. Empati artinya kita mencoba memahami perasaan dan kondisi orang lain sebelum berbicara. Dengan kata lain, sebelum kita mengucapkan sesuatu, ada baiknya kita berpikir, "Bagaimana ya perasaan orang ini kalau aku bilang begitu?"

Misalnya, ketika ada teman yang curhat tentang masalah pribadinya, dibandingkan mengatakan, "Ya udah, terima aja kenyataannya," mungkin lebih bijak jika kita bilang, "Aku bisa bayangin itu pasti berat buat kamu. Aku ada di sini kalau kamu butuh teman cerita." Kata-kata kedua menunjukkan lebih banyak empati dan perhatian, dan kemungkinan besar akan diterima dengan lebih baik.

Menurut Lee Ki-Joo, empati adalah dasar dari komunikasi yang sehat. Tanpa empati, ucapan kita bisa terdengar dingin atau bahkan kejam, meskipun kita nggak bermaksud begitu.

 Hindari Kata-Kata yang Menghakimi

Seringkali, kita tanpa sadar menghakimi orang lain lewat kata-kata kita. Misalnya, saat ada teman yang terlambat datang ke janji pertemuan, kita mungkin langsung berkata, "Kamu selalu aja telat!" atau "Kamu tuh nggak pernah tepat waktu, ya!"

Ucapan seperti ini bisa terdengar menghakimi dan bikin orang lain defensif. Alih-alih fokus pada masalah, ucapan tersebut malah menyerang pribadi orang tersebut. Padahal, mungkin dia terlambat karena alasan yang tidak kita ketahui.

Dalam bukunya, Lee Ki-Joo menyarankan agar kita lebih berhati-hati dengan kata-kata yang mengandung unsur penghakiman. Sebagai gantinya, kita bisa menggunakan kalimat yang lebih netral dan tidak menyudutkan, seperti, "Aku nunggu cukup lama, jadi mungkin kita bisa lebih tepat waktu di kesempatan berikutnya?"

Dengan begitu, kita tetap bisa menyampaikan keluhan atau ketidaknyamanan, tapi tanpa membuat orang lain merasa diserang.

Kata-kata Positif Membawa Dampak Positif

Salah satu hal yang paling ditekankan oleh Lee Ki-Joo adalah kekuatan dari kata-kata positif. Kata-kata positif nggak cuma bisa bikin suasana hati seseorang jadi lebih baik, tapi juga bisa memperbaiki hubungan dan meningkatkan rasa percaya diri seseorang.

Misalnya, ketika seseorang sedang dalam kondisi down, kata-kata positif seperti "Kamu pasti bisa melewati ini" atau "Aku yakin kamu punya kekuatan untuk menghadapinya" bisa memberikan semangat yang besar. Sementara itu, kata-kata negatif seperti "Kamu nggak akan bisa melakukan itu" hanya akan memperburuk keadaan.

Namun, Lee Ki-Joo juga mengingatkan bahwa kata-kata positif harus diucapkan dengan tulus. Kalau kita hanya sekedar bilang sesuatu yang baik tanpa ada kejujuran di dalamnya, orang lain akan merasa bahwa kata-kata kita kosong dan tidak berarti.

Komunikasi yang Efektif Butuh Latihan

Banyak dari kita mungkin merasa bahwa berbicara itu hal yang mudah---kita melakukannya setiap hari. Tapi, komunikasi yang baik dan efektif sebenarnya butuh latihan. Memilih kata yang tepat itu bukan hal yang datang dengan sendirinya, tapi harus terus dilatih dari waktu ke waktu.

Salah satu tips dari Lee Ki-Joo adalah dengan lebih sering merefleksikan cara kita berbicara. Setelah berkomunikasi dengan seseorang, coba deh tanya ke diri sendiri, "Apakah kata-kata yang aku ucapkan tadi sudah tepat? Apakah itu bisa menyakiti orang lain?" Dengan merenungkan hal ini, kita bisa lebih sadar tentang cara berkomunikasi kita dan perlahan-lahan menjadi lebih baik dalam memilih kata-kata.

Selain itu, cobalah untuk mendengarkan orang lain dengan lebih baik. Mendengarkan dengan penuh perhatian akan membantu kita memahami perasaan mereka, dan ini akan mempengaruhi cara kita merespons. Kalau kita tahu apa yang sedang dirasakan orang lain, kita akan lebih mudah memilih kata-kata yang bisa memberi kenyamanan daripada menambah masalah.

Pada akhirnya, Lee Ki-Joo mengajak kita untuk melihat ucapan sebagai sesuatu yang bisa menyembuhkan. Kata-kata yang baik dan penuh empati bisa menjadi obat bagi hati yang terluka, sementara kata-kata yang salah bisa memperburuk keadaan. Karena itu, mari kita mulai lebih bijak dalam berbicara. Pilihlah kata-kata yang membangun, yang membawa kedamaian, dan yang menunjukkan empati.

Setiap kata yang keluar dari mulut kita punya dampak, baik besar maupun kecil. Jadi, yuk belajar memilih kata yang tepat, karena ucapan kita bisa jadi obat yang menyembuhkan, bukan racun yang melukai!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun