Mohon tunggu...
Didik Sedyadi
Didik Sedyadi Mohon Tunggu... Administrasi - Suka berdiskusi tentang matematika bersama anak-anak SMAN 1 Majalengka. Hobby menulis. Tinggal di Majalengka Jawa Barat

Suka berdiskusi tentang matematika bersama anak-anak SMAN 1 Majalengka. Hobby menulis. Tinggal di Majalengka Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kasihan, Sekolah Penganut Kurikulum 2013 Dilupakan Pemerintah

6 Mei 2015   20:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:18 2128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

3.Tenaga Pendidik Mata Pelajaran Prakarya

Mata pelajaran Prakarya yang muncul dalam struktur kurikulum, membawa dampak yang tidak ringan. Kesulitan dalam pemenuhan guru-guru prakarya sangat dirasakan. Konsep kerjasama dengan sekolah menengah kejuruan untuk penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar tampaknya sangat sulit. Sekolah-sekolah akhirnya menentukan sendiri tenaga pendidik yang tidak spesifikasi khusus dalam pelajaran prakarya untuk mengampu mata pelajaran ini.

Di tahun pelajaran baru, maka sekolah percontohan (dalam hal ini SMA) telah memiliki siswa angkatan kelas XII. Dari mana lagi harus memperoleh guru prakarya? Banyak di antara guru yang tidak berani mengampu, karena memang tidak memiliki kemampuan. Alhasil bisa diprediksi bakal seperti hasil belajar siswa. Ini tentu erat kaitannya dengan belum adanya lembaga pendidikan penghasil guru prakarya.

Selain dari kesulitan pengadaan tenaga pendidik, dari segi sarana dan prasara juga menjadi kendala serius. Mata pelajaran prakarya yang memiliki 4 (empat) jenis kegiatan : kerajinan, rekayasa, budidaya dan pengolahan membutuhkan dukungan sarana dan prasarana yang tidak mudah. Ambil sebagai contoh, budidaya ikan air tawar. Dari mana kolam diperoleh? Lahan tidak ada. Rekayasa justru mengambil spesifikasi tentang arus DC. Jika ini diambil, banyak toko elektronik yang sudah tak menjual lagi komponen semacam resistor, transistor dan sebagainya. Mengapa bukan rekayasa perangkat lunak yang dipilih?

4.Program Pendalaman Minat (yang Mubadzir)

Konsep “pendalaman minat” adalah siswa peminatan MIPA memilih mata pelajaran tambahan dalam peminatan MIPA lagi. Jika siswa peminatan MIPA memilih mata pelajaran dalam peminatan IPS atau IPB, atau sebaliknya, namanya “lintas minat”.

Dalam konsep implementasi kurikulum 2013, dapat mengakomodir bagi belajar anak-anak yang superior . Kelas eksklusif /akselerasi dihapus, (penggantinya) pendalaman minat diefektifkan. Paling tidak begitulah yang dirancang oleh pemerintah. Regulasi kelas pendalaman minat diatur oleh Permendikbud 64/2014 dengan masa studi siswa tetap tiga tahun, seperti kelas jalur normal. Ada pun ketentuan kelas pendalaman minat adalah siswa yang masuk kelas pendalaman minat harus memiliki indeks prestasi paling rendah 3,66 dan memiliki kecerdasan istimewa dengan IQ paling rendah 130.

Implementasi pendalaman minat boleh saja dirancang, akan tetapi harus dipahami oleh semua pihak yang berkepentingan, yakni bagaimana beratnya sekolah-sekolah untuk melaksanakan program ini. Bagaimana sulitnya kerjasama dibangun antara sekolah (SMA) dengan perguruan tinggi dalam penyusunan silabus pendalaman minat, sebab kelompok pendalaman minat ini harus diampu oleh dosen perguruan tinggi. Ini hanya salah satu indikasi betapa sulitnya mewujudkan program pendalaman minat. Hal yang pasti, pemganut kurikulum 2013 sekarang tidak boleh membuka kelas akselerasi, tetapi program pendalaman minatpun tak bakal terlaksana (paling tidak pada saat ini).

5.Guru Mata Pelajaran TIK

Sebagaimana diketahui bahwa mata pelajaran TIK dihilangkan dari struktur kurikulm 2013. Akibatnya cukup berat juga.Namun atas upaya asosiasi guru TIK berbuah pada terbitnya Permendikbud nomor 68 tahun 2014. Dalam salah satu pasal disebutkan bahwa beban mengajar guru TIK adalah melakukan pembimbingan/pelayanan paling sedikit 150 siswa pertahun pada satu atau lebih satuan pendidikan. Atau juga pelayanan terhadap guru lain yang membutuhkan pembimbingan pembuatan bahan ajar.

Konsekuensi dan masalah yang timbul diambil dari contoh untuk sekolah dengan siswa sebanyak 1000 orang. Pembimbingan jelas tidak boleh masuk kelas (jam regular). Jika melaksanakan di luar jam regular, kapan mengambil waktunya? Bagaimana pengelolaanya. Sisanya yang 850 orang mau dikemanakan? Membimbing bukanlah mengajar. Mengelola kelas dengan “mengajar” lebih mudah disbanding “membimbing”. Dengan demikian sebenarnya sekolah yang hanya punya 1 (satu) guru TIK ini masih kurang sekitar 4 (empat) orang guru TIK. Dari mana pengadaan tenaga pembimbing TIK ini? Berapa budget yang harus dikeluarkan lagi untuk mengcover konsekuensi mendatangkan guru TIK baru?

6.Kekhawatiran Konversi Nilai dalam SNMPTN Jalur Undangan

Melihat pola penerimaan mahasiswa baru jalur undangan melalui analisis nilai rapor, banyak siswa yang khawatir sebab nilai yang mereka miliki adalah nilai dengan skala 1.00 – 4.00 . Sementara sekolah yang lain penganut kurikulum 2006 menggunakan skala 1 – 100. Jawaban sederhana mungkin mudah: Konversikan saja nilai skala kecil ke skala besar. Semudah itukah? Jika yang dikonversi hanya dua atau tiga nilai sangatlah mudah. Tetapi jika seluruh nilai rapor harus dinilai, ini sebuah pekerjaan yang sangat menyulitkan.

Akankah para siswa sekolah penganut kurikulum 2013 akan menjadi korban dalam persaingan masuk kancah seleksi SNMPTN Jalur Undangan? Mungkin saja.

Sebenarnya masih banyak konsekuensi beban yang muncul dari sekolah-sekolah percontohan. Tetapi, jika sudah diberi label sekolah percontohan mestinya masalah-masalah yang penulis ungkap itu disiapkan secara matang sebelum bergulir tahun ajaran baru. Ini pekerjaan pemerintah yang sangat serius. Jangan lagi dunia pendidikan ditambah dengan kasus-kasus yang mestinya mudah diantisipasi. Mengapa mudah diantisipasi? Karena yang penulis paparkan hanyalah pekerjaan administrasi. Kuncinya : Ada I’tikad baik atau tidak? ***

Majalengka, 06 Mei 2015

Keterangan kosa kata baru :

Ngipuk-ipuk = mengelus-elus = menggadang-gadang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun