Saya ajak ke masa lalu sebentar.
Ingat-ingat keputusan paling buruk yang pernah Anda buat. Sudah?
Kemungkinan terbesarnya, keputusan itu dibuat pada saat Anda sedang emosional.
Anda sedang marah, memukul inventaris kantor, dipecat. Atau, Anda begitu takut dan kuatir sampai melewatkan kesempatan karir hebat yang ditawarkan pada Anda.
Atau lebih parah dari itu. Hanya karena keputusan tersebut dibuat saat Anda sedang diliputi emosi.
Kita semua pernah berada di situasi seperti itu.
Emosi kita membajak akal sehingga ngga bisa lagi melihat kenyataan yang sebenarnya. Pilihan yang jelas-jelas keputusan yang baik tiba-tiba terlihat begitu buruk, terlihat begitu menakutkan.
Atau, keputusan yang begitu buruk, tiba-tiba terlihat begitu benar dan ada dorongan kuat yang membuat kita mengambilnya sebagai pilihan.
Masalahnya, emosi kita bekerja terpisah dari pikiran. Seperti kita mempunyai dua otak, otak pemikir dan otak perasa.
Otak pemikir kita adalah tingkatan lebih tinggi dari otak manusia. Tugasnya berhubungan dengan kecerdasan, pemikiran, bagian "sabar" dari diri kita. Sedangkan otak perasa bekerja dengan cara yang berbeda. Berhubungan dengan keinginan, dorongan, dan ketergesaan.
Masalahnya lagi, otak perasa seringkali lebih kuat dari otak pemikir. Ibarat sebuah hubungan, otak perasa ini seringkali mem-bully otak pemikir.