Mulai dari bahan pokok meski negara mereka sebagai negara agraris tapi masih saja harus impor beras dari luar negeri.
Dalam perjalanannya, beredar kabar adanya beras plastik alias palsu yang diduga dikonsumsi masyarakat Indoresah.
Keresahan makin menjadi dengan naik-turunnya harga BBM, kasus ijazah palsu, sejumlah urusan HAM yang tak beres, perseteruan antarlembaga negara, kelompok, atau perseorangan.
Belum lagi berbagai kebutuhan pokok yang jelang Ramadan ini perlahan tapi pasti merangkak naik, eh listrik diam-diam juga ikut merayap naik.
Ya, penulis tak bisa menceritakan keresahan-keresahan yang terjadi dan melanda negara Indoresah secara detail. Toh, penulis kan hidup di Indonesia. Jadi, kenapa harus resah.
Hanya jadi kepikiran saja. Pukul 09.30, Kamis (4/6/2015) penulis dapat telepon.
Dari suara telepon diujung sana mengatakan, tamu itu dalam perjalanan ke kantor.
Mengetahui yang datang bukan orang sembarangan, tentu seluruh pimpinan dan jajaran di kantor penulis sudah bersiap sedari pagi.
Tunggu punya tunggu, pimpinan dan teman-teman resah. Tamu kehormatan dari sebuah lembaga negara di Indonesia itu tak kunjung tiba.
Tepat pukul 11.57, ada pesan singkat masuk yang mengungkapkan permohonan maaf tak jadi bertamu karena ada jadwal mendadak dan harus segera ke Jakarta. Semudah itukah?
Â