“Ya memang aku dari dulu aku kagum kepada si penanam amarilys, juga pengagum gadis yang telah terlanjur aku sebut sebagai amazing amarilys.”
Hening. Tenggorokan Erika terasa sesak. Duduknya menjadi tidak nyaman. Perlahan tangan Erika melemas. Kini tergolek di meja. HP Ilham masih digenggamnya. Ia merasa air matanya tiba-tiba mengembang. Ia mencoba membuang muka. Namun tak mampu untuk menahan perasaan yang membuncah itu.
“Kalau kamu tidak suka, hapus saja gambar-gambar itu.”
“Emmh…. enggak Ham, jangan. Jangan.. aku tak akan menghapusnya.” kata Erika perlahan. Tak sadar gadis itu dari sudut matanya menitik dua butir air mata.
“Maafkan aku Ka. Kadang aku mengambil gambarmu tanpa seijinmu.”
“Nggak apa-apa Ham.”
“Terimakasih kalau begitu.”
“Ham …… eee… aku ….. “
“Kenapa Ka?”
“Aku jadi sulit ngo….ngoo…ngomong niiih....… kamu sih!” kata Erika seraya menyeka ujung matanya dengan punggung tangannya.
“Maafkan aku Ka.”
“Justru aku yang minta maaf dulu aku sering galak ke kamu.”