Mohon tunggu...
Dida Rachma Wandayati
Dida Rachma Wandayati Mohon Tunggu... Mahasiswa - State Islamic University of Yogyakarta

Gadjah Mada University

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kartini dan Spirit Pengawalan Undang-Undang TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual)

21 April 2022   13:31 Diperbarui: 21 April 2022   13:41 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Padahal diluar itu, perempuan-perempuan berhak mendapatkan lebih dari pada itu diluar kontruksi sosial yang dilekatkan kepada dirinya.

Adanya diskriminasi berdasarkan jenis kelamin dan gender (gender based violence) yang ada kaitan erat antara perbedaan gender (gender differences) dan ketidakadilan gender (gender inequalities) dengan struktur ketidakadilan masyarakat secara lebih luas membuat dampak tersebut selanjutnya melahirkan marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, 

subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan stereotipe atau melalui pelabelan negatif, kekerasan (violence), beban kerja berlebihan seperti kerja lebih panjang dan lebih banyak (double burden), serta sosialisasi ideologi nilai peran gender. 

Realitas ini kemudian mengakibatkan ketidakadilan terjadi pada perempuan yang berpotensi membuat perempuan korban mengalami reviktimisasi, menghambat akses perempuan untuk mendapatkan hak-haknya serta mendapatkan keadilan.

Lalu bagaimana jika dikontekskan pada kondisi perempuan saat ini di Indonesia?

Pada saat ini di Indonesia kekerasan yang terjadi terhadap perempuan masih ada bahkan mengalami peningkatan. Sebagaimana Catatan Akhir Tahun (Catahu) Komnas Perempuan tahun 2019 telah membuktikan bahwa kekerasan terhadap perempuan (KtP) dari tahun 2016 hingga 2018 mengalami peningkatan. 

Jumlah pelaporan kasus tahun 2018 sebesar 406.178 mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yakni sebesar 14%. Data tersebut sebagaimana dihimpun dari tiga sumber yakni Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Agama (PA), lembaga layanan mitra komnas perempuan, dan Unit Pelayanan Rujukan (UPR).

Meskipun selanjutnya terjadi penurunan kasus yang terhimpun di dalam Catahu 2021 menunjukkan bahwa kemamuan pencatatan dan pendokumentasian kasus KtP di lembaga layanan dan di skala nasional perlu menjadi perioritas perhatian bersama. 

Sebanyak 2991.991 kasus yang dapat dicatatkan pada tahun 2020, berkurang 31% dari kasus di tahun 2019 yang mencatat 431.471 kasus. Hal ini dikarenakan kuesioner yang kembali menurun hampir 100% dari tahun sebelumnya. 

Pada tahun sebelumnya jumlah pengembalian kuesioner sejumlah 29 lembaga, sedangkan tahun ini hanya 120 lembaga. Namun sebanyak 34% lembaga yang mengembalikan kuesioner menyataan bahwa terdapat peningkatan pengaduan kasus di masa pandemi. 

Data pengaduan ke komnas perempuan juga mengalami peningkatan drastis 60% dari 1.413 kasus d tahun 2019 menjadi 2.389 kasus di tahun 2020. Sehingga tidak menutup kemungkinan banyak dark number kasus KtP yang belum speak up dikarenakan kondisi pandemi yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun