Mohon tunggu...
Dicky Wibowo
Dicky Wibowo Mohon Tunggu... dokter hewan -

Instagram: Mlaku Wae Project / Menulis di www.mlakuwae.blogspot.co.id serta menulis fiksi di www.pawonfiksi.blogspot.co.id / dokter hewan

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kisah dari Bawah Pohon Waru

22 Januari 2012   10:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:34 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mata lelaki tua berambut berombak itu masih saja menatap lautan lepas, entah apa yang ada dipikirannya saat itu. Setiap hari, bahkan setiap waktu, lelaki tua dengan kulit terbakar matahari selalu saja berdiam sambil bersila menghadap laut Jawa. Di bawah pohon waru yang teduh, mulutnya terlihat komat-kamit seperti merapal kalimat, entah doa, entah mantra, tidak ada yang tahu.


Sebagian besar warga dusun Têkek mengenalnya sebagai lelaki tua yang ramah, lantaran selalu saja terlihat sebuah senyum manakala berpapasan dengan warga dusun. Namun, sayangnya warga dusun tidak ada yang mengetahui nama dan asal-usulnya. Warga hanya memanggilnya dengan nama mbah Layar, karena jubah kumal yang dikenakannya selalu berkelebatan layaknya sebuah layar jung yang diterpa angin laut. Jika diterka, kemungkinan usia mbah Layar sudah berkepala enam atau tujuh, lantaran gurata-guratan di wajahnya yang bisa dibilang tidak sedikit lagi. Tetapi tidak ada yang tahu pasti, sebab sampai saat ini, belum ada seorang warga yang pernah bercakap-cakap dengan mbah Layar.


"Mbah Layar itu baik orangnya, tetapi bahasanya itu lho yang tidak kita mengerti", begitulah ujar pakdhe Êntung kala ditanya perihal keberadaan mbah Layar di dusun Têkek.


Selain itu, beberapa warga dusun yang tinggal tidak jauh dari bibir pantai berujar bahwa mbah Layar tak ubahnya sebagai seorang wali. Menurut mereka, mbah Layar bisa mendatangkan dan menolak angin badai. Pernah suatu ketika, angin ribut yang datang dari utara hampir memporak-porandakan dusun Têkek, tetapi dengan "kekuatan" mbah Layar, angin ribut itu pun akhirnya luluh. Entah kekuatan apa yang dimaksud. Tak hanya itu, beberapa waktu lalu, ketika musim hujan tak kunjung tiba, mbah Layar terlihat di luar kebiasaannya, waktu itu mbah Layar menghilang pergi entah kemana, dan sekembalinya, hujan pun datang, kekeringan pun tidak jadi menghantui dusun Têkek. Meskipun banyak warga yang mempercayai kekuatan gaib mbah Layar, salah seorang tokoh agama di dusun Têkek tetap menghimbau warga dusun agar tidak berlebihan menyikapi fenomena tersebut.


"Aneh memang, tetapi kalau sudah kuasa gusti Allah, ya terjadi", begitulah ujar Lik Randhu, salah seorang tokoh agama dusun Têkek, dan merupakan santri almarhum mbah Watu yang juga dianggap sebagai wali oleh warga dusun Têkek.


------------------


Seperti pagi sebelumnya, udara sejuk pagi cepat berganti menjadi terik, lantaran bentang alam dusun Têkek yang berada di tepian laut jawa. Namun, terik bukanlah halangan bagi warga dusun untuk berkarya menggarap sumberdaya alam dusun Têkek. Sebagian besar warga dusun berkarya sebagai nelayan, sedangkan sisanya berkarya sebagai pencari buah mangrove dan sisa lainnya berkarya sebagai buruh di pasar yang tidak begitu jauh dari dusun Têkek.


Bergantinya waktu menjadi siang, semakin sunyi suasana perkampungan dusun Têkek, suasana riuh beralih ke bibir pantai, berpuluh-puluh perahu dan jukung nelayan bersandar ke pantai setelah semalaman mengarungi laut. Istri-istri dan anak-anak nelayan riang menyambut sang kepala keluarga yang tiba dengan sejumlah rejeki di perahu dan jukungnya. Beberapa tengkulak pun tak ketinggalan menunggu datangnya rejeki yang sebentar lagi menghampiri kantungnya. Namun, akhir-akhir ini, para tengkulak sudah tidak mendapat tempat di hati warga nelayan dusun Têkek. Lantaran sebagian besar nelayan dusun Têkek sudah tidak menjual hasil tangkapannya ke tengkulak. Entah apa sebabnya. Menurut pakdhe Êntung, hasil tangkapan ikan menurun akhir-akhir ini lantaran cuaca yang sedang tidak bersahabat, sehingga nelayan enggan menjual hasil tangkapan yang bisa dibilang tidak terlalu banyak ke para tengkulak, para nelayan pun beranggapan kalau para tengkulak justru menyulitkan kehidupan mereka. Entah apa maksudnya pakdhe Êntung tersebut.


Terik pun semakin menjadi-jadi. Namun, semilir angin laut meredam terik siang. Beberapa anak yang belum genap sepuluh tahun riuh memainkan bola dari buah kelapa tak jauh dari bibir pantai tempat perahu-perahu nelayan tertambat. Beberapa anak yang lain tengah terlihat bersiap memacu jukung kecilnya melaju ke arah pulau karang yang tak begitu jauh jaraknya dari garis pantai. Tak hanya itu, di sela-sela waktu rehatnya, kebanyakan nelayan dusun Têkek menghabiskan waktunya dengan memperbaiki jaring dan juga membuat jaring baru.


Hembusan angin laut yang kadang-kadang kuat dan kadang-kadang lembut menyapu rimbunnya pepohonan waru yang tumbuh berjajar bagaikan benteng pemisah antara pantai dengan perkampungan dan berpuluh-puluh tegakan pohon kelapa yang kokoh menjulang tinggi menantang langit. Beberapa rumpun mangrove yang tumbuh di sisi kiri dusun Têkek pun terlihat ramai kala hari beranjak sore, lantaran beberapa warga menghabiskan waktunya dengan memancing di sela-sela akar mangrove. Gesekan-gesekan dedaunan dan riak-riak ombak yang terpecah menghantam akar-akar mangrove dan lambung-lambung perahu nelayan telah menciptakan alunan khas yang merdu.


Hembus angin laut perlahan-lahan menyapa sesosok tua di bawah rindangnya pohon waru. Jubah lusuh berwarna putih kusam pun berkelebatan, diiringi ceracau yang memang sampai saat ini belum dimengerti oleh warga dusun. Entah merapal mantra, entah berdoa, ataukah mengutuki nasib, entah, tidak ada yang tahu. Sekilas sesosok tua di bawah pohon waru seperti seorang pertapa dan juga seorang kyai jaman dulu.


"Brakk", suara hantaman sebuah benda. Bola dari kelapa yang sejak tadi dimainkan anak-anak dusun Têkek hilang kendali dan melesat menghantam gubug sesosok tua itu. Atap dari papan terlihat bolong dan berserakan akibat hantaman itu. Selang beberapa detik, lelaki tua itu menghampiri sumber suara, dan tak lama kelapa itu sudah ada digenggamannya. Dengan senyum ramah, tangannya menyerahkannya kepada segerombolan anak-anak yang sejak tadi memainkan kelapa tersebut, sambil mengelus lembut rambut salah satu anak, ceracau mulai dilontarkan diiringi dengan senyuman ramah, dan tak berapa lama dia kembali ke gubugnya.


Meskipun mereka menganggapnya sebagai seorang yang aneh, anak-anak tetap menganggapnya sebagai orang yang ramah, bahkan lebih ramah dari lik Randhu, seorang tokoh agama setempat. Pernah suatu ketika, lelaki tua itu memberikan sejumlah emas kepada keluarga-keluarga yang tengah dirundung kemalangan. Tidak ada yang tahu dari mana sumber emasnya, padahal setiap harinya dia hanya menghabiskan waktu di bawah pohon waru tua, tak jauh dari gubugnya. Dari kejadian itulah, warga semakin percaya bahwa lelaki tua itu adalah seorang wali.


Meskipun warga menganggapnya sebagai seorang yang mempunyai kelebihan, warga masih segan menghampirinya atau sekedar bercakap dengannya, sebagian besar warga beranggapan jika lebih baik membiarkannya dalam aktivitasnya, warga pun menganggap lelaki tua itu sedang melaksanakan lelaku tapa brata.


Setiap hari, bergiliran warga dusun mengirimkan makanan kepadanya. Bahkan ketika ada acara hajatan, tak lupa warga mengundangnya. Pernah suatu ketika lik Randhu mempersilakan untuk menginap di ruangan kamar kosong samping surau dusun, tetapi dengan sopannya lelaki tua itu menolaknya, dia lebih memilih tinggal di gubugnya, tentunya dengan bahasa yang juga tidak terlalu dipahami oleh lik Randhu.


Lik Randhu sendiri juga menganggapnya sebagai orang yang dikaruniai kelebihan ilmu oleh gusti Allah. Selalu saja dan sering lelaki itu dipersilakan untuk menjadi imam di surau dusun. "Hafalannya bagus dan bacaannya bagus", begitulah ujar lik Randhu, "tetapi ya itu, beliau masih misterius", tambahnya lagi.


Misterius, begitulah status yang dilekatkan warga dusun Têkek kepada lelaki tua itu, lantaran kadang-kadang dia ada di lingkungan dusun, dan kadang menghilang dengan sendirinya. Pakdhe Êntung pernah berujar bahwa bahasa sosok lelaki tua itu tak lain adalah bahasa sansekerta, tetapi pakdhe Êntung belum bisa memastikannya, lantaran terdapat perbedaan dari bahasa sansekerta yang pernah dipelajarinya. Namun, warga dusun tidak mau ambil pusing, karena mereka menganggap lelaki tua itu tetaplah sebagai seorang wali.


--------------------


Seperti sore sebelumnya, mbah Layar terlihat menaiki jukung kecilnya menuju tengah laut Jawa. Tidak ada yang tahu persis tujuannya. Namun, beberapa nelayan yang pernah berpapasan dengannya di tengah laut merasa bahwa mbah Layar benar-benar mempunyai kelebihan, lantaran di tengah laut itu, mbah Layar terlihat asyik bercengkerama dengan puluhan lumba-lumba yang hidup di laut Jawa. Mas Piyik, salah seorang nelayan menganggapnya mampu bercakap-cakap dengan binatang. Bahkan ada yang menganggap bahwa bahasa aneh mbah Layar tak lain adalah bahasa yang hanya dimengerti oleh hewan. Namun, entahlah, tidak ada yang tahu kebenarannya.


Lumba-lumba merupakan hewan buruan para nelayan dusun Têkek, tetapi semenjak mbah Layar hadir di dusun Têkek, kegiatan tersebut pun berangsur-angsur menghilang. Entah, warga merasa menghormati mbah Layar atau karena sebab lain, entahlah.


Mbah Layar memang hadir di tengah-tengah kehidupan warga dusun Têkek sekitar dua puluh tahun lalu, tidak ada yang tahu darimana asalnya. Pakdhe Randhu pernah berujar bahwa sebelum kedatangan mbah Layar, hujan deras disertai angin ribut dan badai terjadi hampir satu minggu penuh, bahkan kadang-kadang disertai tsunami kecil, kondisi saat itu benar-benar membuat warga dusun mengalami musim "kelaparan", lantaran mereka tidak bisa mencari rejeki di lautan. Setelah hampir tujuh hari, cuaca pun berangsur-angsur membaik, dan anehnya, tiba-tiba tak jauh dari garis pantai dan beberapa pohon waru yang membatasi pantai dengan pemukiman berdiri sebuah gubug dari papan dan batang-batang kayu, yang waktu itu dianggap warga sebagai gubugnya orang gila. Namun, ketika dari dalam gubug itu keluar sesosok lelaki berjubah putih, maka warga pun menganggapnya sebagai seorang wali.


Tidak ada yang tahu darimana datangnya mbah Layar. Beberapa warga beranggapan bahwa, mbah Layar kemungkinan dari pulau seberang yang terjebak badai waktu itu dan akhirnya terdampar di dusun Têkek. Beda lagi dengan yang diujarkan pakdhe Randhu, pakdhe Randhu beranggapan bahwa mbah Layar adalah titisan wali jaman dulu yang diutus untuk memperbaiki kehidupan jaman sekarang. Entah dugaan mana yang benar, tidak ada yang mengetahuinya dengan pasti.


----------------


Biasanya mbah Layar hanya menghabiskan waktu bercengkerama dengan sahabatnya di laut lepas sana sekitar habis ashar sampai sebelum maghrib. Namun, hari ini, sampai habis sholat isya, belum terlihat batang hidung mbah Layar, padahal mbah Layar tidak pernah melewatkan sholat berjamaah di surau dusun Têkek. Beberapa warga pun menganggapnya sebagai sebuah pertanda bahwa akan terjadi sesuatu di dusun Têkek, sebagian beranggapan bahwa bencana besar akan terjadi. Namun, anggapan itu segera dibantah oleh lik Randhu. Lik Randhu beranggapan bahwa mbah Layar kemungkinan punya kepentingan lain.


Tak berapa lama seusai sholat isya, warga pun berbondong-bondong menuju gubug mbah Layar, dan sebagian menuju bibir pantai sambil membawa obor. Setengah jam berlalu, tak juga terlihat batang hidung mbah Layar. Warga yang mencoba masuk dan melihat sekeliling ruangan dalam gubug mbah Layar menjumpai dua buah benda, sebuah kitab Al-Quran dan sebuah gulungan kertas usang, yang mungkin usianya hampir sama dengan umur kehadiran mbah Layar di dusun Têkek. Hanya dua benda itu, tak ada lainnya, hanya ruangan kosong beralasakan dedaunan kering.


Sekitar pukul sembilan malam, terdengar teriakan warga yang sejak tadi berkerumun di bibir pantai. Tak berapa lama, semua warga dusun berdatangan ke arah suara tersebut. Sesosok mayat lelaki tua beserta bangkai tiga ekor lumba-lumba terhanyut ke garis pantai. Dengan cahaya obor yang semakin tak karuan lantaran angin darat sedang kencang-kencangnya berhembus, sekilas terlihat senyum di wajah mayat lelaki tua itu. Warga pun mengenalinya, mayat mbah Layar yang tengah dikerumuni warga tersebut. Serta-merta mayat mbah Layar tersebut dibawa ke tepi oleh warga dusun.


Tidak ada yang tahu apa yang sedang terjadi malam ini. Beberapa warga menduganya akibat dari badai yang mungkin sedang berkecamuk di tengah lautan sana. Namun, dari bangkai tiga ekor lumba-lumba yang juga ikut terhanyut ke garis pantai, mas Piyik berkesimpulan bahwa kematian mbah Layar adalah tidak wajar, alias mbah Layar dibunuh oleh pemburu lumba-lumba, lantaran terlihat dari fisik bangkai lumba-lumba yang seperti tertusuk oleh benda tajam. Selain itu, mas piyik juga mengungkapkan bahwa selama ini, banyak kapal nelayan dari daerah lain yang berniat untuk berburu lumba-lumba, dan mereka pun tahu bahwa puluhan lumba-lumba akan berkumpul di sekitar jukung mbah Layar manakala mbah Layar menghampirinya. "Mungkin saat inilah dianggap waktu yang tepat untuk memburu lumba-lumba itu", ujarnya lagi, "dan, mbah Layar tampaknya dengan sekuat tenaga telah berupaya melindungi kawan-kawannya itu, tetapi takdir berbicara lain", tambahnya lagi.


Rasa penasaran benar-benar menghantui warga dusun Têkek malam ini. Serta-merta lik Randhu membuka gulungan kertas usang peninggalan mbah Layar. Betapa kagetnya lik Randhu dan pakdhe Êntung yang melihat isi gulungan kertas itu, lantaran kertas itu berisikan tulisan beraksara sansekerta bercampur aksara Khmer disertai dengan huruf Arab. Dan betapa kagetnya lik Randhu ketika dibacanya tulisan Arab yang mungkin dipahaminya, isi surat itu merujuk pada almarhum mbah Watu, gurunya.


Serta-merta air mata menetes dari kedua mata lik Randhu. Dengan suara lirih, lik Randhu berujar bahwa mbah Layar sebenarnya datang ke dusun Têkek dengan tujuan untuk berguru kepada mbah Watu, beliau datang dari utara, dari daerah yang dulunya dikenal dengan nama Champa.


ditulis juga di wirakid.blogspot.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun