Mohon tunggu...
dicky irawan
dicky irawan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis freelance

2010-2017 wartawan Koran Sindo Medan dari Maret 2010-Juli 2017 dan sekarang penulis freelance baik di kompasiana.com dan di sejumlah portal media lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar Ikhlas dari Ibu

16 November 2020   15:14 Diperbarui: 16 November 2020   15:27 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibuku, Misniati Agustini | dok. pribadi

Sebagai seorang perias pengantin, aku belajar banyak dari ibuku, Misniati Agustini. Bukan belajar tentang tata rias pengantin, melainkan belajar ilmu ikhlas.

Sebagai anak laki-laki kedua dari enam bersaudara, aku kerap menemani ibuku setiap akhir minggu, memasang dekorasi pelaminan. Orderannya lumayan banyak saat itu.

Terkadang, dalam satu minggu bisa mendapat dua orderan. Dalam satu bulan bisa mendapat maksimal 8 orderan memasang dekorasi pelaminan untuk pesta pernikahan.

Padahal, ketika mendapatkan satu orderan saja, kami sudah sangat bersyukur.

Ternyata, ibuku memiliki cara tersendiri untuk mendapatkan banyak orderan memasang dekorasi pelaminan dan merias pengantin itu.

Sejak tahun 1996, ibuku telah memulai karirnya sebagai perias pengantin yang diawali dengan membuka salon kecantikan di rumah, Jalan Tuba 4 Gang Perintis 5 Nomor 6 Medan Denai, Kota Medan, Sumatera Utara.

Saat itu, ibuku tidak membuka salon secara khusus seperti kebanyak salon kecantikan lainnya. Ibuku hanya menyisihkan sedikit ruangan di rumah sebagai ladang bisnisnya.

Awalnya, cuma jiran tetangga yang datang untuk bersalon seperti memotong rambut, keriting rambut, cream bath dan lainnya. Namun lama-kelamaan, salonnya pun menjadi ramai.

Tak ingin mengecewakan pelanggannya, ibuku pun menambah ilmunya dengan mengikuti sejumlah kursus salon kecantikan. Hingga akhirnya, ibuku mempelajari tata rias pengantin.

Sama seperti membuka salon kecantikan, ibuku pun mendapatkan orderan pertamanya memasang dekorasi pelaminan dan merias pengantin dari tetangga.

Memang dari awal, ibuku tak pernah memasang tarif yang tinggi setiap kali orang akan menggunakan jasanya, memasang dekorasi pelaminan dan merias pengantin.

Bahkan, tak jarang ibuku tak mau menentukan tarif memasang dekorasi pelaminan dan merias pengantin kepada konsumennya. Malah, si konsumennya sendiri yang menentukan harganya. Hal itu diberlakukan ibuku khusus kepada orang-orang yang tak mampu.

"Uang kami cuma ada 500 ribu bu. Nanti, memasang pelaminannya yang biasa-biasa saja bu," kata si konsumennya dan ibuku pun tak keberatan dengan harga itu.  

Padahal, saat itu, jasa memasang dekorasi pelaminan dan merias pengantin di Kota Medan berkisar Rp 2 jutaan.

Dengan uang Rp 500.000 itu dimanfaatkan ibuku untuk membayar rental mobil pick up untuk mengangkat peralatan dekorasi pelaminannya, Rp 100.000. Selain itu, ibuku juga harus membayar jasa seseorang yang membantunya memasang dekorasi pelaminan, Rp 100.000. Sisanya, hanya Rp 300.000 lah yang bisa dimanfaatkannya untuk membantu perekonomian ayah kami sebagai seorang asisten notaris.

Walau hanya dibayar Rp 500.000, namun ibuku tak mau mengecewakan konsumennya. Ibuku pun memasang dekorasi pelaminannya dengan sangat istimewa.

Tak pelak lagi, si konsumennya merasa takjub dengan hasil dekorasi pelaminan itu. Sampai-sampai, si konsumennya merasa tak percaya, dengan uang Rp 500.000 itu bisa mendapatkan dekorasi pelaminan yang sangat bagus, seperti dekorasi pelaminan seharga jutaan rupiah.

"Terkadang, rezeki kita bukan berasal dari yang kita cari, tapi berasal dari seringnya kita membantu orang," kata ibuku yang kerap diucapkannya setiap kali menasehatiku.

Ternyata, dengan cara seperti itu bukan malah membuat bisnis dekorasi pelaminan ibuku merosot, tapi malah mendapatkan lebih banyak orderan.

Tanpa ada banyak promosi, bisnis dekorasi pelaminan dan rias pengantin ibuku semakin hari semakin banyak.

Maklum saja, sejumlah konsumen yang pernah mendapatkan jasa ibuku dengan harga yang murah itu ikut mempromosikan bisnis dekorasi pelaminan ibuku.

Cara bisnis merketing dari mulut ke mulut yang sangat efektif itulah, membuat bisnis dekorasi pelaminan ibuku semakin berkembang.

Bahkan, jasa dekorasi pelaminan dan rias pengantin ibuku sering dipakai anak-anak pejabat di Kota Medan, Sumatera Utara yang akan menikah. 

Tak hanya itu, ibuku juga pernah ke Singapura untuk memasang dekorasi pelaminan dan merias pengantin.

Selain itu, ibuku juga telah menunaikan ibadah haji dengan menggunakan hasil keringatnya sendiri, memasang dekorasi pelaminan dan merias pengantin.

Namun, satu hal yang tak dapat dipungkiri, ibuku juga ikut berjasa membantu, ekonomi keluarga kami. Sehingga, anak-anaknya mampu menyelesaikan Strata 1 di berbagi universitas di Kota Medan.

Kini, usia ibuku telah menginjak usia 64 tahun dan kami anak-anaknya tak lagi mengizinkannya bekerja. Saat ini, giliran kami sebagai anak-anaknya membahagiakan ibu dan ayah kami.

Ilmu ikhlas yang diajarkan ibuku menjadi bekalku hingga kini dalam menjalankan hidup. Ibu Sekolah Pertamaku dari aku lahir hingga dewasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun