Perubahan sering kali membawa ketidakpastian---tentang cara kerja yang baru, alat yang berbeda, atau bahkan arah yang belum jelas.
Orang-orang merasa lebih nyaman dengan rutinitas yang mereka kenal, meskipun rutinitas itu mungkin tidak selalu efisien.
Ketika Anda mengusulkan perubahan, penting untuk diingat kalau tidak semua orang melihat perubahan sebagai hal yang positif.
Bagi sebagian orang, ketidakpastian adalah hal yang menakutkan. Mereka khawatir tentang bagaimana perubahan akan mempengaruhi pekerjaan mereka, hubungan dengan rekan kerja, atau bahkan peluang karier di masa depan.
3. Kepentingan Pribadi atau Konflik Internal
Terkadang, resistensi terhadap perubahan lebih berkaitan dengan kepentingan pribadi atau konflik internal.
Ketika perubahan berpotensi mengganggu kenyamanan pribadi atau merombak cara kerja yang sudah mapan, wajar kalau beberapa orang merasa tidak diuntungkan. Mereka mungkin merasa perubahan tersebut akan memperberat beban kerja atau menghilangkan aspek-aspek pekerjaan yang mereka sukai.
Selain itu, perubahan juga bisa memicu konflik internal.
Misalnya, kalau perubahan tersebut didorong oleh satu kelompok tertentu dalam organisasi, kelompok lain mungkin merasa tidak diikutsertakan, yang pada akhirnya menimbulkan resistensi.
4. Kurangnya Pemahaman Tentang Manfaat
Banyak resistensi muncul karena kurangnya pemahaman akan manfaat dari perubahan yang diusulkan. Anda mungkin sudah melihat gambaran besar dari perubahan itu dan yakin kalau ini akan berdampak positif.
Tapi, orang lain mungkin belum melihatnya. Kalau mereka tidak memahami bagaimana perubahan tersebut akan menguntungkan mereka secara langsung, resistensi akan lebih mudah muncul.
Sebagai contoh, ketika Anda mengusulkan sistem kerja baru yang lebih efisien, beberapa orang mungkin cuma melihatnya sebagai tambahan beban pekerjaan. Mereka tidak memahami kalau dalam jangka panjang, sistem ini justru akan membuat pekerjaan mereka lebih ringan dan lebih cepat diselesaikan.