Tak Sepadan – Chairil Anwar
Aku kira
Beginilah nanti jadinya
Kau kawin, beranak dan berbahagia
Sedang aku mengembara serupa Ahasveros
Dikutuk-sumpahi Eros
Aku merangkaki dinding buta
Tak satupun dinding terbuka
Jadi baik juga kita padami
Unggunan api ini
Karena kau tidak ’kan apa apa
Aku terpanggang tinggal dalam rangka
Si Binatang Jalang, begitu dirinya disebut oleh banyak orang negara ini. Siapa yang tak kenal dengan Chairil Anwar? Ia merupakan pelopor Angkatan `45 dan puisi modern Indonesia. Ia adalah penyair besar dan terkemuka di Indonesia yang telah menciptakan 96 karya termasuk 76 puisi yang banyak dikenal dan dinikmati banyak orang dari berbagai kalangan. Romantisme, sosial, hingga ekstensialisme adalah sejumlah jenis topik karya yang digeluti beliau selama 28 tahun hidup sebelum berpulang pada 28 April 1949 akibat penyakit yang mematikan yakni TBC.
Pengalaman asmara merupakan hal yang penting dalam kehidupan setiap manusia di muka bumi ini. Tak heran, Tuhan yang Maha Kuasa menciptakan manusia yang sempurna dengan balutan naluri jatuh cinta. Cinta adalah bagian dalam hidup bahkan menjadi kebutuhan layaknya seperti makanan yang harus dipenuhi. Pengalaman asmara yang baik maupun buruk tentu akan membekas dalam hati maupun pikiran setiap orang seperti kisah cinta bertepuk sebelah tangan yang dialami banyak orang. Hal ini juga dirasakan oleh Chairil Anwar dalam hubungan asmara semasa hidupnya seperti yang tertuang dalam puisi Tak Sepadan yang diciptakan pada Februari 1943.
Puisi ini mengusung tema romantisme yang merupakan salah satu tema yang banyak digemari banyak orang. Puisi ini diwarnai dengan suasana perasaan sedih dan kecewa pada penulis yang dapat dirasakan pembaca maupun pendengar. Puisi yang menakjubkan ini mampu membuat pembaca mendengar jeritan hati yang menyakitkan sebagai buah dari kisah asmara yang kandas yang dialami penulis. Pada puisi ini, tokoh aku sebagai pembicara sedang mengalami masalah yang rumit mengenai hubungannya dengan seorang wanita. Puisi ini ditujukan secara khusus kepada wanita yang ia cintai sebagai bentuk ungkapan cinta yang mendalam dan perasaan pasrah terhadap hubungan asmara yang mustahil untuk dipertahankan lagi.
Dalam puisi terdapat sejumlah unsur pendukung, salah satunya yaitu situasi bahasa. Situasi bahasa terbagi atas pembicara dan pembaca. Pembicara dalam puisi ini adalah aku yang mengalami penderitaan dan keputusasaan dalam menjalani kisah cintanya. Hal ini dapat dibuktikan dari munculnya kata aku pada setiap bait puisi. Selanjutnya, pembicara dalam puisi adalah aku yang mengalami penderitaan dan keputusasaan dalam menjalani kisah cintanya. Hal ini dapat dibuktikan dari munculnya kata aku pada setiap bait puisi.
Unsur pendukung dalam puisi selanjutnya meliputi perasaan aku lirik dan lakuan. Perasaan aku lirik dinyatakan oleh penulis dan tampak pada bait 1, 2, dan 3. Pada bait 1, gambaran perasan menderita dan putus asa akan hubungan asmara mereka dapat terlihat dan dipertegas pada bait 2 dengan anggapan bahwa Ia akan mengalami penderitaan yang teramat dalam apabila berpisah dengan pasangannya melalui tokoh Ahasveros yang merupakan seorang pahlawan yang ditinggal kekasihnya untuk selama-lamanya dan memilih untuk mengembara tanpa arah maupun tujuan serta dikutuk oleh Eros yang merupakan dewa cinta untuk tidak dapat melupakan kekasihnya. Pada bait 2 juga tokoh aku tampak mencari solusi dari masalah asrama yang dialami namun tak kunjung menemukannya. Pada akhirnya, tokoh aku sadar dan pasrah akan permasalahan asmaranya yang mustahil untuk diselamatkan dan dipertahankan namun dengan perasaan menderita yang teramat dalam. Lakuan dari tokoh aku dalam puisi dinyatakan penulis pada bait 3. Pada bait 3 tokoh aku mengatakan bahwa ia ‘merangkaki dinding’. Namun, secara harafiah kata merangkak menjelaskan tindakan merangkak pada umumnya melainkan kata merangkak pada puisi menjelaskan tentang pencarian solusi atas masalah asmara yang dihadapi.
Unsur pendukung puisi selanjutnya adalah organisasi penggunaan bahasa yang terdiri dari bunyi, sintaksis, dan majas. Dalam puisi ini, penulis tidak menambahkan komponen bunyi sebagai unsur pelengkap dan pembangun. Hal ini dapat dibuktikan dari setiap bait puisi tidak mengandung kata maupun kalimat yang mengandung komponen bunyi. Komponen selanjutnya yakni sintaksis yang merupakan penyimpangan berupa pola kalimat dalam kaidah kebahasaan dengan tujuan melahirkan kalimat yang mengandung unsur penegasan. Pada puisi tampak penggunaan sintaksis pada kalimat “Sedang aku mengembara serupa Ahasveros”. Unsur majas merupakan salah satu komponen yang sangat penting dan umum digunakan dalam puisi untuk meningkatkan nilai estetis dan menciptakan informasi yang menarik sehingga timbul efek sugestif dari pembaca maupun pendengar. Adapun jenis majas yang digunakan dalam puisi ini meliputi Hiperbola, Personifikasi dan Alerogi.
Majas hiperbola adalah kalimat komparatif yang memiliki sifat terlalu berlebihan untuk menunjukkan perbedaan antara hal yang sangat kontras. Majas hiperbola tampak pada puisi ini larik “Dikutuk, disumpahi Eros” yang berarti perasaan putus asa dan kecewa atas hubungan yang telah lama ia perjuangkan selama ini, hal ini dianggap oleh tokoh aku sebagai suatu kutukan ataupun takdir yang amat berat. Selanjutnya terdapat majas personifikasi yakni gaya bahasa yang melekatkan sifat manusia pada benda dengan tujuan meningkatkan nilai estetika pada kalimat sehingga tidak terkesan kaku. Larik “Aku merangkaki dinding buta” merupakan contoh menggunaan majas personifikasi pada puisi. Kalimat ini berarti penulis sudah berusaha sekuat mungkin dan mencari solusi atas permasalahan asmara yang dialami. Majas alegori adalah jenis majas terakhir yang digunakan dalam puisi. Majas alegori menggunakan suatu perumpamaan untuk menyampaikan suatu informasi dengan tujuan pendengar maupun pembaca lebih mudah paham dan mengerti atas informasi yang disampaikan. Majas alegori tampak pada larik “Tak satupun pintu terbuka” yang berarti bahwa tak ada sama sekali solusi maupun jalan keluar dari permasalahan asmara yang sedang dialami tokoh aku.
Puisi yang menakjubkan ini tampak memiliki sejumlah kelebihan yang menonjol. Tema yang diangkat adalah tema romantisme yang dibalut dengan isu kesetaraan yang mana tema ini adalah tema yang cukup banyak digemari oleh banyak orang khususnya remaja hingga orang dewasa. Suasana dalam puisi juga dapat dirasakan oleh para pendengar maupun pembaca puisi secara nyata lewat penggunaan majas dan diksi yang tepat sehingga mereka dapat dibawa hanyut merasakan suasana menderita yang teramat dalam seperti yang dialami oleh tokoh aku.
Tak dapat dipungkiri pula masih terdapat sejumlah kekurangan yang tampak dalam puisi. Secara tersirat, puisi menggambarkan bahwa sejumlah masalah seperti masalah asmara menjadi hal yang mustahil untuk diselesaikan. Puisi seolah olah menegaskan bahwa putus asa dalam pederitaan menjadi salah satu jalan dibanding terus berjuang tanpa mengenal lelah, mengingat target pembaca dan pendengar puisi adalah orang yang mengalami permasalahan dalam hubungan asmara yang didominasi oleh kaum remaja dan dewasa, hal ini bisa saja menjadi motivasi mereka untuk putus asa dalam segala hal bahkan dalam permasalahan selain hubungan asmara sekalipun sehingga menimbulkan masalah baru bagi mereka.
Puisi ini memiliki makna yang cukup luas dan dapat dirasakan secara oleh masyarakat luas bahkan masyarakat pada zaman yang modern ini. Judul puisi secara tersirat mengangkat permasalahan isu kesenjangan yang masih marak terjadi dalam kehidupan asmara banyak orang. Ketidaksepadanan dalam hubungan asmara dianggap sebagai hal yang memalukan dan tidak pantas. Isu kesenjangan menimbulkan tekanan dari keluarga bahkan pihak eksternal selain keluarga pada pasangan yang menjalin hubungan. Tampak dalam puisi bahwa hubungan akibat ketidaksepadanan dapat kandas dan berakhir tidak baik yang dapat menimbulkan perasaan menderita dari pasangan. Puisi ini dapat menjadi protes kecil yang tersirat bagi fenomena kesenjangan yang masih marak terjadi bahkan dalam lingkungan sosial dan budaya yang sudah modern. Puisi ini juga menjadi pengingat berupa refleksi yang singkat bagi mereka yang mengalami permasalahan dalam hubungan asmara.
Puisi ini adalah bentuk karya sastra yang telah diciptakan oleh sastrawan yang menakjubkan pula yakni Chairil Anwar. Puisi ini menjadi bahan refleksi bahkan sebagai bentuk protes kecil terhadap isu kesetaraan dalam dunia asmara banyak orang. Dengan struktur dan unsur pembangun puisi yang sangat luar biasa menakjubkan menjadikan puisi ini dapat dirasakan oleh para pembaca maupun pendengarnya dengan syahdu. Untuk meminimalisir adanya pengaruh negatif dari puisi, diperlukan kebijakan penafsiran makna maupun bimbingan yang lebih lanjut sehingga peristiwa putus asa yang berujung penderitaan yang dialami tokoh Aku dalam puisi ini tidak dijadikan hal yang wajib ditiru yang mana hal tersebut memperburuk keadaan hidup seseorang. Karena sejatinya puisi bukan merupakan sarana komunikasi yang praktis sehingga diperlukan pemahaman mendalam untuk membaca maupun mendengarkan puisis secara baik dan benar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H