Mohon tunggu...
Didi Kurniadinata
Didi Kurniadinata Mohon Tunggu... Human Resources - Pengajar, Konsultan SDM, Trainer, Penulis,

Praktisi dan pemerhati pengembangan sumber daya manusia melalui konsultansi, pelatihan, asesmen. Menyukai sepakbola, otomotif dan jalan-jalan.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kultur Organisasi yang Mana yang Pas?

24 April 2024   14:57 Diperbarui: 24 April 2024   15:04 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

adopted from Handy (2000)
adopted from Handy (2000)

Mengamati dan memahami rumah di atas sebagai simbol organisasi, berarti bahwa manajer atau pimpinan suatu organisasi atau perusahaan harus merangkul ke empat kultur tersebut, dan menempatkan serta memperlakukannya dengan pas. Dan hal itu bukan sesuatu yang mudah dilakukan, karena memahami dan memperlakukan dengan benar semua orang dengan perilaku dari kultur yang berbeda-beda bisa memicu kejutan kultur. Kejutan kultur jika berat dan berintensitas tinggi bisa menimbulkan cultural schizoprenia (situasi dimana kejutan ini sudah sangat mengganggu kejiwaan seseorang). Apalagi ketika yang dikelola ternyata dari kultur yang bertolak belakang dengan pengelolanya.

Penulis pernah merasakan hal yang sama ketika mengelola suatu koperasi di mana para pengurusnya menunjukkan perilaku Zeus yang melihat permasalahan pengembangan dipandang sebagai intervensi pribadi. Sementara penulis merasa nyaman dengan kultur Pengembangan dan Peran. Cukup merepotkan ketika mengelola para Zeus.

Tantangan tersebut tidak banyak yang dapat mengatasinya jika dilakukan penanganan secara sporadis. Seorang pimpinan harus menempatkan mereka di rumahnya masing-masing, namun tetap dengan aturan dan koridor yang sama. Seperti rumah di atas, maka KP dan KTT tetap harus berada dalam lingkup KN yang menerapkan sistem dan aturan. Batasan-batasan dan juga syarat-syarat perlu disepakati bersama.

KP harus menjaga agar pengembangan tetap dalam batas waktu dan biaya yang jelas dan disepakati, sementara untuk KTT jika akan melakukan tinndakan harus melihat tingkat urgensinya dan memperkirakan dampak lanjutannya. Sementara KN tetap mempertahankan kesolidan organisasi melalui sistem dan aturan yang disepakati bersama.

Kesimpulan

Dengan demikian, maka keragaman model dan gaya termasuk kultur adalah keniscayaan dan menyehatkan karena akan memperkuat rasa memiliki perusahaan. Yang kurang pas adalah memaksanakan agar organisasi hanya memperhatikan satu kultur atau dua kultur, karena itu akan membuatnya pincang dan ketika ada kondisi yang tidak dikuasai pengelolaannya, maka organisasi bisa kolaps. Organisasi akan berkembang dalam tiga kondisi yaitu Kondisi Normal (KP), Kondisi Pengembangan (KP) dan Kondisi yang Tak Terduga (KTT). Dengan memahami ketiga kondisi tersebut dengan 4 kultur yang melekat, maka seseorang akan terlatih dan siap untuk mengelolanya dengan efektif.

Rerefensi

Handy, C. B.. Gods of management: The changing work of organizations.Arrow Books 2000

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun