Mohon tunggu...
Dicky Bastian Sirait
Dicky Bastian Sirait Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia

Penulis dengan berbagai topik menarik dengan suguhan pengalaman membaca yang menyenangkan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Mengulik Kesetaraan dalam Hubungan Asmara pada Puisi "Tak Sepadan" Karya Chairil Anwar

22 Desember 2023   16:52 Diperbarui: 22 Desember 2023   18:54 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : kompas.com

Unggunan api ini

Karena kau tidak ’kan apa apa

Aku terpanggang tinggal dalam rangka

                Si Binatang Jalang, begitu dirinya disebut oleh banyak orang negara ini. Siapa yang tak kenal dengan Chairil Anwar? Ia merupakan pelopor Angkatan `45 dan puisi modern Indonesia. Ia adalah penyair besar dan terkemuka di Indonesia yang telah menciptakan 96 karya termasuk 76 puisi yang banyak dikenal dan dinikmati banyak orang dari berbagai kalangan. Romantisme, sosial, hingga ekstensialisme adalah sejumlah jenis topik karya yang digeluti beliau selama 28 tahun hidup sebelum berpulang pada 28 April 1949 akibat penyakit yang mematikan yakni TBC.

                Pengalaman asmara merupakan hal yang penting dalam kehidupan setiap manusia di muka bumi ini. Tak heran, Tuhan yang Maha Kuasa menciptakan manusia yang sempurna dengan balutan naluri jatuh cinta. Cinta adalah bagian dalam hidup bahkan menjadi kebutuhan layaknya seperti makanan yang harus dipenuhi. Pengalaman asmara yang baik maupun buruk tentu akan membekas dalam hati maupun pikiran setiap orang seperti kisah cinta bertepuk sebelah tangan yang dialami banyak orang. Hal ini juga dirasakan oleh Chairil Anwar dalam hubungan asmara semasa hidupnya seperti yang tertuang dalam puisi Tak Sepadan yang diciptakan pada Februari 1943.

                Puisi ini mengusung tema romantisme yang merupakan salah satu tema yang banyak digemari banyak orang. Puisi ini diwarnai dengan suasana perasaan sedih dan kecewa  pada penulis yang dapat dirasakan pembaca maupun  pendengar. Puisi yang menakjubkan ini mampu membuat pembaca mendengar jeritan hati yang menyakitkan sebagai buah dari kisah asmara yang kandas yang dialami penulis. Pada puisi ini, tokoh aku sebagai pembicara sedang mengalami masalah yang rumit mengenai hubungannya dengan seorang wanita. Puisi ini ditujukan secara khusus kepada wanita yang ia cintai sebagai bentuk ungkapan cinta yang mendalam dan perasaan pasrah terhadap hubungan asmara yang mustahil untuk dipertahankan lagi.

Dalam puisi terdapat sejumlah unsur pendukung, salah satunya yaitu situasi bahasa. Situasi bahasa terbagi atas pembicara dan pembaca. Pembicara dalam puisi ini adalah aku yang mengalami penderitaan dan keputusasaan dalam menjalani kisah cintanya. Hal ini dapat dibuktikan dari munculnya kata aku pada setiap bait puisi.  Selanjutnya, pembicara dalam puisi adalah aku yang mengalami penderitaan dan keputusasaan dalam menjalani kisah cintanya. Hal ini dapat dibuktikan dari munculnya kata aku pada setiap bait puisi.

Unsur pendukung dalam puisi selanjutnya meliputi perasaan aku lirik dan lakuan. Perasaan aku lirik dinyatakan oleh penulis dan tampak pada bait 1, 2, dan 3. Pada bait 1, gambaran perasan menderita dan putus asa akan hubungan asmara mereka dapat terlihat dan dipertegas pada bait 2 dengan anggapan bahwa Ia akan mengalami penderitaan yang teramat dalam apabila berpisah dengan pasangannya melalui tokoh  Ahasveros yang merupakan seorang pahlawan yang ditinggal kekasihnya untuk selama-lamanya  dan memilih untuk mengembara tanpa arah maupun tujuan serta dikutuk oleh Eros yang merupakan dewa cinta untuk tidak dapat melupakan kekasihnya. Pada bait 2 juga tokoh aku tampak mencari solusi dari masalah asrama yang dialami namun tak kunjung menemukannya.  Pada akhirnya, tokoh aku sadar dan pasrah akan permasalahan asmaranya yang mustahil untuk diselamatkan dan dipertahankan namun dengan perasaan menderita yang teramat dalam. Lakuan dari tokoh aku dalam puisi dinyatakan penulis pada bait 3.  Pada bait 3 tokoh aku mengatakan bahwa ia ‘merangkaki dinding’. Namun, secara harafiah kata merangkak menjelaskan tindakan merangkak pada umumnya melainkan kata merangkak pada puisi menjelaskan tentang pencarian solusi atas masalah asmara yang dihadapi.

Unsur pendukung puisi selanjutnya adalah organisasi penggunaan bahasa yang terdiri dari bunyi, sintaksis, dan majas. Dalam puisi ini, penulis tidak menambahkan komponen bunyi sebagai unsur pelengkap dan pembangun. Hal ini dapat dibuktikan dari setiap bait puisi tidak mengandung kata maupun kalimat yang mengandung komponen bunyi. Komponen selanjutnya yakni sintaksis yang merupakan penyimpangan berupa pola kalimat dalam kaidah kebahasaan dengan tujuan melahirkan kalimat yang mengandung unsur penegasan. Pada puisi tampak penggunaan sintaksis pada kalimat “Sedang aku mengembara serupa Ahasveros”. Unsur majas merupakan salah satu komponen yang sangat penting dan umum digunakan dalam puisi untuk meningkatkan nilai estetis dan menciptakan informasi yang menarik sehingga timbul efek sugestif dari pembaca maupun pendengar. Adapun jenis majas yang digunakan dalam puisi ini meliputi Hiperbola, Personifikasi dan Alerogi.

 Majas hiperbola adalah kalimat komparatif yang memiliki sifat terlalu berlebihan untuk menunjukkan perbedaan antara hal yang sangat kontras. Majas hiperbola tampak pada puisi ini larik “Dikutuk, disumpahi Eros”  yang berarti perasaan putus asa dan kecewa atas hubungan yang telah lama ia perjuangkan selama ini, hal ini dianggap oleh tokoh aku sebagai suatu kutukan ataupun takdir yang amat berat. Selanjutnya terdapat majas personifikasi yakni gaya bahasa yang melekatkan sifat manusia pada benda dengan tujuan meningkatkan nilai estetika pada kalimat sehingga tidak terkesan kaku. Larik “Aku merangkaki dinding buta” merupakan contoh menggunaan majas personifikasi pada puisi. Kalimat ini berarti penulis sudah berusaha sekuat mungkin dan mencari solusi atas permasalahan asmara yang dialami. Majas alegori adalah jenis majas terakhir yang digunakan dalam puisi. Majas alegori menggunakan suatu perumpamaan untuk menyampaikan suatu informasi dengan tujuan pendengar maupun pembaca lebih mudah paham dan mengerti atas informasi yang disampaikan. Majas alegori tampak pada larik “Tak satupun pintu terbuka” yang berarti bahwa tak ada sama sekali solusi maupun jalan keluar dari permasalahan asmara yang sedang dialami tokoh aku.

       Puisi yang menakjubkan ini tampak memiliki sejumlah kelebihan yang menonjol. Tema yang diangkat adalah tema romantisme yang dibalut dengan isu kesetaraan  yang mana tema ini adalah tema yang cukup banyak digemari oleh banyak orang khususnya remaja hingga orang dewasa. Suasana dalam puisi juga dapat dirasakan oleh para pendengar maupun pembaca puisi secara nyata lewat penggunaan majas dan diksi yang tepat sehingga mereka dapat dibawa hanyut merasakan suasana menderita yang teramat dalam seperti yang dialami oleh tokoh aku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun