Perjalanan di Inggris #12 – Kota Manchester
Masih menggunakan jalur utara Trans Pennine Express, dari York Station sampai Manchester Picadilly memerlukan waktu 1 jam 39 menit. Dalam perjalanan di kereta biasanya ada petugas yang mengecek karcis digital penumpang. Di kereta jalur ini, ditunggu-tunggu ternyata tidak ada yang melakukan pengecekan itu. Ketika sampai, langsung keluar sambil menarik koper besar (ukuran 26) menuju pintu keluar. Di pintu gerbang tidak ada siapa-siapa. Di sebelah kanan dari pintu keluar, di sudut, ada 3 orang berseragam petugas asyik mengobrol. Kami berjalan dan langsung keluar peron tanpa ada pengecekan dan petugas masih saja mengobrol, sepertinya tidak menyadari kami akan keluar peron. Kami lalu membeli minuman hangat sambil melihat-lihat suasana dan mencari tempat duduk yang kosong di stasiun.
Nah, pas menengok ke dalam peron ternyata petugas yang tadi ngobrol menjaga pintu keluar dan menjalankan tugas mengecek tiket dari setiap penumpang yang akan keluar peron. Petugas tadi rupanya lengah, tidak melihat kami, sehingga  tidak mengecek karcis kami. Ternyata petugas di Manchester Picadilly bisa juga lengah.
Tidak sabar kami keluar dari stasiun kereta yang ramai, meskipun waktu sudah cukup malam, menjelang jam 20.00. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Holiday Website Hotels.com, kota Manchester ini masih menjadi tujuan utama dari pengunjung UK setelah London dan Edinburgh. Kota berikutnya yang juga populer adalah Liverpool, lalu Glasgow dan diikuti oleh Birmingham serta Belfast.
Bermalam di Manchester
Dengan trotoar yang luas dan datar, kami putuskan untuk berjalan kaki menuju hotel Sachas Britannia, tempat menginap di kota Manchester ini. Saat keluar stasiun, waktu telah menunjukkan jam 20.00 dan perkiraan waktu berjalan kaki sekitar 11 menit sampai hotel dengan jarak sekitar 800 meter. Cuaca dingin dan diwarnai gerimis, lumayan menantang. Roda-roda koper diuji kembali melewati jalan yang sebagian tidak mulus.
Di sebelah kanan jalan menuju hotel ada kentang goreng atau french fries. Kami mampir dulu sebentar dan membeli 2 porsi besar. Cukup untuk makan malam di hotel. Setelah kira-kira 15 menit sampailah kami di Sachas Britannia. Petugas resepsionis yang melakukan pengecekan paspor dan kami ditempatkan di kamar yang cukup  besar, dengan 2 single bed dan 1 double bed. Setelah mandi malam dan sholat Isya, kami bersantai dulu, malan malam dengan french fries plus saus yang tertulisnya hot tapi tidak pedas sama sekali. Dengan teko pemanas air hotel, kami seduh teh celup the English Breakfast (Teh untuk sarapan gaya Inggris) tapi dinikmatinya malam-malam. Pemanas ruangan coba difungsikan, tapi sepertinya suhu kamar tetap dingin. Ah…ada selimut tebal kok, kalau tetap dingin kalau nanti mulai tidur. Sambil lihat ke jendela luar, sedikit mencari informasi tentang kota Manchester, yang mungkin di kepala kita lebih banyak kaitannya dengan klub sepakbola. Padahal, ternyata ada banyak hal lain yang amazing yang akan sangat bermanfaat untuk kita ketahui …
Manchester dan Revolusi Industri
Mungkin yang kita tahu Manchester adalah kota sepakbola dan salah satu eks pemain paling terkenalnya adalah Cristiano Ronaldo dan pelatih legendarisnya Alex Ferguson. Atau satu lagi klub yang beberapa kali juara liga Inggris juga, Manchester City. Tapi, rupanya Manchester istimewanya bukan hanya itu. Kota yang memulai industrialisasi pertama kali di dunia adalah Manchester!
Revolusi Industri, perubahan dari perekonomian agraris dan produksi menggunakan tangan berubah menjadi industri dengan menggunakan mesin serta manufaktur, terjadi di Inggris pada pertengahan abad ke-18. Revolusi ini ditandai dengan ditemukannya Spinning Jenny atau mesin tenun pada tahun 1764. Mesin ini juga menandai proses produksi suatu barang yang sepenuhnya mekanis.
Terminologi Revolusi Industri pertama kali dipopulerkan oleh sejarawan ekonomi Inggris Arnold Toynbee (1852–83) yang memberikan gambaran perkembangan ekonomi Inggris dari tahun 1760 hingga 1840. Dijelaskan bahwa Revolusi Industri adalah suatu tahap di mana inovasi dan mekanisasi mengubah cara hidup, bekerja dan berpikir dimana teknologi baru diciptakan, diantaranya mesin uap. Sistem transportasi dan komunikasi juga mengalami peningkatan melalui revolusi Industri ini. Â
Bahan dasar baru juga mulai digunakan yaitu besi dan baja. Digunakan juga sumber energi baru waktu itu yang berbasis fosil, batu bara, mesin uap, listrik, minyak bumi. Termasuk juga model manufaktur dengan pembagian kerja dan spesialisasi fungsi. Perubahan teknologi ini memungkinkan peningkatan penggunaan sumber daya alam dan produksi massal barang-barang manufaktur.
Manchester adalah kota dimulainya Revolusi Industri yang mengubah cara pandang dan cara hidup kita. (https://www.britannica.com/event/Industrial-Revolution)
Manchester Mark 1 – model pertama di dunia
Saat ini kita mungkin biasa saja menggunakan Laptop atau PC kita untuk bekerja ataupun kebutuhan lain. Kita mesti tahu merek-merek terkenal komputer seperti IBM, Macbook, Dell dan beberapa merek terkenal lain. Ternyata, cikal bakal komputer tersebut adalah Manchester Mark 1 yang dikembangkan oleh Frederic C. Williams and Tom Kilburn dari The University of Manchester. Manchester Mark 1 merupakan komputer yang mengawali program penyimpanan data yang mulai difungsikan pada tahun 1949 dan menjadi prototipe dari Ferranti Mark 1 yang merupakan model yang diproduksi secara komersial untuk kebutuhan bisnis pada tahun 1951.
Di samping komputer, terkait dengan energi nuklir, ternyata tahun 1917  Ernest Rutherford di kampus Manchester membuat terobosan dalam risetnya dengan membelah atom. Pengembangan lebih jauh untuk pemanfaatan energi nuklir dan terapi radiologi dimulai dari riset ini.
Riset pembelahan atom dan Manchester Mark 1 sebagai komputer pertama yang menggunakan penyimpanan data, yang didisain dan dikembangkan di The University of Manchester berbanding lurus dengan peringkat Universitas ini yang menurut the 2025 QS Ranking of World Universities, menempati peringkat ke 34 di dunia dan ke 6 di Inggris Raya. The University of Manchester  termasuk kampus kelas dunia rupanya!
Ruang Hijau
Manchester bukan hanya kota industri, namun juga kota yang menjaga keseimbangan lingkungan dengan taman-taman yang berlokasi di beberapa area di Manchester. Ada dua lokasi paling terkenal yaitu Heaton Park dan Fletcher Moss Botanical Garden. Taman terpelihara dengan sangat baik dan bisa dikunjungi oleh siapa saja. Pada musim gugur, warna daun daunnya memerah dan menguning sebelum gugur, sangat mencerahkan pandangan mata. Seperti di kota-kota lain di Inggris, taman di Manchester selalu dilakukan pemeliharaan sesuai standar yang ada.
Old Trafford Stadium
Pagi-pagi setelah sarapan memesan Uber agar bisa mengantar ke stadion Old Trafford. Setelah sekitar 20 menit dari hotel, pengemudi Uber mengatakan bahwa akses jalan menuju stadion Old Trafford ditutup. Dia juga tidak paham mengapa ditutup. Ada informasi bahwa sedang ada kegiatan lomba Lari Maraton yang jalur jalannya melewati stadion Old Trafford. Setelah berputar-putar mencari jalan dan semua akses ditutup, akhirnya Uber berhenti di lokasi yang berjarak 2 km dari Stadion karena hanya dari lokasi itu yang terdekat. Kami mulai berjalan kaki lagi dan jalan kaki sekarang sudah menjadi kebiasaan dan menjadi bagian dari keseruan perjalanan.
Jalan sambil santai menuju Salford Park, lokasi lebih dekat ke Stadion. Melewati Trafford Road Bridge yaitu jembatan gantung besi yang dicat warna merah yang kokoh dan sudah berusia 64 tahun karena dibangun 1960. Pas sampai ke ujung jembatan, ada pemandangan keren yaitu patung rantai besi besar dengan posisi miring yang menjadi penanda kita memasuki Trafford Park.
Sculpture atau sejenis karya seni patung berbentuk rantai besi ini dirancang oleh Brian Fell yang menandai bahwa daerah ini sebelumnya adalah semacam dermaga kapal dan juga area industri Trafford Park sebagai kompleks industri pertama di dunia.
Sesampainya di patung itu, terus berjalan dan terlihat di depan ada banyak pelari maraton yang sedang beraksi. Menonton dahulu sambil berjalan pelan pelan menuju Stadion sambil memberi semangat yang sedang maraton. Melirik jam tangan, sudah menunjukkan pukul 11.08 namun matahari tetap tidak muncul, tapi cuaca cukup terang. Tepat pukul 11.15 sampai di depan Old Trafford dan nampaknya para pelari sudah semakin sedikit dan sudah menjelang finish. Wah… sampai juga di the Old Trafford, stadion Manchester United yang megah dan terkenal. Pas lihat dari kejauhan di tengah stadionnya ada tulisan besar-besar Alex Ferguson Stand. Di bagian dalamnya adalah bagian stadion penonton yang posisinya paling jelas melihat pertandingan. Mengapa diberi nama Alex Ferguson, tentu karena jasa-jasa dari pelatih kepala ini yang memberikan prestasi paling banyak dan monumental bagi Manchester United. Di bagian depan dari Stand tersebut ada juga patung Sir Alex Ferguson sedang menyilangkan tangannya, gaya khas Ferguson.
Selanjutnya di sisi timur Old Trafford ada juga patung Sir Matt Busby yang merupakan tokoh pendiri Manchester United dan membuat MU diperhitungkan di negara-negara lain selain di Inggris. Di bagian bawahnya ada toko Merchandise semua yang terkait dengan MU.
Menghadap ke sisi timur Stadion Old Trafford, ada patung lagi terdiri dari 3 patung yang disebut The United Trinity terdiri dari  (George) Best, (Denis) Law dan (Bobby) Charlton. Ketiga pemain sepakbola MU itu legenda yang  pernah menjadi tulang punggung dan mengharumkan nama Manchester United.
Setelah puas menikmati kemegahan stadion Old Trafford, kami berjalan menyusuri arah utara dan membeli camilan dan minuman hangat untuk menambah enerji di Manchester. Di ujung jakan terlihat ada Tesco Extra, jaringan supermarket yang sudah berkiprah lama di Inggris Raya. Kami masuk beberapa lama sambil cari oleh-oleh. Kami pun membayar sendiri menggunakan konter self-check out dan menggunakan contactless card.
Waktu sudah menunjukkan jam 15.30, sudah waktunya kembali ke hotel untuk naik kereta api lagi  menuju Birmingham. Menunggu bus ternyata ada beberapa jadwal yang dibatalkan yang diumumkan menggunakan lembaran pengumuman yang ditempel di papan jadwal. Ketimbang lama menunggu, akhirnya kami memesan Uber dengan pengemudinya bernama Naim dan mobilnya tipe sedan tanpa mobil merek apa. Tidak lama datang Mercedes Benz C-Class terbaru berwarna putih. Dan ternyata plat nomor mobilnya tercetak Naim juga. Harga dan reputasi jelas  tidak membohongi kualitas, mobil Uber Mercedes Benz C Class yang penulis naiki, memang enak dan nyaman berada di dalam.
Sesampainya di hotel, kami langsung ke resepsionis untuk ambil koper. Pesan Uber yang ukurannya XL, agar bisa menampung banyak muatan, menuju stasiun Picadilly Manchester dengan tujuan Birmingham. Tak sabar rasanya untuk segera menapak di jalan kota terbesar kedua di Inggris, Birmingham. Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H