[caption caption="Istimewa"]Tulisan ini saya buat atas dasar cinta dan upaya penyicilan utang budi, bagi daerah yang sudah mengasuh dan membesarkan diri yang diluputi keawaman.
Untuk membangun sebuah daerah, memang tidak semudah membangun rumah. Namun, ada banyak kesamaan antara membangun rumah dan daerah. Dimana dua bangunan ini memiliki fondasi, tiang, dinding dan, tak lupa pengisinya.
Elemen fondasi merupakan hukum  dan moral pemimpin serta masyarakatnya. Hukum yang dimaksud bukan hanya berupa hukum formal. Baik hukum agama, begitu juga hukum ketatanegaraan, dimana Undang Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2007 menjadi landasan berdirinya daerah dengan luas wilayah 1.311,31 Km persegi ini.Â
Tetap, ada yang lebih mendasar, dimana moral pemimpin, abdi negeri sampai masyarakat daerahnya yang menjadi acuan. Jika semuanya keluar dari ketentuan hukum formal dan moral etik, maka jangan harap bangunan ini bisa bertahan lama. Keruntuhan akan datang, karena fondasi tak kuat menahan tempaan dan tantangan zaman.
Tiang merupakan filar kepemimpinan. Dimana bangunan akan lebih tangguh jika ditambahkan tiang. Tiang adalah penyanggah kekuatan. Tanpa seorang pemimpin arif, pembangunan daerah tak akan mendapatkan titik keistimewaan.Â
Dinding adalah pelindung, dimana pengisi bangunan akan terhindar dari berbagai ancaman luar. Dinding adalah simbol agama, dimana agama mesti menjadi dasar peradaban. Karena memang, suatu bangsa tidak lah berarti meski sudah meraih titik kemajuan peradaban, tanpa pelindung agama.
Pengisi bangunan adalah kita, masyarakat. Untuk apa membuat bangunan, jika bangunan itu tidak memberikan rasa tentram, aman, dan memberi perlindungan. Yang ada kita malas berada di dalam bangunan, meski bangunan itu dibuat semegah mungkin. Maka, bangunan dan pengisinya harus sama-sama menciptakan kultur kenyamanan.Â
....
Saya memantau langsung kondisi infrastruktur di wayah Kecamatan Cipeundeuy dan Cikalongwetan. Dua kecamatan yang lebih sering saya lalui ini, memberikan banyak insfirasi sampai konklusi. Jika para pemangku kebijakan kita, perlu mendapat arahan.Â
Pembangunan infrastruktur fisik di Kabupaten Bandung Barat (KBB) memang belum menemukan titik kedigjayaan. Masih banyak akses jalan kita yang sekali dibangun, tunggu lima tahun atau tahun kapan akan diperbaiki, jika didapati kerusakan.
Kebanyakan infrastuktur jalan di KBB dalam keadaan rusak dan nyaris tak diperbaiki. Khususnya akses jalan pedesaan dan jalan penghubung antarkecamatan.
Jika diintip dari manajemen Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bandung Barat tahun 2015 mengalami peningkatan cukup signifikan. Jika dilihat, pada tahun 2014, APBD Kabupaten Bandung Barat hanya Rp1,9 triliun, untuk 2015 naik menjadi Rp2,1 triliun.
Progres pendapatan yang cukup kelihatan, naik sebesar Rp3 miliar selama kurun waktu setahun. Namun, ada beberapa opsi yang mesti dijadikan perhatian bagi para pemangku kebijakan di Bandung Barat.Â
Khususnya dalam manajemen anggaran. Masih banyak pos-pos pengeluaran anggaran yang dinilai hambur. Dan tidak berimplikasi berarti pada pembangunan kesejahteraan masyarakat.
Alokasi anggaran kita masih besar di wilayah belanja pegawai, atau belanja tidak langsung. Dalam APBD 2015 pos pendapatan mencapai Rp1,9 triliun dengan sumber terbesar dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp271 miliar serta hasil retribusi daerah yang mencapai Rp194 miliar.
Sedangkan di pos belanja, tahun ini belanja tidak langsung KBB mencapai Rp1,3 triliun yang mayoritas dihabiskan untuk gaji pegawai. Sementara untuk belanja tidak langsung hanya Rp806 miliar.
Jika opsi mengurangi jumlah pegawai sulit dilakukan, maka langkah yang mesti diambil tak lain merupakan perbaikan kualitas para aparatur sipil negara di KBB.
Karena memang untuk menjalankan sebuah roda pemerintahan, mesti tercipta kultur take and give. Apa yang diberikan dan apa yang didapatkan.
Jika masih banyak para Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menunggu gaji bulanan dari pada memperbaiki kualitas kinerja, maka hal ini harus menjadi bahan rujukan badan kepegawaian, sekretaris daerah sampai kepala daerah di KBB untuk berpikir bagaimana para PNS kita lebih proaktif bertugas sebagai abdi negeri.
Bukti real, anggaran kita masih besar di pos belanja tidak langsung. Yang keluar melalui transaksi belanja pegawai yang jumlahnya cukup besar. Termasuk belanja aset daerah.
Semisal serapan anggaran belanja pegawai di Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) yang menyerap hingga Rp804 miliar dari total belanja pegawai KBB Rp1,07 triliun. Besarnya anggaran belanja pegawai Disdikpora disebabkan jumlah pegawai lebih banyak dari PNS, ketimbang dengan dinas yang lain.
Pemerintahan KBB tentu harus mempersiapkan tentang arah kebijakan pembangunan yang kesemuanya bermuara dalam APBD.
Jika yang menjadi fokus adalah pos anggaran pada serapan pembangunan infrastruktur, kebijakan ini bukan hanya dituangkan dengan alokasi anggaran infrastruktur yang lebih besar jika dibandingkan dengan anggaran lainnya. Tetapi, bagaimana pengelolaan anggaran di KBB berbasis kinerja.
Buah pembangunan memang harus dirasakan langsung masyarakat selaku objek penerima stimulus kebijakan. Mengapa? Karena masyarakat yang membayar pajak, retribusi, sampai pembayaran yang tidak diketahui dasar atau alasannya.Â
Dengan demikian, masyarakat harus mendapatkan sarana pendidikan yang baik, perlindungan kesehatan yang responsip sampai ukuran kesejahteraan yang memadai.Â
Tentu tingkat kesejahteraan tidak akan bisa dirasakan maksimal jika infrsturktur fisiknya belum maksimal pula.
Para petani akan kesulitan jika ingin menjual hasil lebih pertaniannya. Akses transfortasi terhambat karena sarana jalan buruk. Muncul keluhan yang tendensiusnya mengarah pada menyudutkan pihak pemerintah. Sampai membanding-bandingkan hasil pembangunan dengan daerah lain, dengan alasan uangnya sama tapi mereka bisa. Mengapa penerintah kita tidak bisa?
Jika rumusan kemajuan daerah bisa diraba dari perolehan angka penilaian indeks pembangunan manusia (IPM), Bandung Barat di atas kertas patut diacungi jempol.Â
Tahun 2007 sampai 2008, IPM kita masih di bawah ukuran rata-rata Jawa Barat. Namun, tahun 2012 IPM kita sudah di atas rata-rata Jawa Barat. Hal ini bukan mesti dijadikan rujukan paten. Karena pembangunan fisik dan sosial itu berkelanjutan, dan sifatnya "mesti" dinamis.
Pemkab KBB sejauh ini menyediakan pos anggaran infrastruktur sebesar Rp165 miliar. Namun, masih ada kejanggalan, karena komitmen Pemkab dalam merealisasikan Program Jalan Mulus di KBB, diperoleh dari hasil memangkas 15 persen anggaran dari tiap dinas.
Fokus pembangunan di KBB memang masih terbata-bata. Seperti bayi yang sedang berjalan. Maklum, daerah ini baru berusia delapan tahun. Usia kanak kanak yang tengah belajar untuk menggapai kemajuan hidup.
Selamat Hari Jadi Kabupaten Bandung Barat ke-8. Semoga dengan bertambah usia, arah pembangunan Bandung Barat menemui titik Kewibawaan, Mukti, Kerta Raharja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H