Mohon tunggu...
Dicky Firmansyah
Dicky Firmansyah Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Bisnis Manajemen Syariah Institut Tazkia

Repetition is the mother of perfection.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menilik Peran Islamic Sosial Finance dalam Mendukung Industri Halal di Indonesia

18 November 2019   09:10 Diperbarui: 18 November 2019   09:19 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Penghargaan World Halal Tourism 2016.  Sumber : koleksi pribadi

Industri halal tak ubahnya menjadi perhatian serius di beberapa tahun belakangan ini. Bukan hanya di tanah air saja yang menyoroti hal ini, negara non-Muslim sekalipun tak mau terlewat dengan kesempatan emas industri halal. Berbicara mengenai industri halal, saya jadi ingat ketika mengikuti seminar nasional di salah satu universitas swasta di Jakarta tahun 2017 lalu. Acara tersebut mengusung tema "Halal Industry for Indonesian Future Economy".

Pemateri saat itu yakni Bapak Arief Yahya yang menjabat sebagai Menteri Pariwisata kala itu menyampaikan kepada audiens bahwa Aceh terpilih sebagai World's best halal cultural destination di ajang World Halal Tourism Awards 2016 mengalahkan pesaingnya Turki dan Malaysia. Tidakkah ini merupakan suatu prestasi yang luar biasa? Kendati demikian, kita tetap tidak boleh bersikap jumawa! Dari prestasi ini justru harus terus dipertahankan dan ditingkatkan lagi.

Memang tak bisa dipungkiri, menurut The State Global Islamic Economy Report 2018/19 nilai ekonomi di industri halal global untuk seluruh sektor gaya hidup menunjukkan angka yang cukup fantastis, nilainya mencapai USD 2,1 triliun yang meliputi pengeluaran makanan USD 1,3 triliun, diikuti pakaian USD 270 miliar, media dan rekreasi USD 209 miliar, pariwisata USD 177 miliar dan belanja untuk obat-obatan dan kosmetik USD 87 miliar dan USD 61 miliar. Sementara sektor keuangan Islam memiliki total aset USD 2,4 triliun.

Gambar 2. Nilai Ekonomi Industri Halal Dunia. (Sumber gambar : koleksi pribadi)
Gambar 2. Nilai Ekonomi Industri Halal Dunia. (Sumber gambar : koleksi pribadi)

Melihat potensi besar ini, berbagai upaya serius tampaknya sudah dan tengah dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Bagaimana tidak, guna mendukung percepatan pengembangan industri halal tanah nair, pemerintah akhirnya secara khusus menyusun Masterplan Arsitektur Keuangan Syariah Indonesia, di mana di dalam MAKSI tersebut mengusulkan pembentukkan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang nantinya akan fokus dalam pengembangan industri halal. Tak berhenti sampai di situ, tahun 2019 KNKS kemudian meluncurkan Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia (MEKSI) yang akan dijadikan sebagai peta jalan dalam mempercepat, memperluas, dan memajukan pengembangan keuangan syariah untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional.

Gambar 3. Ilustrasi Logo Halal. (Sumber gambar : superfoodasia)
Gambar 3. Ilustrasi Logo Halal. (Sumber gambar : superfoodasia)

Telisik lebih jauh dari pengembangan industri halal di tanah air, sertifikasi halal menjadi salah satu bagian penting yang tak bisa dilupakan. Gubernur BI menyebutkan pada saat acara ISEF 2019 lalu, sertifikasi halal merupakan jurus jitu agar pelaku industri halal dapat bersaing di kancah global. Dengan adanya sertifikat kehalalan produk, kepercayaan konsumen terhadap produk akan meningkat. UU No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) juga telah mewajibkan semua produk makanan dan minuman bersertifikasi halal per Oktober 2019 lalu.

Namun mengapa para pelaku UMKM saat ini faktanya masih banyak yang belum bersertifikat halal? Ada dua alasan. Pertama, UMKM belum mamahami secara persis akan pentingnya sertifikasi halal. Kedua, UMKM sudah memahami dan ingin melakukan sertifikasi halal namun kekurangan modal. Menurut data, baru sekitar 10 persen UMKM yang sudah tersertifikasi halal. Alih-alih ingin melakukan sertifikasi halal, modal untuk membiayai kegiatan produksi pun kadang masih kurang.  

Masalah kurangnya modal untuk sertifikasi halal, biaya produksi, dan biaya faktor pendukung lainnya menjadi momok bagi para UMKM. Tentu sangat disayangkan sekali ketika potensi industri halal yang begitu besar ini tidak dibarengi dengan kesiapan para pemainnya khususnya para UMKM ini. Maka wajar jika opini industri halal seolah terbatas hanya untuk mereka (para pemain) yang sudah memiliki modal besar saja, dan itupun belum banyak. Lantas, tidakkah kita takut jikalau ternyata produk halal dari negara lain justru yang membanjiri pasar di negeri ini? Tidakkah kita takut jikalau UMKM negeri ini kalah saing dengan produk luar negeri yang sudah tersertifikasi?

Menjawab permasalahan ini, ternyata terdapat solusi alternatif yang juga memiliki potensi besar. Jikalau industri halal dan alternatif ini bisa dintegrasikan dengan baik, bukan hanya permasalahan sertifikasi yang dapat diselesaikan, melainkan juga dapat membantu proses hulu ke hilir dalam mengembangkan produk halal. Sesungguhnya solusi alternatif tersebut ada pada instrumen Islamic social finance, yakni zakat dan wakaf.

Mengutip artikel berjudul "Integrating Waqf and Halal Industry" yang ditulis oleh Lisa Listiana menyebutkan bahwa wakaf perlu dipertimbangkan sebagai cara alternatif untuk mengatasi masalah pendanaan dalam mengembangkan industri halal. Islamic social finance dalam hal ini yakni zakat dan wakaf dinilai mampu untuk mendorong dan mendukung pengembangan industri halal di Indonesia. Pasalnya selain potensi zakat dan wakaf yang sangat besar, hal ini juga dipengaruhi oleh sifat dasar zakat dan wakaf sebagai instrumen Islam yang memang tujuan utamanya adalah untuk mendorong penciptaan keadilan dan kesejahteraan ekonomi umat.

Sejauh ini, wakaf dan zakat merupakan instrumen yang dinilai paling potensial. Tidak hanya untuk mengentaskan masalah kemiskinan, namun juga untuk mengatasi masalah ekonomi-sosial lainnya. Per tahun 2019 ini, potensi zakat mencapai Rp 217 triliun rupiah. Di samping itu, Badan Wakaf Indonesia (BWI) menyebutkan untuk potensi wakaf sendiri mencapai Rp 180 triliun rupiah. Dari sini, kita mendapati ada dua potensi besar di Indonesia, pertama potensi Industri halal dengan market yang besar dan potensi social finance zakat dan wakaf yang besar. Jika keduanya bisa diintegrasikan dengan baik, maka akan tercipta ekosistem yang mampu mendorong percepatan pengembangan industri halal di Indonesia.

Gambar 4. Potensi Zakat dan Wakaf Indonesia 2019. (Sumber gambar : koleksi pribadi)
Gambar 4. Potensi Zakat dan Wakaf Indonesia 2019. (Sumber gambar : koleksi pribadi)

Kemudian, akan timbul pertanyaan bagaimana cara mengintegrasikan social finance dan industri halal? Menjawab pertanyaan ini, saya ingin ambil contoh program Lumbung Pangan Wakaf yang digagas Global Wakaf ACT. Program unggulan yang bertujuan membantu para petani beras dari hulu ke hilir. Para petani disediakan sarana penunjang berupa alat yang modern oleh Global Wakaf ACT. Karena alat modern ini, akhirnya para petani dapat memproduksi gabah dengan cepat. Artinya akan terjadi efisiensi yang menyebabkan peningkatan jumlah produksi. Karena produksi para petani meningkat dengan waktu yang efektif, nantinya  harga pun akan ikut terpengaruh .

Selain itu, produk beras yang nantinya dihasilkan pastinya memiliki kualitas premium. Akhirnya beras para petani dapat bersaing dengan produk yang sama di pasar global. Selain itu karena kualitas beras yang bagus ditambah harga jual yang murah akan meningkatkan daya beli masyarakat domestik. Secara tidak langsung, ini akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di sektor halal food.

Gambar 5. Petani sedang Memanen Padi. (Sumber gambar pantau.com)
Gambar 5. Petani sedang Memanen Padi. (Sumber gambar pantau.com)

Selain model lumbung pangan wakaf milik Global Wakaf ACT, ada beberapa contoh lain mengenai integrasi social finance dengan halal industri, di antaranya:

  • Sinergi Foundation, memiliki program wakaf sawah produktif, ternak hewan, dan lain-lain.
  • Dompet Dhuafa, memiliki program agro industri, wakaf ronting., dan lain-lain.
  • Rumah Wakaf, memiliki program wakaf UMKM, wakaf kebun produktif, dan lain-lain
  • Wakaf Daarut Tauhiid, memiliki program wakaf pabrik roti, wakaf foodcourt, wakaf ketahanan pangan, dan lain-lain

Kalau pemerintah bersama pihak terkait berhasil mengintegrasikan social finance dengan sektor-sektor industri halal, optimis semua kekuatan untuk mengangkat dan mendorong industri halal Indonesia ke tingkat dunia akan terlaksana. Mengakhiri tulisan ini, semoga kedepannya akan muncul upaya-upaya untuk mendorog dan membantu para pelaku usaha dalam negeri, khususnya UMKM untuk berkecimpung ke dalam industri halal, demi perebutan pasar produk halal dan menjadikan Indonesia sebagai pusat Industri halal dunia. Aamiin. [Dicky]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun