Menurut data kemendikbud, saat ini sebanyak 6000 lebih sekolah ditunjuk sebagai percontohan pelaksana Kurikulum 2013 (K-13). Jumlah tersebut meliputi SD, SLTP dan SLTA (SMA/MA/SMK). Di tengah berjalannya roda pendidikan dan pengajaran dalam dua rel (rel ke-1 Kurikulum 2006, rel ke-2 K-13) tampaknya sekolah-sekolah penganut K-13 semakin dilupakan oleh pemerintah.
Di tengah “kesibukan” pemerintah memperbaiki konsep kurikulum (mungkin ngipuk-ipuk embrio kurikulum nasional), tampaknya sekolah-sekolah penganut (jika boleh menggunakan istilah ini) bakal dikesampingkan hak-haknya. Terlepas dari pandangan yang menempatkan impelementasi Kurikulum 2013 bagi sebagian sekolah sebagai penghormatan terhadap mantan Mendikbud M.Nuh, seyogyanya tetap ada petugas-petugas di direktorat yang tetap focus untuk mengasuh anak-anak K-13. Zona nyaman bagi pengelolaan mayoritas sekolah yang kembali ke Kurikulum 2006 bukan berarti “nyaman” secara total, dengan mengabaikan segala hak dan segala konsekuensi yang terkait dengan penunjukkan sekolah percontohan K-13.
Menjelang bergulirnya tahun pelajaran 2015/2016 dalam hitungan hari, sekolah-sekolah percontohan masih dibingungkan dengan konsekuensi yang harus dihadapi di lapangan sebagai sebuah permasalahan yang tidak mungkin bisa dianggap sepele. Sementara di tingkat kebijakan sendiri belum berani menentukan keputusan.
Permasalahan yang terjadi dan harus segera diatasi adalah :
1.Kebelumsesuaian Aplikasi Verval Padamu Negeri
Dari sisi sinergitas antara upaya sekolah melakukan entri data online pada verval padamu negeri, sinergitas yang diharapkan ternyata tidak/belum tampak muncul dalam salah satu komponen isian. Terdapat unsur dalam aplikasi ini tidak mengakomodir adanya “jam pelajaran pada lintas minat”.Tatap muka jam pelajaran guru pengajar lintas minat tidak diakui sebagai jam mengajar (karena memang aplikasi vervalnya tidak lengkap: atau belum lengkap). Di tingkat SMA yang mengakomodir pilihan siswa untuk lintas peminatan memungkinkan sekali bahwa banyaknya rombongan belajar akan melebihi banyaknya rombongan belajar kelas regular. Inilah salah satu indikator yang cukup merepotkan pihak operator untuk memvalidasi data sekolah. Jika data masih belum sinkron, urusan yang berkaitan dengan Nomor Registrasi Guru (NRG) tidak akan beres.
2.Kapan layanan Ujian Mutu Tingkat Kompetensi (UMTK) ?
Layanan terhadap siswa sebagai costumer pendidikan di antaranya adalah mendapatkan penilaian hasil belajar. Penilaian yang diamanatkan dalam K-13 adalah : Penilaian otentik, penilaian diri, penilaian berbasis portofolio, ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, Ujian Tingkat Kompetensi (UTK), Ujian Mutu Tingkat Kompetensi (UMTK), Ujian Sekolah (US) dan Ujian Nasional (UN).
Di antara jenis penilaian yang dilakukan oleh pemerintah adalah UMTK dan UN. Untuk UN semua orang sudah paham (dalam arti paham banyak kontroversi di dalamnya). Sementara UMTK adalah barang baru. Menurut teori yang pernah saya dapatkan di berbagai workshop, UMTK merupakan kegiatan pengukuran yang dilakukan oleh pemerintah. Tujuannya adalah untuk mengetahui pencapaian tingat kompetensi. Cakupan UMTK adalah seluruh Kompetensi Dasar (KD) yang mempresentasikan Kompetensi Inti (KI) pada tingkat kompetensi tersebut.
UMTK ini dulu dipolakan : Kisi-kisi soal ujian dari pemerintah, diterjemahkan ke dalam butir-butir soal ujian oleh pihak satuan pendidikan. Namun kenyataan sekarang sudah menginjak awal bulan Mei. Rentang hingga saat umum musim ulangan kenaikan kelas tinggal sekitar satu bulan. Mestinya kisi-kisi UMTK telah ada sekarang. Pekerjaan menerjemahkan kisi-kisi ke bentuk soal bukanlah perkara mudah. Butuh waktu pengkonsepan, Chek & recheck, editing, penggandaan. Jika sampai saat ini belum ada ujud kisi-kisi (bahkan kabarpun belum ada), maka bagaimana mungkin UMTK akan dilaksanakan? Padahal sejak awal semester umumnya sekolah-sekolah percontohan ini telah menyampaikan rancangan rangkaian kegiatan penilaian kepada para siswa, termasuk UMTK di dalamnya.
Jika kisi-kisi UMTK tidak juga diberikan oleh pemerintah, maka akan tampak secara mencolok mata bahwa K-13 memang dijadikan semacam “mainan”. Dalam bahan-bahan pelatihan disebutkan pula bahwa alternatif pelaksanaan UMTK adalah dengan metode survey. Namun, apapun bentuknya, mestinya jauh-jauh hari sekolah percontohan telah diberitahu tentang kepastiannya.
3.Tenaga Pendidik Mata Pelajaran Prakarya
Mata pelajaran Prakarya yang muncul dalam struktur kurikulum, membawa dampak yang tidak ringan. Kesulitan dalam pemenuhan guru-guru prakarya sangat dirasakan. Konsep kerjasama dengan sekolah menengah kejuruan untuk penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar tampaknya sangat sulit. Sekolah-sekolah akhirnya menentukan sendiri tenaga pendidik yang tidak spesifikasi khusus dalam pelajaran prakarya untuk mengampu mata pelajaran ini.
Di tahun pelajaran baru, maka sekolah percontohan (dalam hal ini SMA) telah memiliki siswa angkatan kelas XII. Dari mana lagi harus memperoleh guru prakarya? Banyak di antara guru yang tidak berani mengampu, karena memang tidak memiliki kemampuan. Alhasil bisa diprediksi bakal seperti hasil belajar siswa. Ini tentu erat kaitannya dengan belum adanya lembaga pendidikan penghasil guru prakarya.
Selain dari kesulitan pengadaan tenaga pendidik, dari segi sarana dan prasara juga menjadi kendala serius. Mata pelajaran prakarya yang memiliki 4 (empat) jenis kegiatan : kerajinan, rekayasa, budidaya dan pengolahan membutuhkan dukungan sarana dan prasarana yang tidak mudah. Ambil sebagai contoh, budidaya ikan air tawar. Dari mana kolam diperoleh? Lahan tidak ada. Rekayasa justru mengambil spesifikasi tentang arus DC. Jika ini diambil, banyak toko elektronik yang sudah tak menjual lagi komponen semacam resistor, transistor dan sebagainya. Mengapa bukan rekayasa perangkat lunak yang dipilih?
4.Program Pendalaman Minat (yang Mubadzir)
Konsep “pendalaman minat” adalah siswa peminatan MIPA memilih mata pelajaran tambahan dalam peminatan MIPA lagi. Jika siswa peminatan MIPA memilih mata pelajaran dalam peminatan IPS atau IPB, atau sebaliknya, namanya “lintas minat”.
Dalam konsep implementasi kurikulum 2013, dapat mengakomodir bagi belajar anak-anak yang superior . Kelas eksklusif /akselerasi dihapus, (penggantinya) pendalaman minat diefektifkan. Paling tidak begitulah yang dirancang oleh pemerintah. Regulasi kelas pendalaman minat diatur oleh Permendikbud 64/2014 dengan masa studi siswa tetap tiga tahun, seperti kelas jalur normal. Ada pun ketentuan kelas pendalaman minat adalah siswa yang masuk kelas pendalaman minat harus memiliki indeks prestasi paling rendah 3,66 dan memiliki kecerdasan istimewa dengan IQ paling rendah 130.
Implementasi pendalaman minat boleh saja dirancang, akan tetapi harus dipahami oleh semua pihak yang berkepentingan, yakni bagaimana beratnya sekolah-sekolah untuk melaksanakan program ini. Bagaimana sulitnya kerjasama dibangun antara sekolah (SMA) dengan perguruan tinggi dalam penyusunan silabus pendalaman minat, sebab kelompok pendalaman minat ini harus diampu oleh dosen perguruan tinggi. Ini hanya salah satu indikasi betapa sulitnya mewujudkan program pendalaman minat. Hal yang pasti, pemganut kurikulum 2013 sekarang tidak boleh membuka kelas akselerasi, tetapi program pendalaman minatpun tak bakal terlaksana (paling tidak pada saat ini).
5.Guru Mata Pelajaran TIK
Sebagaimana diketahui bahwa mata pelajaran TIK dihilangkan dari struktur kurikulm 2013. Akibatnya cukup berat juga.Namun atas upaya asosiasi guru TIK berbuah pada terbitnya Permendikbud nomor 68 tahun 2014. Dalam salah satu pasal disebutkan bahwa beban mengajar guru TIK adalah melakukan pembimbingan/pelayanan paling sedikit 150 siswa pertahun pada satu atau lebih satuan pendidikan. Atau juga pelayanan terhadap guru lain yang membutuhkan pembimbingan pembuatan bahan ajar.
Konsekuensi dan masalah yang timbul diambil dari contoh untuk sekolah dengan siswa sebanyak 1000 orang. Pembimbingan jelas tidak boleh masuk kelas (jam regular). Jika melaksanakan di luar jam regular, kapan mengambil waktunya? Bagaimana pengelolaanya. Sisanya yang 850 orang mau dikemanakan? Membimbing bukanlah mengajar. Mengelola kelas dengan “mengajar” lebih mudah disbanding “membimbing”. Dengan demikian sebenarnya sekolah yang hanya punya 1 (satu) guru TIK ini masih kurang sekitar 4 (empat) orang guru TIK. Dari mana pengadaan tenaga pembimbing TIK ini? Berapa budget yang harus dikeluarkan lagi untuk mengcover konsekuensi mendatangkan guru TIK baru?
6.Kekhawatiran Konversi Nilai dalam SNMPTN Jalur Undangan
Melihat pola penerimaan mahasiswa baru jalur undangan melalui analisis nilai rapor, banyak siswa yang khawatir sebab nilai yang mereka miliki adalah nilai dengan skala 1.00 – 4.00 . Sementara sekolah yang lain penganut kurikulum 2006 menggunakan skala 1 – 100. Jawaban sederhana mungkin mudah: Konversikan saja nilai skala kecil ke skala besar. Semudah itukah? Jika yang dikonversi hanya dua atau tiga nilai sangatlah mudah. Tetapi jika seluruh nilai rapor harus dinilai, ini sebuah pekerjaan yang sangat menyulitkan.
Akankah para siswa sekolah penganut kurikulum 2013 akan menjadi korban dalam persaingan masuk kancah seleksi SNMPTN Jalur Undangan? Mungkin saja.
Sebenarnya masih banyak konsekuensi beban yang muncul dari sekolah-sekolah percontohan. Tetapi, jika sudah diberi label sekolah percontohan mestinya masalah-masalah yang penulis ungkap itu disiapkan secara matang sebelum bergulir tahun ajaran baru. Ini pekerjaan pemerintah yang sangat serius. Jangan lagi dunia pendidikan ditambah dengan kasus-kasus yang mestinya mudah diantisipasi. Mengapa mudah diantisipasi? Karena yang penulis paparkan hanyalah pekerjaan administrasi. Kuncinya : Ada I’tikad baik atau tidak? ***
Majalengka, 06 Mei 2015
Keterangan kosa kata baru :
Ngipuk-ipuk = mengelus-elus = menggadang-gadang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H