Mohon tunggu...
Usman Didi Khamdani
Usman Didi Khamdani Mohon Tunggu... Programmer - Menulislah dengan benar. Namun jika tulisan kita adalah hoaks belaka, lebih baik jangan menulis

Kompasianer Brebes | KBC-43

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mudik Sebaiknya Tetap Dikelola, Bukan Dilarang

29 Maret 2020   12:50 Diperbarui: 2 April 2020   14:33 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
suasana mudik di pelabuhan. gambar: bisnis.com

Pembicaraan yang semakin hangat terkait wabah COVID-19 adalah tentang mudik. Mudik atau pulang ke kampung halaman bagi para perantau. Kegiatan ini memang bisa terjadi atau dilakukan kapan saja. Namun, menjelang lebaran seperti sekarang ini, kegiatan ini memang akan semakin meningkat.

Dari data yang disajikan tirto.id di sini, meski pada lebaran tahun 2019 kemarin terjadi angka penurunan jumlah pemudik jika dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar 2,42%, tetap angka yang ada bisa dibilang fantastis yaitu sebesar 18.343.021. Toh, penurunan yang ada hanya terjadi pada moda Angkutan Udara sementara pada moda transportasi lainnya tetap mengalami kenaikan. Artinya, bagi masyarakat menengah ke bawah, mudik lebaran tetap menjadi sesuatu "wajib".

Mudik, terutama mudik saat lebaran, memang menjadi sesuatu yang sakral bagi sebagian besar masyarakat yang hidup di perantauan. Berkumpul bersama keluarga di kampung halaman setelah penat bekerja selama setahun, bersilaturahmi dengan para orang tua dan saudara yang hanya dapat dilakukan setahun sekali, dan banyak lagi lainnya, menjadi alasan yang tidak bisa dielakkan. Termasuk, banyak dari mereka yang tidak ingin dicap sebagai Bang Toyib.

Jika memang mudik lebaran akan benar-benar dilarang, maka larangan ini pun mesti berlaku untuk semua, baik yang menggunakan pesawat maupun kendaraan pribadi

Namun, untuk lebaran kali ini, terpaksa para perantau mesti menarik nafas panjang dan memendam keinginan mereka untuk mudik dalam-dalam. Kondisi yang semakin mencekam akibat ketakutan dari penyebaran virus SARS-CoV-2 sebagai biang wabah COVID-19, agaknya akan menutup kesempatan mereka untuk mudik.

Kebijakan yang Dilematis

Namun, kita pun perlu memperhatikan dan mempertimbangkan perilaku dari masyarakat kita. Kita ingat kemarin-kemarin bagaimana crowded-nya masyarakat ketika diberlakukan kebijakan pembatasan angkutan massal oleh pemprov DKI. Penumpukan justru meningkat di berbagai stasiun krl dan halte busway. Meski berbeda penyebab dan alasannya, kondisi demikian dapat saja terjadi dengan adanya kebijakan pelarangan atau pembatasan mudik.

Dengan diberlakukannya larangan atau pembatasan mudik menggunakan transportasi massal bagi masyarakat, tidak menutup kemungkinan masyakarat akan tetap nekat melakukan mudik. Bagaimanapun caranya. Ketika angkutan transportasi massal banyak yang ditutup, biasanya akan bermunculan angkutan-angkutan gelap. Melalui moda transportasi inilah, masyarakat yang biasa mudik menggunakan angkutan umum, melakukan mudik, yang pada satu sisi justeru sebenarnya merugikan masayarakat itu sendiri, di mana biasanya tarif yang diberlakukan bisa berlipat-lipat dari tarif angkutan biasa lainnya.

Kenekatan mudik tidak bisa dilepaskan dari prinsip yang masih banyak dianut oleh sebagian besar masayarakat, "makan tidak makan yang penting kumpul", selain berbagai alasan yang telah saya sebutkan di depan. Meski uang yang dimiliki hanya pas-pasan bahkan hanya cukup untuk membayar ongkos mudik, jika ada kesempatan untuk mudik, mereka tetap akan mudik. Dan kesempatan itu pun akan terus mereka cari hingga dapat.

Bagi kita yang bisa berpikir rasional, bisa menimbang manfaat dan bahaya mudik di tengah ancaman wabah COVID-19, mungkin akan menganggap tindakan mereka sebagai sesuatu yang konyol. Namun, bagaimanapun, demikianlah adanya kondisi masyarakat kita.

Mudik Bersama

Karenanya, hemat saya, alih-alih mudik itu dilarang, sebaiknya ditata dan dikelola dengan baik. Mudik bersama tetap perlu diselenggarakan. Misalnya dengan pemerintah daerah masing-masing tetap mengirimkan armada penjemputan bagi mereka yang akan mudik ke daerahnya.

Dengan mengorganisir orang-orang yang akan mudik dikonsentrasikan ke lebih banyak titik, pemeriksaan kesehatan dan juga pengkarantinaan--jika memang diperlukan, akan menjadi lebih mudah.

Dengan penataan dan pengelolaan yang baik, penyebaran COVID-19 pun akan dapat lebih diminimalisir atau bahkan dicegah. Orang-orang yang akan mudik dapat diarahkan atau dipilah dengan baik. Syukur-syukur mereka dapat diberi pengertian untuk mau mengurungkan atau menunda niatnya untuk mudik hingga keadaan lebih kondusif. Penumpukan di stasiun, terminal, serta pelabuhan dapat dihindari. Kerugian yang lebih besar pun dapat dihindari.

Ya, mungkin ini adalah wacana yang paling buruk, ide terburuk dari sekian wacana dan ide yang ada tentang mudik. Tapi bagaimanapun, kita memang perlu mempersipakan segalanya, bahkan untuk kondisi terburuk sekalipun, agar segala kemungkinan yang tidak kita inginkan, dapat kita upayakan pencegahannya. Kita tidak bisa mengabaikan begitu saja fakta dan fenomena yang ada. Kita tidak dapat menutup mata dan hati kita begitu saja.

Musibah bukan hanya tentang akan semakin banyaknya orang terserang virus corona, dan kekhawatiran kita terserang virus corona. Tapi musibah pun adalah ketika kita tidak bisa berempati lagi kepada sesama. Menuding orang lain tidak mau peduli sementara kita mengabaikan hal yang sangat penting bagi mereka, mengabaikan keadaan mereka.

Jika memang mudik lebaran akan benar-benar dilarang, maka larangan ini pun mesti berlaku untuk semua, baik yang menggunakan pesawat maupun kendaraan pribadi, bagi siapapun. Dengan demikian, kesedihan mereka yang biasa mudik menggunakan angkutan massal karena batal mudik, tidak bertambah dengan adanya kecemburuan sosial. Salam!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun