Di masa pandemi ini, banyak rutinitas yang berubah. Setiap orang berusaha menemukan bentuk "normal"-nya yang baru berkaitan dengan lebih banyaknya aktifitas yang dilakukan dari rumah.
Banyak orang yang mencoba, mungkin termasuk anda, untuk melihat masa pandemi ini sebagai sebuah kesempatan untuk melakukan hobi atau hal-hal yang belum sempat dilakukan sebelumnya. Sering dengar kan ya? Orang berbicara tentang apa yang ingin mereka lakukan tapi mereka bilang belum sempat atau sudah terlalu lelah dengan pekerjaan yang ada.
Sebetulnya itu adalah bentuk respon yang bagus untuk mengurangi stres akibat pandemi. Melakukan hal-hal yang positif dan tetap produktif walaupun harus banyak beraktifitas dari rumah adalah sesuatu yang baik, begitu kan?
Masa pandemi sebagai kontes produktifitas
Masalahnya dimulai ketika kita menjadikan masa pandemi ini sebagai sebuah perlombaan produktifitas. Sebuah kontes siapa yang paling produktif di antara kita. Alih-alih menjadi semakin produktif, hal tersebut malah jadi beban sendiri untuk kita.
Di jaman yang serba cepat seperti sekarang ini, kita memang terbiasa untuk selalu "on". Dituntut untuk selalu siap menyelesaikan satu tugas ke tugas yang lain.
Ketika semua hal berubah di masa pandemi ini, orang akan mulai mencari-cari apa kegiatan yang bisa dilakukan untuk tetap merasa produktif seperti dulu dan bagaimana menghalau rasa kesepian karena berkurangnya interaksi sosial yang bisa dilakukan.
Banyak dari orang yang merasa kalau mereka harus membuat setiap harinya tetap produktif dengan terus berusaha menyelesaikan setiap item dalam to-do list mereka yang tidak ada ujungnya.
Dengan banyaknya waktu di rumah, bagi sebagian orang ini, sama artinya dengan semakin banyaknya waktu yang dimiliki untuk bisa menyelesaikan lebih banyak pekerjaan. Yang terpikir adalah seharusnya lebih banyak tugas yang bisa diselesaikan dengan banyaknya waktu yang tersedia.
Mereka berpikir kalau saat ini mereka bisa menggunakan waktu perjalanan ke kantor, yang sekarang tentu tidak ada lagi, untuk dimanfaatkan dalam rangka menyelesaikan lebih banyak lagi tugas. Dalam benak mereka, lebih banyak pekerjaan yang diselesaikan berarti lebih produktif.
Menariknya, pada level ekstrim, mereka yang begitu terobsesi untuk menyelesaikan item demi item dalam to-do list mereka yang panjang, tidak pernah merasa diri mereka produktif, terlepas dari berapa banyak pun pekerjaan yang mereka telah selesaikan. Selalu saja merasa kurang.