Mohon tunggu...
Didiet Pujiadi
Didiet Pujiadi Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan

Pengamat, pemerhati segitiga dan pengagum fans Rocky Gerung

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Antara Prof Eddy, Sidang MK yang Melelahkan, dan Pendidikan Demokrasi Indonesia

22 Juni 2019   23:38 Diperbarui: 22 Juni 2019   23:51 2205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sidang Mahkamah Konstitusi yang menyidangkan permohonan sengketa PHPU telah usai. Banyak pelajaran yang bisa kita petik dari persidangan tersebut, tetapi ada satu momen yang paling menarik pada hari terakhir rentetan sidang maraton tersebut. Yaitu pendapat ahli dari Prof DR Edward Omar Sharif Hiariej SH M.Hum (Prof Eddy) yang diajukan pihak terkait.

Prof Eddy kembali tampil menjadi saksi ahli yg diajukan pihak terkait dalam sidang MK, beliau juga pernah menjadi saksi ahli dalam kasus meninggalnya Mirna kopi vietnam tahun 2016 lalu. 

Dalam pendapatnya pada kasus tersebut beliau juga mengemukakan argumentasi tentang teori pembuktian dalam kasus pidana. Prof Eddy juga pernah menjadi saksi ahli atas kasus penistaan agama oleh Ahok di tahun 2017 lalu. Bagi yang belum kenal beliau, beliau adalah pemegang rekor waktu studi doktoral tercepat dengan waktu 2 tahun 20 hari.

Dalam sidang sengketa MK kemarin prof Eddy dengan kemampuan "photographic memory"nya kembali memberikan penekanan pada pentingnya aspek sistem dan teori pembuktian pada pada kasus sengketa PHPU kali ini. 

Permohonan gugatan yang diajukan harus mempunyai konstruksi hukum yang runut dan jelas mulai dari fundamentum petendi sampai kesiapan pembuktian di pengadilan sehingga dapat meyakinkan hakim terhadap sahnya bukti dan menerima gugatan pemohon. 

Aspek TSM yang didalilkan pemohon haruslah memenuhi persyaratan subjektif, syarat subjektif secara kolektif, dan mempunyai kausalitas antara perencanaan, perbuatan dan dampak yang mempengaruhi hasil secara luas. 

Tidak dapat fundamentum petendi didasarkan pada penunjukan suatu atau beberapa peristiwa yang kemudian digeneralisir telah terjadi peristiwa kecurangan secara TSM yang dapat mempengaruhi hasil. Aspek pembuktian haruslah dapat dibuktikan dengan teori individualisir (teori yang melihat sebab post factum) bukan pembuktian dengan teori generalisir yang digunakan pemohon. (misal jika seseorang mati setelah memakan makanan yang telah diberi racun maka berdasarkan teori generalisir bahwa menurut perhitungan yang layak, racun tersebutlah yang mengakibatkan mati, sementara menurut teori individualisir harus diteliti lebih lanjut berapa kandungan racun dalam makanan tersebut yang bisa memberi dampak kematian).

Menarik sekali bahwa tim TKN menghadirkan saksi ahli Prof Eddy. Rekam jejaknya secara akademis, latar belakang keilmuan di bidang hukum pidana dan pendapatnya saat dihadirkan sebagai saksi ahli pada beberapa kasus menunjukkan bahwa beliau banyak  menekankan pentingnya aspek teori pembuktian. 

Contoh yang paling jelas saat dia dihadirkan dalam kasus kopi vietnam Mirna. Menurut pendapatnya aspek pembuktian lebih penting daripada aspek motif, karena dalam pencarian alat bukti lebih penting dari pada sekadar mencari motif pelaku.

Jelas sudah bahwa disinilah bukti kejelian Prof Yusril dalam menyusun strategi. Dalam fakta persidangan kubu pihak terkait melihat dengan jelas gagapnya kubu pemohon dalam hal pembuktian. 

Perlu dicari pendapat ahli yang menguatkan bantahan pihak terkait dan mempunyai kemampuan penyampaian  yang dapat  memukau majelis dan publik. Kemampuan  itu memang terdapat pada diri Prof Eddy.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun