Pengetahuan Basi , kata Kompasianer Dwi Marfuji
Tadinya saya berfikir topik Matematika Gembira 4 x 6 sudah reda. Ternyata belum. Tadi sore sekitar pukul 5 sore (17.00-an) lalu rekan kompasianer masih mengangkat kehebohan PR matematika. Jadilah saya ingin nulis lagi. Mudah-mudahan ini tulisan terakhir saya tentang 4 x 6 .
Kompasianer Dwi Marfuji menyatakan dalam tulisannya “……Apa jadinya jika guru mengajarkan sesuatu yang basi, tak sesuai zaman dan bahkan tak bisa dimanfaatkan didunia nyata?..... “ . Sebenarnya pengetahuan / ilmu pengetahuan tak ada yang basi. Jika mengikuti pernyataan tersebut, jangan-jangan materi pelajaran sejarah basi semua.
Yang berlaku dalam ilmu pengetahuan, khususnya eksak, jika ada teori baru yang menggugurkan / membatalkan teori lama barulah teori lama dikatakan basi. Sebagai contoh kasus dikeluarkannya pluto sebagai planet yang termasuk dalam tatasurya kita. Sejak 04 Agustus 2006, praktis “pluto” tidak boleh diajarkan / untuk dihafalkan sebagai salah satu planet . Sidang Umum Himpunan Astronomi Internasional (International Astronomical Union/IAU) Ke-26 di Praha, Republik Ceko telah mengeluarkannya dari tatasurya kita. Ini salah satu contoh gugur / batalnya sebuah ilmu pengetahuan. Sebagai akibat logisnya, guru tidak boleh lagi mengajarkan singkatan tata surya (atau dengan jembatan keledai) misalnya M-V-B-M-J-S-U-N-P (Merkurius-Venus-Bumi-Mars-Jupiter-Saturnus-Uranus-Neptunus-Pluto). Atau menggunakan singkatan seperti yang tertulis dalam buku terjemahan Quantum Learning (Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan) susunan Bobbi DePorter & Mike Hernacki Penerbit Kaifa 2008 halaman 237, sebagai berikut : Memainkan-Violin-Bisa-Menimbulkan-Jalinan-Suara-Unik-Namun-Pasti. Jika sekarang Pluto dicoret, maka jembatan keledai di buku Quantum Learning tersebut tentu tidak dapat dipakai lagi, karena secara rangkaian, maknanya telah hilang. Coba saja : Memainkan-Violin-Bisa-Menimbulkan-Jalinan-Suara-Unik-Namun (?) Namun apa? Nah begitulah katagori pengetahuan yang mungkin dimaksud basi.
Pokok Kasus 4 x 6 adalah “Apakah Gurunya Salah?”
Pokok kasus 4 x 6 adalah “Apakah gurunya salah?” bukan pada tinjauan lain seperti 1) Secara psikologis tidak baik bagi Habibi, 2) Secara psikologis juga tidak baik bagi gurunya, 3) Bolehkan cara seperti itu diajarkan di SD?, 4) Bahkan secara emosional ada yang mengatakan gurunya perlu dijewer atau yang lain.
Saya tidak sedang membela siapa-siapa. Saya hanya menyampaikan opini, bahwa cara yang baik untuk menghentikan perdebatan yang tanpa dasar adalah dengan memunculkan sumber bacaan. Ada 3 (tiga) buah buku sumber bacaan yang mendukung materi oleh guru SD 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 6 X 4 BENAR atau TIDAK SALAH .
1.
Judul
:
KAMUS MATEMATIKA (terjemahan)
Judul Asli
:
A DICTIONARY OF MATHEMATICS
Penulis
:
Roy Hollands (Departement of Mathematics Dundee College of Education)
Roy Hollands BSc,MA(Ed) dulunya lector kepala dalam bidang matematika pada Dundee College of Education. Ia adalah penulis dan editor untuk Schools University Project 7-13 (Cambiridge University Press) dan anggota dewan pengurus editor Hey Mathematics (Cafrey ans Smith), demikian penggalan biografi Hollands dalam buku tersebut.
Penerjemah
:
Drs. Naipospos Hutauruk
Penerbit
:
Penerbit Erlangga Jakarta
Cetakan ke / Tahun
:
Cetakan kelima / 1995
Kode Terbitan
:
24-00-015-0
Isi Sesuai Kasus
:
Kutipan halaman 57 :
“Kali (times), bagaimana seringnya suatu pertambahan dilakukan. 4 kali 5 adalah 5+5+5+5, yaitu 20″
2.
Judul Buku
:
ENSIKLOPEDIA MATEMATIKA
Penulis
:
ST. Negoro – B. Harahap
Penerbit
:
Ghalia Indonesia Jakarta
Cetakan ke / Tahun
:
Cetakan kedua / 1987 )* Buku Jaman Kuliah
ISBN
:
979-450-133-6
Isi Sesuai Kasus
:
Kutipan halaman 317 :
Hubungan antara penjumlahan dan perkalian. Perkalian hakekatnya adalah penjumlahan yang berulang. Contoh : 2 x 3 = 3 + 3 , “tiganya dua kali”
3.
Judul Buku
:
MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR
Penulis
:
Heruman,S.Pd.,M.Pd.
Sdr. Heruman mengambil 9 buku sebabagi daftar rujukan, dua di antaranya 1) Rahardjo,M. (2002), Pembelajaran Bilangan Asli, Cacah dan Bulat di Sekolah Dasar. Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPG) Matematika – Yogyakarta, 2) Ruseffendi,E.T.(1991) Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika CBSA, Tarsito – Bandung.
Penerbit
:
PT. Remaja Rosdakarya Bandung
Cetakan ke / Tahun
:
Cetakan kedua / 2008
ISBN
:
979-692-819-1
Isi Sesuai Kasus
:
Kutipan halaman 23
Bu Susi mengambil buku dari dus sebanyak tiga kali, setiap pengambilan terambil dua buku.
Dari peragaan di atas guru dapat memberikan pertanyaannya penggiring untuk siswa dalam menemukan konsep perkalian, misalnya sebagai berikut :
-Berapa kali Bu Susi mengambil buku? (Jawaban yang diharapkan : 3 kali)
-Berapa jumlah buku setiap pengambilan? (Jawaban yang diharapkan : 2 buku)
-Berapa jumlah bukju yang diambil seluruhnya oleh Bu Susi? (Jawaban yang diharapkan 2 + 2 + 2 = 6 buku) atau tiga kali dua (3 kali 2) yanag ditulis dalam perkalian 3 x 2 = 6.
-Berilah penekanan pada siswa bahwa 2 + 2 + 2 jika ditulis dalam perkalian menjadi 3 x 2 = 6.
Tiga buah buku yang saya sampaikan di atas adalah contoh rujukan ilmiah yang membenarkan proses guru Habibi. Kepada anda para pembaca yang mungkin memliki rujukan kasus yang sama (jika mungkin bukan buku pelajaran dulu) , silakan posting untuk menambah penguatan.
Jadi buku ke-4 adalah ………………………………, buku ke-5 …………………………. dan seterusnya.
Kemungkinan Buku Referensi Opositor
Saya kesulitan untuk mengambil istilah yang menyangkal isi tiga buah referensi yang baca di atas. Untuk sementara saya menggunakan istilah lucu opositor (disalahkan silakan saja). Jika ada referensi yang isinya berlawanan dengan tiga buah buku tersebut, silakan saja posting , Buku ke-1 ………………………. Buku ke-2 ………………………… dan seterusnya. Jika buku-buku ini ada, maka berarti tak ada yang tidak benar, sebab masing-masing punya sumber bacaan. Kedua-duanya benar.
Untuk sementara mari kita hindari dulu mendebat dengan kalimat-kalimat :
1.Menurut saya ……
2.Menurut teman saya …….
3.Menurut guru saya ……
4.Menurut pakar ……… (jika pakar disiplin ilmu berkait dengan kasus di atas, silakan sebutkan. Misalkan beberapa waktu yang lewat ini Profesor Yohanes Surya.)
5.Sejauh yang saya ketahui ……
6.Selama ini yang lazim di masyarakat ……..
Itu saja sumbang saran dari saya. Tak ada gading yang tak retak. ***
24-09-2014
20.05 - 21.00
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H