Mohon tunggu...
Usman Didi Khamdani
Usman Didi Khamdani Mohon Tunggu... Programmer - Menulislah dengan benar. Namun jika tulisan kita adalah hoaks belaka, lebih baik jangan menulis

Kompasianer Brebes | KBC-43

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menelusuri Asal-usul Nama Sungai Pemali Brebes pada Jejak Legenda Ciung Wanara

9 Juni 2020   22:00 Diperbarui: 11 Juni 2021   12:47 7210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sisi utara sungai Pemali yang mengarah ke laut Jawa dilihat dari jembatan yang berada pada Jalan Pantura Jawa | dok. Tangkapan layar Google Maps

Bagi kita yang sering atau pernah melintas di Jalur Pantura Jawa baik dari Jakarta ke Semarang ataupun ke Jogja atau sebaiknya, tentu kita tidak asing dengan Brebes.

Daerah yang terletak di ujung barat Jawa Tengah yang berbatasan dengan Cirebon sebagai pintu gerbang Jawa Barat, mungkin akan lebih familiar bagi kita jika disebutkan telor asin dan atau bawang merah. Ya, telor asin dan bawang merah sebagai komoditas utama Kabupaten Brebes.

Melintasi Kabupaten Brebes, dari arah barat, persis sebelum masuk ke kota Brebes, kita akan menjumpai sebuah sungai yang disebut sungai Pemali. Konon, sungai ini sebagai pagar yang melindungi masyarakat Brebes dari serangan-serangan astral yang bermaksud jahat. Kiriman semacam teluh dan santet akan jatuh ke dalam sungai Pemali. 

Nama sungai Pemali berasal dari bahasa Sunda, pamali, yang berarti pantangan. Padahal, masyarakat yang berdiam di daerah sepanjang sungai Pemali hampir semuanya berbahasa Jawa (meski ada juga sebagian masyarakat Brebes sendiri, terutama yang tinggal di wilayah Selatan dan Barat Daya, berbahasa Sunda).

Lalu, mengapa bisa demikian? Mengapa pula disebut sebagai sungai pantangan? Pantangan dari apakah? 

Legenda Ciung Wanara

Sumber ilustrasi: dongengceritarakyat.com
Sumber ilustrasi: dongengceritarakyat.com
Nama Ciung Wanara mungkin sudah tidak asing lagi bagi kita. Kisah tentang seorang pemuda yang menang sabungan ayam dan kemudian menjadi raja. Kisah ini, mungkin pernah kita dapatkan dari buku bacaan atau cerita guru kita di sekolah dasar, karena memang kisah ini sudah terkenal sebagai salah satu cerita rakyat nusantara.

Legenda tentang Ciung Wanara pernah diangkat pula ke layar lebar yang diproduksi oleh Star Film dan dirilis pada tanggal 18 Agustus 1941 dengan judul Tjioeng Wanara.

Tersebutlah seorang raja, Prabu Permana Di Kusuma. Beliau adalah seorang raja yang telah memimpin kerajaan Galuh yang sangat luas dengan wilayah yang terbentang dari Ujung Kulon hingga muara sungai Brantas di Jawa Timur. Beliau telah memerintah dengan adil dan bijaksana, hingga rakyat Galuh pun sejahtera.

Suatu saat, Sang Prabu bermaksud lengser keprabon madeg pandhita  (melepaskan tahta dan menyepi, mendekatkan diri pada Sang Hyang Tunggal). Mahkota kerajaan pun kemudian diberikannya kepada salah satu menterinya, yang paling dipercayainya, Arya Kebonan. Sang Prabu Permana kemudian pergi ke Gunung Padang untuk menyepi. 

Baca juga: Sejarah Asal Usul Nama "Sungai Lasi" Kabun

Tak ada seorang pun yang mengetahui tentang peristiwa kepergian Sang Prabu dan serah terima tahta kerajaan kepada Arya Kebonan yang kemudian manglih rupa menjadi muda perkasa. Sebelum pergi, Prabu Permana sempat mewanti-wanti Arya Kebonan agar dapat memimpin kerajaan dengan adil dan bijaksana, seperti dirinya. Arya Kebonan menyanggupi.

Namun apa lacur, sepeninggal Prabu Permana, justeru Arya Kebonan menjadi lupa diri. Ia mengaku-aku sebagai Prabu Permana dan menyatakan bahwa dirinya telah kembali muda. Ia pun meminta hal tersebut diumumkan ke seluruh penjuru negeri Galuh, dengan menyematkan nama baru pada dirinya, Prabu Barma Wijaya. 

Semua orang yang tidak mengetahui ihwal yang sebenarnya, pun percaya, karena mereka pun percaya akan kesaktian Sang Prabu Permana. Kecuali Uwa Batara Lengser, penasihat Prabu Permana, yang telah mengenal betul siapa junjungannya itu. Karena seiring perubahan tersebut, Uwa Batara pun melihat perubahan watak yang begitu kentara.

Prabu Permana yang dulunya lemah lembut, kini menjadi kasar dan semena-mena. Uwa Batara yakin bahwa itu memang itu bukanlah Prabu Permana, namun Arya Kebonan yang memang mempunyai watak yang sangat mirip dengan Prabu Permana sekarang ini, yang seiring peristiwa itu pun seperti lenyap ditelan bumi. Namun, Uwa Batara pun tidak dapat berbuat apa-apa.

Prabu Permana mempunyai dua istri, Dewi Pangreyep dan Dewi Naganingrum. Keduanya pun, seperti yang lain, tidak mengetahui tentang perubahan pada suaminya tersebut, meski mereka pun merasakan adanya perbedaan pada orang yang bersanding sebagai suami mereka sekarang.

Sepeninggal Prabu Permana, Dewi Pangrenyep dan Dewi Naganingrum hamil. Dewi Pangrenyep kemudian melahirkan seorang bayi laki-laki yang kemudian dinamai Hariang Banga, sementara Dewi Nagaringrum, bahkan hingga memasuki bulan kesepuluh, belum juga melahirkan.

Suatu malam, saat mengunjungi Dewi Nagaringrum di bilik pribadinya, Prabu Barma Wijaya mendengar sebuah suara yang aneh. Suara yang keluar dari dalam perut Dewi Nagaringrum. Suara itu mengutuk Barma Wijaya bahwa kelak kekuasaannya akan berlangsung tidak lama karena telah melupakan janjinya pada Prabu Permana.

Tak ayal, Prabu Barma Wijaya pun menjadi gusar dan gelisah. Hingga kemudian diapun mencoba menghasut Dewi Pangreyep untuk menyingkirkan Dewi Nagaringrum. 

Dewi Pangrenyep yang memang sudah dilandasi dengan kecemburuan terhadap Dewi Nagaringrum, pun menuruti. Hingga akhirnya mereka dapat menyingkirkan Dewi Naganingrum, mengasingkannya ke suatu tempat. 

Sampai kemudian Dewi Nagaringrum melahirkan. Namun, dengan tipu muslihat Dewi Pangrenyep, bayi laki-laki yang dilahirkan oleh Dewi Nagaringrum digantikannya dengan seekor anjing. Sementara bayi yang dilahirkan dilarung ke sungai Citanduy.

Atas fitnah tersebut, akhirnya Dewi Nagaringrum pun dikucilkan.

Sementara bayi Dewi Naganingrum yang dilarung, berhasil diselamatkan oleh Aki dan Nini Balangantrang yang hidup di sebuah desa tepian sungai Citanduy, desa Geger Sunten. Bayi itu kemudian dirawat oleh Aki dan Nini Balangantrang. Bayi yang kelak dinamai Ciung Wanara.

Hingga kemudian beranjak dewasa. Ciung Wanara yang merasa gelisah dengan dirinya, kemudian memberanikan diri bertanya kepada Aki dan Nini tentang siapa sebenarnya dirinya. 

Setelah diceritakan tentang riwayatnya dulu, Ciung Wanara kemudian meminta ijin kepada Aki dan Nini untuk pergi mencari siapa sebenarnya orangtuanya, yang menurut Aki dan Nini kemungkinan adalah bangsawan. 

Akhirnya Aki dan Nini mengijinkan Ciung Wanara untuk pergi ke kota kerajaan. Aki dan Nini kemudian membekali Ciung Wanara dengan sebutir telur. Telur itu agar ditetaskan dengan mencari unggas untuk mengeraminya. Kelak, jika telur itu menetas sebagai ayam, dapat menemani Ciung Wanara.

Baca juga: Asal Mula Nama Sungai Bengawan Solo

Dalam perjalanannya ke kota kerajaan, Ciung Wanara tersesat ke sebuah hutan hingga masuk ke sebuah gua. Di dalam gua tersebut didapatinya seekor naga sedang melingkarkan diri, bertapa. Naga itu bernama Nagawiru yang tidak lain adalah penjelmaan dari Ajar Sukaresi alias Prabu Permana yang dulu mengasingkan diri dari istana.

Setelah berdialog dengan Ciung Wanara dan menyimak penuturan pemuda itu tentang asal-usul dan rencana kepergiannya, Nagawiru kemudian membantu Ciung Wanara untuk mengerami telur yang dibawanya, yang sampai kini Ciung Wanara belum menemui satu unggas pun untuk mengerami dan menetaskannya. Akhirnya, setelah dierami Nagawiru, telur itu menetas menjadi seekor anak ayam jantan.

Ciung Wanara pun kemudian pamit melanjutkan perjalanan. Semasa di dalam goa tersebut, Ciung Wanara pun sempat dilatih oleh Nagawiru dengan berbagai ilmu.

Hingga setelah sekian lama menempuh perjalanan dengan berbagai rintangan, dari naik gunung turun gunung hingga masuk hutan keluar hutan, akhirnya Ciung Wanara pun sampai di kota kerajaan. Dan anak ayamnya pun kini telah berubah menjadi ayam jantan yang perkasa.

Sesampainya di kota kerajaan Galuh, Ciung Wanara mendapati kebiasaan masyarakat di sana yang suka menyabung ayam. Pun raja Galuh sendiri, Prabu Barma Wijaya gemar melakukan sabung ayam.

Ciung Wanara akhirnya pun menyertakan ayam jagonya mengikuti berbagai pertandingan, dan selalu ayam Ciung Wanara dapat mengalahkan lawannya. Hingga akhirnya kehebatan ayam Ciung Wanara tersebut sampai ke telinga Prabu Barma Wijaya.

Sang Prabu pun kemudian menantang Ciung Wanara yang kemudian disanggupi Ciung Wanara dengan kesepakatan jika ayam jago Ciung Wanara berhasil memenangkan pertandingan, maka ia akan dihadiahi separuh wilayah kerajaan, namun jika sebaiknya, maka Ciung Wanara harus rela menyerahkan nyawanya. 

Pada akhirnya, ayam Ciung Wanara-lah yang memenangkan pertandingan. Ia pun kemudian menerima hadiah sebagaimana yang dijanjikan Sang Prabu. Ciung Wanara kemudian mendirikan kerajaan. 

Ciung Wanara yang kemudian telah berhasil mengetahui asal-usulnya, kemudian menyusun siasat untuk membalas dendam terhadap Prabu Barma Wijaya dan Dewi Pangrenyep.    

Ciung Wanara kemudian membangun sebuah penjara besi untuk memenjarakan Prabu Barma Wijaya beserta Dewi Pangrenyep. Iapun kemudian mengatur siasat. Ia kemudian mengundang Prabu Barma Wijaya dan Dewi Pangreyep untuk datang melihat-lihat penjara yang baru dibangunnya. Dan saat keduanya telah berada di dalam penjara, Ciung Wanara pun kemudian menutup pintu penjara.

Mendengar kabar tersebut, Hariang Banga naik pitam. Iapun kemudian mendatangi Ciung Wanara hingga terjadi duel di antara keduanya.

Baik Ciung Wanara dan Hariang Banga, keduanya sangat pandai berkelahi. Hingga perkelahian mereka sampai ke sebuah tepian sungai. Saat itulah Nagawiru alias Ajar Sukaresi yang telah mewujud kembali sebagai Prabu Permana, datang melerai. Prabu Permana kemudian mengungkapkan jika sebenarnya mereka berdua adalah bersaudara. Dan pamali bagi mereka berdua untuk saling berkelahi. 

Akhirnya Prabu Permana membagi kekuasaan kerajaan Galuh berdasarkan sungai tersebut. Wilayah di sebelah timur sungai diberikannya kepada Hariang Banga yang kemudian mendirikan kerajaan Jawa, dan wilayah di sebelah barat, diberikan kepada Ciung Wanara. 

Karenanya, sebagian masyarakat Brebes juga sampai sekarang masih ada yang menggunakan bahasa Sunda. Sementara sungai tersebut kemudian dinamakan Cipamali atau Sungai Pamali, yang kemudian lebih terkenal dengan nama Sungai Pemali atau Kali Pemali dalam sebutan masyarakat Brebes.  

Baca juga: Jejak Kerajaan Majapahit di Sebuah Sungai di Desa Olean Kecamatan Situbondo

Sasakala Siloka
Legenda Ciung Wanara seperti tersebut di atas sebenarnya hanyalah sebuah sasakala dalam bentuk siloka.

Sasakala adalah dongeng atau cerita rakyat yang mengisahkan tentang asal-usul yang meski sebagian besar hanya cerita rekaan namun cerita tersebut didasarkan pada kisah yang sebenarnya di mana penokohan yang ada di dalamnya pun biasanya menggunakan nama-nama yang ada pada kisah aslinya. 

Dapat disebut sasakala merupakan sebuah cerita fiksi sejarah. Sasakala berkembang sebuah sebuah cerita lisan yang turun temurun. Sementara siloka adalah carita pesekeun, sebuah cerita kiasan, cerita yang sarat dengan lambang-lambang dan filosofi. 

Legenda Ciung Wanara adalah sebuah sasakala tentang asal-usul nama sungai Pemali yang terbujur membelah kabupaten Brebes dari Selatan hingga Utara, sekaligus asal-usul Jawa dan Sunda. Apa yang dituturkan pada legenda Ciung Wanara di atas tentu tidak sepenuhnya sesuai kisah yang sebenarnya. 

Seperti tentang siapa sebenarnya Prabu Permana dan juga Prabu Barma Wijaya, dan hubungan kekerabatan yang ada pada kerajaan Galuh, pada legenda tersebut, bisa saja hanyalah rekayasa yang tentu akan berbeda dengan apa yang kita dapatkan dalam cerita sejarah sesungguhnya.

Demikian halnya cerita penghanyutan Ciung Wanara yang masih bayi dan peristiwa sabung ayam mungkin tidak akan kita dapatkan pada versi sejarah aslinya. 

Namun, secara garis besar, apa yang disampaikan pada legenda Ciung Wanara memang benar-benar terjadi, namun karena ia berbentuk siloka maka tentu butuh pemahaman yang mendalam agar kita bisa mencerna isinya. 

Semoga bermanfaat.
Referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun