Di masa-masa sekarang ini, di mana yang namanya "jarak" dalam sebuah "hubungan" sangat berarti bagi kita. Jarak secara fisik. Terutama bagi kita yang mempunyai keluarga, kerabat atau teman yang tinggal di luar kota, yang sebelum-sebelumnya dapat kita kunjungi sewaktu-waktu namun di masa-masa sekarang ini, hal itu sulit dilakukan.
Jika Anda melewati masa remaja sebelum tahun 2000-an, dan Anda pernah mengalami LDR dengan pacar atau keluarga, tentu Anda akan merasa bersyukur dengan keadaan sekarang ini jika dibandingkan dengan masa-masa tersebut.
Betapa tidak. Ketika satu-satunya komunikasi jarak jauh yang bisa kita lakukan, pada masa itu, adalah dengan surat-menyurat via pos, untuk mengetahui kabar 'yang di sana' kita mesti sabar menunggu berhari-hari bahkan bermingu-minggu.Â
Paling banter kita bisa mendapatnya sehari atau dua hari, melaui surat kawat atau telegram. Itu pun biasanya untuk hal-hal yang sifatnya begitu penting, seperti mengirim kabar duka. Dan bersifat satu arah. Dan sangat mahal biayanya. Sesekali memang kita bisa menggunakan telpon.Â
Namun, untuk komunikasi jarak jauh (interlokal apalagi internasional), telpon pun akan terasa begitu mahal. Pun bila di tempat tinggal kita tersedia telpon. Jika tidak, kita mesti pergi ke wartel sebab melalui telpon umum yang ada di pinggir-pinggir jalan, biasanya hanya dapat digunakan untuk komunikasi lokal.
Beruntung kemudian hadir telpon selular. Meski masih terbatas SMS-an (biaya telpon interlokal melalui ponsel pun masih cukup mahal apalagi jika beda operator). SMS yang terbatas hanya 160 karakter!Â
Masa awal kehadiran ponsel, kita memang hanya dapat mengirimkan pesan dalam sekali SMS maksimal 160 karakter. Jika lebih, maka kita mesti melanjutkannya dengan SMS kedua, ketiga, dan seterusnya. Meski biaya SMS dari dulu memang relatif murah. Namun menulis SMS secara berulang, tentu menjadi hal yang kadang membosankan. Walhasil, masa-masa itu pun, kita akrab dengan kata-kata singkatan pada SMS yang mungkin jika kita baca lagi sekarang, kita pun akan mengernyitkan kening terlebih dahulu. "rd1lgkt4ygd7". Anda masih ingat?
Rumusnya sebenarnya gampang jika kita masih mengingatnya. Anak-anak remaja sekarang pun masih menggunakannya.
Pertama, eja angkanya (bisa dalam bahasa Indonesia, Inggris ataupun daerah), setelah itu coba diraba maksudnya. Jika diperlukan kita dapat memisah-misahkan rangkaian katanya. "rd1lgkt4ygd7", "rdwanlgktempatygdtuju", "rdwan lg k tempat yg dtuju", "ridwan lagi ke tempat yang dituju". Simpel, bukan?
Warnet
Memasuki era 2000-an, menjadi remaja kala itu, kita lebih beruntung. Dengan berkembangnya internet yang juga masuk ke dalam sistem ponsel kita, komunikasi dapat lebih mengasyikan dan berwarna. Pesan yang kita kirimkan dapat menjadi lebih panjang. Dari SMS meningkat menjadi MMS. Beralih ke YM atau Yahoo! Messengger. Meski jaringannya masih sebatas 2G atau GPRS.
Teknologi 2G memang telah hadir sebelum tahun 2000, namun penggunaannya secara umum di seluruh pelosok, baru menyebar pada tahun 2000-an.
Dan di era 2000-an, selain wartel yang biasa kita kunjungi untuk melakukan komunikasi, warnet merupakan salah satu tempat favorit lainnya bagi kita. Di warnet, akses berinternet kita menjadi lebih leluasa.Â
Jika di ponsel kita terbatas untuk melakukan chatting ataupun browsing hanya berupa teks atau gambar sederhana berbasis WAP, di warnet kita bisa menikmatinya dengan lebih nyaman, hingga dapat saling berkirim gambar ataupun foto dengan resolusi yang lebih memadai. Pun kita bisa berselancar dengan lebih leluasa serta bersosial media.Â
Ya, meski saat itu istilah sosial media belum lagi populer. Dan kegiatan sosmed kita masih terbatas di Chat Room Yahoo! maupun lainnya seperti mIRC, ataupun Milis. Belakangan, muncul Friendster sebagai media sosial terbesar pertama yang dapat kita nikmati. Meski masih begitu sederhana jika dibandingkan dengan Facebook atau media sosial lainnya saat ini.
Internet memang telah ditemukan dan digunakan sejak awal tahun 70-an. Namun, internet mulai merambah ke Indonesia menjelang tahun 90-an dan mulai ramai digunakan orang secara umum pada tahun 2000-an.
Kini, internet telah mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Dari hanya saling berkirim teks untuk berkomunikasi, kini kita bahkan bisa bertatap mata dan ngobrol secara langsung bahkan dengan puluhan orang lainnya secara bersamaan.
Berkah di Tengah Wabah
Bagi saya, kehadiran internet di tengah wabah yang telah sedemikian membatasi ruang gerak kita, merupakan suatu berkah yang sangat besar. Saya membayangkan jika pada situasi seperti sekarang ini, tidak ada yang namanya internet.Â
Saya membayangkan jika komunikasi masih jadul, yang untuk melakukan panggilan via ponsel biayanya bisa melambung  ke langit. Atau bahkan hanya surat-menyurat yang dapat kita lakukan. Betapa susahnya saya bisa berkomunikasi dengan orang tua dan saudara-saudara saya yang jauh-jauh.
Internet juga telah semakin memudahkan banyak pekerjaan dan aktifitas yang saya jalani.
Meski, pada satu sisi yang lain, internet pun seringkali menjadi musibah bagi saya. Serbuan informasi yang datang dari berbagai penjuru yang tidak selalu benar namun seringkali berisi hal-hal yang menyesatkan, mau tidak mau memaksa saya untuk bisa memilah dan memilihnya, membuka dan menutup jendela mana saja yang dapat menjadi ruang masuk bagi berbagai informasi tersebut.
Lalu, bagaimana internet buat Anda sendiri? Apakah Anda juga merasa terbantu dengan adanya internet atau, "ah masa bodoh, nggak ada internet semuanya juga baik-baik saja"?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H