Tapi, tahu tidak?
Ada pilihan lain untuk saya saat itu. Apakah saya ingin tetap berada dalam kekesalan atau mulai menikmatinya?
Memilih untuk tetap kesal, saya akan berada dalam kekesalan. Memilih untuk menikmatinya, saya akan lebih menikmati waktu saya menunggu antrian. Semua ada di pikiran saya. Semua ada di tangan saya untuk memilih.
Saya mulai menikmati berada di antrian itu. Memperhatikan wajah-wajah orang yang juga mengalami hal yang sama dengan saya dengan responnya masing-masing. Melihat keadaan sekeliling saya. Itu tiba-tiba menjadi hal yang menarik untuk saya.
Sangat mudah untuk melihat hidup ini menjadi sesuatu yang begitu rumit begitu kita dipaksa untuk keluar dari kebiasaan normal kita. Tapi, melihatnya dari sisi yang lain, yang lebih positif, akan sangat membantu diri kita untuk melihat kesederhanaannya.
Menjalani sesuatu yang berbeda, melihat sesuatu yang berbeda, itu bisa begitu menarik. Sesuatu yang menarik tetapi tidak kita sadari sebelumnya, banyak tersebar di sekitar kita.
The complexity bias
Complexity bias adalah salah satu alasan kenapa kita cenderung memperumit hidup kita ketimbang membuatnya sederhana.
Saat kita dihadapkan pada begitu banyak informasi, atau sedang berada dalam kebingungan akan sesuatu, secara alami kita akan lebih berfokus pada rumitnya masalah daripada mencari solusi sederhana untuk masalah tersebut.Â
Kita terlalu berfokus pada kompleksitas masalah yang sebenarnya hanya 10% dari keseluruhan masalah tersebut. Sedangkan yang 90%, yang sederhana, kita abaikan.
Saat Anda kewalahan dan merasa masalahnya begitu rumit, fokuslah untuk menemukan solusi sederhana dari masalah tersebut.
Anda bisa bertanya pada diri sendiri, kalau solusi sederhana ini diterapkan, apakah masalah tersebut akan semakin rumit atau terselesaikan? Anda tentu tahu jawabannya.