Mohon tunggu...
Didik Sedyadi
Didik Sedyadi Mohon Tunggu... Administrasi - Suka berdiskusi tentang matematika bersama anak-anak SMAN 1 Majalengka. Hobby menulis. Tinggal di Majalengka Jawa Barat

Suka berdiskusi tentang matematika bersama anak-anak SMAN 1 Majalengka. Hobby menulis. Tinggal di Majalengka Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Kaligrafi Bunga Tulip

15 Mei 2016   12:52 Diperbarui: 13 April 2018   20:06 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pukul 10.15 April mendahului meninggalkan teras masjid sekolah.  

Nurani, sahabatnya, mengiyakan ketika dimintai ijin. Namun setelah diijinkan justru April tertegun. Gadis itu berhenti, seperti berfikir.

“Ada apa Pril? Ada yang lupa?” tanya Nurani heran.

“Kamu memanggilku Nur?” April justru bertanya balik.

“Siapa yang memanggilmu? Enggaak!”

“Ada yang memanggil .....” kata April bergumam.

“Kamu serius Pril?”

“Iya.”

“Hihi ... itu bisikan malaikat!”

“Aaaahh.... kamu Nur! Okelah siap kalau itu malaikat Ridwan!”

“Amiiiinnn.... ngikut kalau yang manggil malaikat Ridwan!”

“O ya sudah, aku duluan....” kata April bergegas. Nurani hanya menggelengkan kepalanya seraya tersenyum melihat sahabatnya seperti orang bingung.

Waktu istirahat tinggal lima belas menit lagi. April buru-buru memesan makanan untuk mengisi perutnya. Sejak pagi ia belum sempat sarapan, sebuah kebiasaan jelek gadis itu sering tidak sarapan pagi. Enek, katanya. Makanya ia biasa makan pagi pas istirahat sekolah.

Sambil menunggu pesanan datang, gadis itu membuka HP untuk membunuh waktu. Namun tiba-tiba ada perasaan aneh yang ia rasakan di dadanya. Seperti ada yang memanggil namanya. Gadis itu menoleh. Banyak anak-anak yang sedang makan di kantin, namun tak ada yang ia rasakan berkait dengan getaran tadi. Ia edarkan pandangannya ke sekeliling. Tetap saja tak ada yang menarik.

Usai makan ia kembali ke kelas. Ia masukkan tas mukena warna hijau muda itu ke laci. Ia menatanya. Tiba-tiba tangannya seperti merasakan ada barang yang mengganjal di dalam mukena itu. Dengan penuh penasaran ia mengambil mukena, kemudian ia buka talinya.

April kaget. Matanya melotot. Ia mendapati sebuah stiker yang menurutnya sangat bagus.

 “Masya Allaaah.....” gadis itu berguman.

Sifa-Photography
Sifa-Photography
Dua makna yang ia ucapkan, satu memang ia sangat kagum dengan gambar dalam stiker itu. Yang kedua, tulisan dalam stiker itu memang “Masya Allah”, dengan hiasan bunga tulip kuning. Terlebih dalam stiker itu ada tulisan “13 April 2016”. Itu hari ulang tahunnya.  Gadis itu ingat, ini tanggal satu April. Ada seseorang yang mengingatkan hari penting baginya. Siapa? Pikirannya berjalan cepat mengingat teman-teman yang dekat dengan dirinya.  Stiker itu ia amati lama. Ia membalikkan sehingga bagian belakang kelihatan. Tak ada apa-apa. Semula ia berharap ada tulisan atau apa, tapi nihil.

Beberapa saat kemudian April melihat Nurani datang bersama Wirawan, ketua kelas. Gadis itu memberi kode kepada Nurani agar keluar lagi. Kini keduanya ada di teras kelas.

“Ada apa Pril, dari tadi masjid kamu kok aneh melulu!” tanya Nurani heran.

“Sssst .... aku nemu ini.” Kata April sambil menunjukkan stiker kepada Nurani.

“Ouuww... bagus banget. Nemu di mana?”

“Di dalam tas mukena.”

“Di situ?”

“Iya.”

“Halaaaahhh... kamu Pril, Apriiiil .. paling juga kamu yang naruh sendiri, biar disangka ada yang lagi caper sama kamu heheee.....!”

“Ah kamu Nur! Nggak bisa melihat orang senang.”

“Kamu senang?”

“Ya iyalah, lihat iniiii..... baca .... bacaaa!” kata April sambil menunjuk tanggal yang tertulis.

“13 April? Bukanya ini hari ulang tahunmu?”

“Itulah! Itu, itu .....”

“Waaah.... ada yang siap-siap ngerjain kamu pas ulang tahun nanti!”

“Nggak mungkin, usai UN tanggal 6 kita sudah nggak ke sekolah lagi. Amaan!”

“Pasti ia akan datang ke rumahmu.”

“Ngapain?”

“Ya ngelamar laaah!” kata Nurani sambil terkekeh-kekeh.

“Kacaw kamu ah Nur! Kalau yang datang perempuan kaya kamu?”

“Waaah ... jangan deh!”

***

Tanggal 13 April 2016.

Pagi-pagi April memarkir motornya di depan teras.  Gadis itu berniat datang ke sekolah, walaupun dapat dipastikan tinggal sedikit teman-temannya yang ada di sana. Yang penting Nurani akan datang, dan mungkin beberapa teman yang ada bisa membuat acara mendadak.

Usai sarapan gadis itu keluar rumah. Ia mengambil helm dan mencangklong tas. Ketika ia menghampiri motornya, matanya terbelalak. Ya Allaaaah! Pekiknya. Ia melihat di jok motornya tergeletak stiker kaligrafi dengan bunga tulip kuning.

Dengan tangan gemetar ia meraih stiker itu. Tanggal 13 April. Ini adalah hari ulang tahunnya. Gadis itu mengatubkan bibir. Dadanya bergetak. Ia menoleh ke arah jalan. Ia kaget ketika mendengar deru motor dengan cepat menjauh di gang depan rumahnya. Ia mengejar. Terlambat. Ia hanya sempat melihat pengendara motor yang tergesa berbelok di gang satunya lagi. April mendesah. Ia menggelengkan kepala. Tapi ia memastikan bahwa itu laki-laki.

Perlahan gadis itu menyusuri gang depan rumahnya, mengikuti arah pengendara sepeda motor misterius. Hatinya penasaran. Ia ingin tahu banget, siapa yang mengirim stiker kaligrafi tulip kuning yang kini keduanya ada di dalam tasnya.

Sampai di sekolah beberapa temannya telah datang.

Benar juga, anak-anak kelas XII hanya sedikit yang datang. Nurani, Pindi, Citra, Wirawan, Amar, dan Hidayat. Satu grup dhuha putri, satu grup dhuha putra.

“Terima kasih atas ucapan ulang tahun kalian.... “ kata April usai menerima ucapan selamat ulang tahun dari teman-temannya.

“Nggak dirayakan Pril?” tanya Wirawan, sang ketua kelas.

“Nggak ah.”

“Kan bisanya ada yang meriah, makan bareng, tiup lilin bareng....”

“Yah, biarlah mereka yang seperti itu. Kita masing-masing punya cara untuk memperingati ulang taun kita, atau paling tidak ulang tahunku.”

“Lebih rame kalau dia punya pacar! Lah ini, ulang tahun sepi-sepi saja!” celutuk Citra.

“Iiiiih Citra jangan buka rahasia aaah!” kata April sambil menabok lengan Citra.

“Jadi gaya kamu gimana?” sela Nurani.

“Kita shalat dhuha  bareng.” Jawab April sambil terkekeh.

“Iya, tapi jangan berjamaah!” Wirawan mengingatkan.

“Kenapa?” tanya Citra.

“Nggak ada haditsnya! Hahaaa!”

“Tapi aku janji, nanti usai shalat dhuha, aku kalian traktir. Kita mau makan apa? Mau baso? Mie ramen, atau apa?”

“Horeeee!!! Akhirnya yang ditunggu-tunggu muncul juga! Nah gitu Pril.. sekarang ayo kita shalat dulu!”

Enam sahabat bergegas meninggalkan kelas. Mereka berjalan beriringan. Ketika mereka sampai di depan aula, ada gadis yang menghampiri rombongan.

“Santi? Tumben .... mau ikut dhuha yok?!” tanya Nurani mendahuli ketika gadis itu mendekat.

“Enggak! Aku cuma ada perlu sama Wira.” kata Santi sambil menunjuk  Wirawan.

“Tuuh Wir!” kata Nurani.

Wirawan menjauh dari rombongan, pamuda itu berbicara beberapa saat dengan Santi. Kemudian berbalik lagi.

“Teman-teman, maaf kali ini aku cabut dulu dari acara kalian ya. Aku ada perlu sebentar dengan Santi.” kata Wirawan dengan menyesal.

“Yaaa nggak apa-apa.... silakan! Kita berlima masih heboh kok!” kata Hidayat mempersilakan.

Wirawan berlalu bersama Santi berjalan ke arah timur. April tertegun. Ia tatapi kepergian Wirawan bersama Santi dengan masygul. Ia kecewa. April tidak sadar dari tadi Nurani mengamati paripolahnya. April terhenyak ketika Nurani menyenggol lengannya.

“Ssst .... “

“Eh, ehh... apa? Ada apa Nur?”

“Hei Pril! Kamu kok bengong gitu sih? Kenapa? Ngiri?”

“Ngiri apaan?” tanya April sambil tersipu.

“Ngiri apa cemburu?”

“Cemburu apaan?”

“Cemburu sama Santi!”

“Iiih.... memangnya Wira itu apaku?”

“Calon jodohmu!”

“Amiiiin....!” kata April sambil menutup mukanya.

“Hah??!!! Apa Priiiil?” Nurani kaget sambil tertawa tak percaya atas kata-kata April.

“Apa? Kamu ngomong apa Nur?”

“Lah kamu tadi mengamini apa?”

“Mengamini apa maksudnya?”

“Apriiiillll..... istighfar Pril. Tadi kamu sedang berfantasi terlalu dalam ya?”

“Fantasi apa?”

“Aku bilang Wira itu calon jodohmu!”

“Lalu?”

“Kamu mengamininya, amiiiin gituuuh!”

“Hah? Bener Nur?”

“Iya, swear! Kamu ngong gitu!”

“Aduuuuhhhh Nurrr ..... malu...... maluuuu......”

April memeluk sahabatnya erat-erat. Nurani meronta. Tapi April tak melepaskannya.

“Janji dulu ...janji... nanti kulepas.”

“Janji apa?”

“Jangan ngomong sama yang lain....”

"Iya deh, nyerah... nyeraah!"

“Ya sudah..... hhhh.... malu.... malu Nuuur... kok bisa kelepasan gitu ya?” kata April sambil perlahan  melepas Nurani. Nurani menjauh sambil terkekeh-ekeh berjalan cepat mendahului. April mengikuti.

“Aku nggak akan ngomong ke yang lain Priiil.... tapi.....”

“Tapi apa?”

“Tapi aku mau ngomong ke Wirawan hahahaaa......!”

“Jangan Nuuuuurrrr...... aduuuuhhhhh......!”

***

Tanggal 9 Mei 2016 merupakan hari bahagia bagi sebagian siswa, sekaligus merupakan hari yang membuktikan bahwa sebuah cita-cita harus diperjuangkan lebih berat lagi. Pengumuman SNMPTN jalur undangan tanpa tes SMAN 1 Majalengka hanya menentukan 117 siswa. Sisanya harus berjuang lagi di SBMPTN.

“Selamat Pril, kau hebat. Unpad, bukan main. Matematika lagi, bukan main!” kata Wirawan dengan wajah lesu.

“Biasa saja Wira. Aku diterima itu karena ditakdirkan lebih dulu masuk perguruan tinggi,.”

“Tapi bahagia kan?”

“Ya kalau itu manusiawi. Nggak usah kecewa.”

“Biarkan hari ini aku kecewa dulu.”

“Aaah, kayak bukan Wira yang aku kenal. Wira yang tangguh.  Kesuksesan orang tidak harus bersamaan waktunya.”

“Iya, tapi hari ini kamu yang menang.”

“Kamu jangan merasa kalah dari aku. Kita tidak sedang bertanding. Jurusan yang kita pilih berbeda, universitaspun berbeda.”

“Iya sih.”

“Wira, persaingan kita selama ini memang sudah kita sepakati bersama kan? Kita telah sepakat kalau kita gagal, kita sikapi wajar. Kita memang pernah optimis, kita bersama-sama bisa lolos!”

“Iya... iya... tapi mau bagaimana lagi Pril...”

“Wira, tapi kamu masih punya semangat kan?”

“Masih. Sedikit.”

“Mengapa sedikit?”

“Nggak tahu.”

“Kamu harus cari sumber motivasi untuk menghadapi SBMPTN.”

“Oh iya Pril, sahabatmu juga ada tidak lolos ya?”

“Siapa? Banyak kok ....”

“Yang satu itu.”

“Yang mana?”

“Hehe... yang mana .... yang pinter nyanyi itu.”

“Ooooh... aaah kamu Wir! Ngaco saja. Iya sih, memang nggak masuk.”

“Kamu nggak hibur dia?”

“Hibur gimana?”

“Yah gimana kek?”

“Ah sudahlah Wir.”

Beberapa jenak keduanya saling diam. Keduanya seperti sepakat melihat HP masing-masing. Hari itu traffic obrolan dan informasi , baik yang melalui SMS, FB, Line maupun WA. Isinya tentu sekitar pengumuman SNMPTN.

“Pril, ntar akhir Mei datang di perpisahan kelas kita ya?” kata Wirawan mengingatkan April. Gadis itu menoleh.

“Insya Allah, mudah-mudahan tidak bentrok dengan registrasi di kampus.”

“Pril, kamu nggak hibur aku?”

“Aaah Wira, kan dari tadi aku sudah menghiburmu. Mau dihibur lagi, boleh, mau dihibur apaan? Ngomong saja.”

“Pril, kamu kan pernah upload gambar di FB-mu kan, aku suka. Ternyata ada jiwa seni dalam dirimu. Aku nggak nyangka kamu bisa melukis bagus.”

“Ah yang mana?”

“Lihat ini.....” kata Wirawan yang ternyata diam-diam sedang membuka FB April.

dok. pipih aprianita
dok. pipih aprianita
“Aaaah Wira, malu ..... gambar kayak gitu kok dibilang bagus!”

“Asli bagus Pril, komposisi warnanya indah banget.”

“Aaa bisa saja kamu Wir!”

“Ini juga indah ..... malah indah banget” 

“Yang mana?”

“Iniiii.....” kata Wirawan sambil menggeser ke gambar berikutnya.

dok. pipih aprianita
dok. pipih aprianita
“Aaaahhh Wiraaa..... malu ...... itu belepotan “

“Ini jarimu kan?”

“Iya.”

“Warna-warni indah. Artistik. Kalaupun nggak ada belepotan akriliknya juga tetap indah!”

“Gombaaal!”

“Pril.... ini yang paling aku suka.”

“Mana?”

“Ini!”

dok. pipih aprianita
dok. pipih aprianita
“Heheee.... maluuuu Wiraaa.... sudahlah Wiraaa, sudaaah!”

“Beluuuum Pril! Aku mau tanya nih!”

“Apa?”

“Ini pasti April sedang berfantasi. Yang jari tengah berkerudung, pasti ini April. Lah yang satunya, yang telunjuk itu siapa Pril?”

“Iiiiiihh ..... enggaaaak..... nggak mau!”

“Ayo dong Pril, siapa yang kamu fantasikan.”

“Rahasia.” April tersipu.

“Rahasia apa?”

“Rahasia ya rahasia ....”

“Pril, seandainya ..... se.... andai .... aah... sandainya ....”

“Apa?”

“Seandainya yang telunjuk itu orang yang baru gagal SNMPTN ..... betapa ia akan memiliki semangat yang tinggi untuk menembus SBMPTN...”

Dada April berdegup cepat. Matanya tiba-tiba terasa panas. Bibirnya terkatub. Ia tak berani melihat ke arah Wirawan. Ia tahu bahwa orang yang gagal yang dimaksud adalah Wirawan sendiri. Ada perasaan iba yang dalam atas kalimat yang baru saja ia dengar. Betapa kalimat sederhana itu bermakna sangat dalam.

Tak tertahan airmata April menetes. Ia membayangkan betapa bahagianya Wirawan seandainya pemuda itu lolos SNMPTN. Tak akan muncul kalimat itu. Tapi mungkin kalimat ini tak akan April dengar jika Wirawan lolos SNMPTN. Kalimat yang menunjukkan pengharapan yang sangat dalam dari dirinya.

“Kenapa nangis Pril.... aku salah ya?”

“Nggak... nggak tahu......”

“Maafkan Wira kalau begitu, maaf ucapanku tadi.....”

April menyeka air mata dengan punggung tangannya. Tak diduga Wirawan menyorongkan saputangan.

"Pakai ini ..... " katanya perlahan. April menoleh. Matanya masih basah.

"Enggak Wir, terima kasih."

"Ya sudah nggak apa-apa. Tapi kalau kamu nangis gitu aku suka melihatnya...."

"Hhh!"

"Aku yang gagal saja nggak nangis, kamu yang sukses malah nangis."

"Wiraa!"

"Air matanya artistik! Hihi.... cantiiik....."

"Wiraaaa!! Sebel, sebel, sebeeeel!"

***

Perpisahan kelas di rumah Wirawan.

Hari itu hampir seluruh warga kelas berkumpul. Perpisahan resmi di sekolah telah dilakukan tanggal 16 Mei 2016. Akhir Mei ini memang mereka sepakat  membuat acara yang lebih meriah. Tukar cendera mata rahasia. Kuis, menyanyi, berpuisi, berbalas pantun dan sebagainya.

Hari itu April memberikan hadiah khusus kepada Wirawan, lukisan kaligrafi yang baru. Yang dulu pernah ditunjukkan Wirawan, sudah dikumpulkan sebagai tugas mata pelajaran Seni Rupa. Pemberian April diterima dengan sangat bahagia. Bahkan Wirawan langsung memasangnya di dinding. April menahan senyum. Ada perasaan bangga dan bahagia melihat lukisan tangannya yang semakin indah dengan pigura warna silver menghiasi ruang tengah di rumah Wirawan.

Saat acara makan dimulai, pemuda itu memberi kode April untuk mendekat. Wirawan mengajak gadis itu duduk di teras sisi rumah.

“Terimakasih lukisannya Pril .. bagus.”

“Malu ah!”

“Biar orang tuaku melihatnya setiap saat.”

“Iiih!”

“Biar adik-adikku melihat lukisan kakaknya. Kak April .... hehee... bagus kan? Kak April!”

 April membuang muka ke arah taman. Tapi Wirawan melihat gadis itu melengos smabil menahan senyum. Mata April melihat bunga-bunga. Tiba-tiba gadis itu tertegun.Pandangannya terpaku pada sebuah kuncup bunga warna kuning yang hampir mengembang. Tuliiip..... bibirnya bergumam.

“Apa Pril? Tulip?”

“Oooh... tidak, anu .... eh iya, bukankah itu bunga tulip?”

“Oo iya. Itu ibu yang memanam. Agak susah memeliharanya Pril. Itu saja sudah hampir setahun baru berbunga akhir-akhir ini. Untung saja mau berbunga.”

“Masya Allaaaah.... indahnya.... “  gumam April sambil tidak sadar tangannya membuka tas, dan mengeluarkan stiker kaligrafi dengan gambar bunga tulip kuning.

“Masya Allaaah......  “

“Gambar di stiker sama dengan bunga itu.”

“Memang itu gambar bunga itu Apriil......”

“Hah? Jadi...... jadiiiii.............. “ April kaget bangkit dari duduk.

“Iya.”

“Wiraa.... jadi yang nyimpen stiker di mukena dan jok motor?”

“Maafkan Wira, Aprilll..... aku hanya ingin memberi apresiasi ke April yang suka kaligrafi. Di gambar profil FB juga kaligrafi .... aku padu dengan tulip milik ibuku .....”

“Wiraa......”

“Aku ingin kaligrafi itu bersatu... dengan tulip, menjadi milik ibuku. Dan .... yang jago melukis kaligrafi juga menjadi .... menjadi .... menjadi ... anak ibuku....”

April diam. Ia memang memendam perasaan kepada Wira, namun tak pernah terucap. Dan memang sebagai wanita ia hanya mampu berharap. Hari itu ia tak menyangka mendengar sebuah kalimat yang indah.

“Prilll.... hehee... maafkan Wira ya, ada belum terjawab dulu itu.”

“Yang mana?”

“Orang yang dilukis di telunjuk itu? Siapa Pril?”

“Wiraaa.... nggak akan aku katakan.”

“Hmh..... aku mau berjuang di SBMPTN Pril.”

“April dukung dengan doa Wira. Sekarang kamu punya semangat yang tinggi, harus, ya Wira, sekarang kamu memiliki semangat yang tinggi. Optimis tembus SBMPTN....”

Tak ada kata-kata yang nyata terucap. Namun kata batin lebih banyak berbicara. April tak pernah mengatakan ya. Namun itu terdengar oleh Wirawan di hatinya. Wirawan semakin yakin dan berbahagia ketika April perlahan mencium stiker kaligrafi berhias tulip kuning. ***

Majalengka, 15 Mei 2016

*Request Pipih Aprianita - Alumnus Gress XII MIPA 6

Mhs Matematika Unpad

dok. pribadi
dok. pribadi
Gaya Pipih Aprianita (coklat) dan Citra Lestari (Pink) bersama penulis

di acara Perpisahan Kelas XII SMAN 1 Majalengka

Link Request Citra Lestari : Berllian, Aku Masih Kangen

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun