Hidup akan jauh lebih mudah kalau kita bisa mengendalikan pikiran kita dengan sempurna, terutama kalau menyangkut perasaan kita.
Kita bisa dengan mudah melupakan orang yang membuat kita kesal atau marah, dan kita bisa melepaskan kekecewaan kita tanpa menyalahkan siapa pun.
Tapi dalam kehidupan nyata, jarang orang merasakan hal ini.
Sebagian besar dari kita menghabiskan banyak waktu memikirkan hal-hal yang membuat kita merasa buruk, seperti penyesalan dan kebencian.
Sayangnya, banyak dari cara berpikir tentang perasaan kita ini cuma membuat kita merasa lebih buruk.
Apa yang dimulai sebagai rasa sakit hati atau gangguan kecil bisa tumbuh menjadi masalah besar kalau orang tersebut memikirkan rasa sakit dan kemarahannya sepanjang waktu.
Pikiran kita sering terus memikirkan pikiran atau situasi yang menyakitkan, bahkan ketika kita lebih suka melepaskannya.
Kalau kamu memperhatikan apa yang kamu katakan kepada diri sendiri, kamu mungkin menemukan kalau kamu terus berpikir tentang bagaimana orang tua kamu mengecewakan kamu, bagaimana seseorang menyakiti kamu, betapa takutnya kamu terhadap tantangan yang akan kamu hadapi di masa depan, atau betapa malunya kamu. Dan juga kalau kamu belum melakukan hal-hal yang ingin kamu lakukan dalam hidup.
Kamu lebih suka menghentikan semua pemikiran ini di jalurnya, tapi itu jauh lebih mudah untuk diucapkan daripada dilakukan.
Sebaliknya, kamu merasa ada yang salah dengan diri kamu dan bertanya, "Mengapa saya ngga bisa melupakannya?" Mengapa saya ngga bisa bersantai dan menikmati hidup?
Sering kali, ketika kamu berusaha keras untuk menghentikan salah satu dari garis pemikiran yang meresahkan ini atau untuk "mengatasinya", kamu cuma memperburuk keadaan.
Penelitian sudah menunjukkan kalau kalau kita secara aktif mencoba menghentikan pikiran-pikiran yang mengkhawatirkan atau menakutkan, pikiran-pikiran itu cenderung menjadi lebih kuat dan lebih sulit untuk diabaikan.
Jadi, strategi "perbaiki" mental seperti mencoba menyangkal ketidakbahagiaan kamu, menghindari situasi atau orang yang membuat kamu cemas, atau melakukan hal-hal buruk untuk menumpulkan perasaan kamu, biasanya ngga berhasil.
Stephen Hayes, seorang psikolog di University of Nevada di Reno, mengatakan kalau salah satu cara terbaik untuk menghadapi perasaan buruk adalah menerimanya dan belajar memisahkan diri dari pikiran yang memperburuknya.
Dalam bukunya Get Out of Your Mind and Into Your Life, dia berbicara tentang sejumlah teknik psikologi kognitif yang bisa membantu kamu menghindari terjebak dalam pikiran buruk.
Kamu bisa belajar mengenali pikiran berulang kamu dan menjauhkannya dengan latihan.
Berikut adalah beberapa ide Hayes:
Cobalah untuk memperhatikan pikiran kamu
Cobalah untuk menyadari ke mana pikiran kamu membawa kamu dan katakan pada diri sendiri pemikiran seperti apa yang kamu punya.
Misalnya, kalau kamu melakukan kesalahan di tempat kerja dan merasa ngga enak karenanya, katakan pada diri sendiri, "Saya perhatikan kalau saya berfokus pada kesalahan saya sekarang." Kalau kesalahan membuat kamu merasa bodoh, katakan pada diri sendiri, "Saat ini, saya sedang bersikap keras pada diri sendiri."
Bayangkan pikiran negatif kamu punya suara yang lucu
Kalau kamu terus memiliki pemikiran atau frasa yang sama, seperti "Aku pecundang" atau "Dia mengacaukanku", cobalah ucapkan dengan sangat lambat atau dengan suara yang lucu.
Meski terkesan konyol, dengan melakukan ini, kamu secara aktif memisahkan diri dari suara-suara di kepala kamu.
Kamu mengingatkan diri sendiri kalau pikiran-pikiran ini berasal dari kebiasaan dalam pikiran kamu.
Cobalah untuk memikirkan pikiran kamu seperti bagian lain dari tubuh kamu
Kalau ketakutan kamu membuat kamu terjaga di malam hari, bayangkan otak kamu seperti perut kamu yang keroncongan karena lapar atau kaki kamu sesudah seharian berjalan.
Pikirkan: "Pikiran saya muncul lagi, mengkhawatirkan sesuatu yang kecil."
Bayangkan pikiran negatif kamu seperti iklan pop-up
Pikirkan pikiran-pikiran yang menyakiti kamu atau membuat kamu merasa buruk tentang diri kamu sebagai iklan pop-up di Internet.
Jangan menilai mereka atau diri kamu sendiri karena kamu memilikinya.
Anggap saja mereka sebagai kebisingan ngga berguna yang ngga kamu butuhkan.
***
Semua ini adalah cara untuk menyadari monolog mental batin kamu tanpa terjebak di dalamnya atau mencoba menutupnya.
Menempatkan jarak antara diri kamu dan pikiran keras kamu bisa membantu kamu berhenti mengubah masalah kecil menjadi masalah besar yang tampaknya mustahil untuk diselesaikan.
Semoga bermanfaat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H