Mohon tunggu...
WARDY KEDY
WARDY KEDY Mohon Tunggu... Relawan - Alumnus Magister Psikologi UGM
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

SAYA adalah apa yang saya TULIS

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Credit Union/CU (Koperasi Kredit): Solusi Keuangan Rakyat Kecil

15 Agustus 2020   16:55 Diperbarui: 15 Agustus 2020   16:53 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada bulan April 2020 yang lalu, muncul prediksi awal dari Internasional Monetary Fund (IMF) mengenai pertumbuhan ekonomi Indonesia, di mana mereka melihat bahwa ekonomi Indonesia masih akan tumbuh 1,5 persen di masa Pandemi. Akan tetapi, prediksi ini kemudian diralat oleh IMF dan menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi RI pada 2020 akan mengalami kontraksi atau tumbuh negatif -0,3 persen dan akan rebound di 2021 menjadi 6,1 persen (Kompas.com, 25/6/2020).

Kalau kita berkaca dari prediksi ekonomi ini, sangat jelas bahwa hal tersebut merupakan peringatan penting bagi Indonesia akan kemungkinan terjadinya resesi. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa terpuruknya ekonomi Indonesia pada triwulan I dan II tahun 2020 tercermin pada kondisi ekonomi sejumlah provinsi di Indonesia yang tidak stabil. Adanya bahaya menuju jurang resesi, haruslah menjadi suatu pembelajaran urgen bagi kita agar bisa berusaha semaksimal mungkin mengatasinya.

Beranjak dari kondisi ini, lantas apa yang harus kita lakukan? Kita semua tahu bahwa adanya pandemi Covid-19 menyebabkan 'kekacauan' besar dalam setiap sendi kehidupan, salah satunya adalah kehidupan ekonomi. Pandemi ini secara langsung telah mempengaruhi kondisi ekonomi Indonesia, termasuk ekonomi rumah tangga setiap kita.

Bersyukur bagi mereka yang masih bisa bekerja di perusahaan atau di tempat kerja lain, tetapi sangat menderita bagi para pekerja yang sudah tidak bisa lagi mendapat penghasilan karena 'dirumahkan'. Bahkan para pekerja buruh harian, pasti merasakan hal yang paling sulit dalam menjalani masa 'krisis' akibat wabah ini.

Bercermin dari fakta yang ada, maka salah satu solusi yang harus dilakukan adalah bijak dan pandai dalam mengelola keuangan. Manajemen keuangan adalah syarat mutlak bagi kita saat ini agar kita tidak mengalami defisit keuangan dalam hidup harian.

Dalam rangka mencapai kesejahteraan keuangan, seseorang perlu memiliki pengetahuan, sikap, dan implementasi keuangan pribadi yang sehat. Sejauh mana pengetahuan, sikap dan implementasi seseorang dalam mengelola keuangan, dikenal dengan istilah literasi finansial atau literasi keuangan (financial literacy). Mungkin bagi para pakar ekonomi, istilah ini sudah lazim. Tapi bagi kami masyarakat biasa, istilah literasi keuangan masih sedikit asing. Dalam arti yang paling sederhana, literasi keuangan (financial literacy) merupakan kesadaran dan pengetahuan seseorang tentang produk keuangan, lembaga keuangan, dan konsep mengenai keterampilan dalam mengelola keuangan.

Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan definisi mengenai literasi keuangan sebagai suatu rangkaian proses atau aktivitas dari seseorang untuk meningkatkan pengetahuan (knowledge), keyakinan (confidence), dan keterampilan (skill) sehingga mereka mampu mengelola keuangan dengan lebih baik. Dengan definisi ini diharapkan konsumen produk dan jasa keuangan maupun masyarakat luas, tidak hanya mengetahui dan memahami lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa keuangan, melainkan juga dapat mengubah atau memperbaiki perilaku dalam pengelolaan keuangan sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan hidup yang lebih baik.

Atas dasar itulah, maka literasi keuangan merupakan suatu keharusan yang perlu disadari oleh kita semua sehingga pendapatan keuangan kita bisa tertata secara baik. Kalau kita melek pada pengelolaan keuangan, maka kita tidak akan mungkin berkekurangan. Orang yang mempunyai tingkat literasi keuangan rendah akan mudah tertipu dan sulit dalam mengatur pendapatan.

Sebaliknya, orang yang mempunyai tingkat literasi keuangan yang tinggi akan mampu memilih dan memanfaatkan produk dan jasa keuangan yang sesuai kebutuhan, memiliki kemampuan dalam melakukan perencanaan keuangan dengan lebih baik, terhindar dari aktivitas investasi pada instrumen keuangan yang tidak jelas, dan mendapat pemahaman mengenai manfaat dan risiko produk dan jasa keuangan secara tepat.

Apabila keuangan kita sudah tertata secara baik, maka kita akan mampu memanfaatkan berbagai produk dan jasa keuangan untuk memaksimalkan pendapatan kita sehingga bisa berkembang lebih baik dari sebelumnya. Salah satu produk keuangan yang saya pakai ketika membutuhkan suntikan dana serta untuk mengelola keuangan secara lebih baik adalah dengan bermitra menjadi anggota Credit Union/CU atau di Indonesia dikenal dengan Koperasi Kredit (Kopdit).

Saya kira banyak di antara kita yang sudah tahu apa itu Credit Union/CU (Kopdit). Harus diketahui bersama bahwa gerakan CU tidak mendasarkan diri pada kapitalisme liberal dan sosialisme sepenuhnya. Gerakan CU merupakan perpaduan kekuatan dari kedua sistem ekonomi ini. Gerakan CU merupakan gerakan yang menterjemahkan prinsip-prinsip koperasi sebagai dasar kerjasama dibidang keuangan. Tujuan gerakan ini adalah untuk melayani simpanan dan pinjaman para anggota yang tidak mempunyai akses ke Bank.

Sejarah membuktikan bahwa prinsip-prinsip koperasi yang menjadi dasar Credit Union dapat membantu para anggota untuk memperbaiki taraf kehidupan di tengah kesulitan sosial dan ekonomi yang melanda. Memang sudah ada banyak sekali koperasi dan Credit Union yang telah berdiri di Indonesia, tetapi tidak semuanya didasarkan pada prinsip gerakan koperasi atau Credit Union itu sendiri.

Mungkin saja banyak dari kita yang masih salah kaprah dalam mengerti semangat dan visi-misi Credit Union/Koperasi Kredit. Kalau kita menilik sejarah masa lalu, CU muncul dan berkembang dari rakyat miskin (buruh) yang terlilit hutang kala itu. Kondisi buruk ini membuat Friedrich Wilhelm Raiffeisen (Pelopor/Pendiri CU) merasa prihatin dan mulai berjuang membantu kaum miskin yang tertindas.

Salah satu pikiran berlian dari Raiffeisen kala itu adalah bahwa 'kesulitan si miskin, hanya bisa ditolong oleh si miskin sendiri'. Gagasan itulah yang melahirkan gerakan CU, di mana mereka yang tertindas (miskin) kemudian mengumpulkan uang mereka sendiri, lalu dikelola dan dibagikannya kepada mereka sendiri yang membutuhkan. Proses kegiatan dalam kelompok kecil inilah yang kemudian melahirkan Credit Union, yang mana arti harafiahnya adalah 'kumpulan orang-orang yang saling percaya'.

Sebagai sebuah lembaga keuangan yang bergerak di bidang simpan-pinjam, CU pada dasarnya dimiliki dan dikelola oleh anggotanya, dan bertujuan untuk menyejahterakan anggotanya sendiri. Salah satu semboyan yang terkenal adalah 'dari, oleh dan untuk anggota sendiri'. Artinya, pengelolaan keuangan pada lembaga CU (Kopdit), bagi saya lebih transparan dan bisa membawa keuntungan untuk saya dan anggota lainnya.

Berdasarkan UU no 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian ada beberapa prinsip yang dibangun dalam sebuah Koperasi, antara lain, keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka, pengelolaan dilakukan secara demokratis, pembagian sisa hasil usaha (SHU) dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha dari tiap-tiap anggota, pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal, kemandirian pendidikan dan perkoperasian. 

Dari prinsip ini, terjabarkanlah 3 asas utama CU, yaitu: (1) asas swadaya (tabungan hanya diperoleh dari anggotanya), (2) asas setia kawan (pinjaman hanya diberikan kepada anggota), dan (3) asas pendidikan dan penyadaran (membangun watak adalah yang utama). Ketiga asas ini sebenarnya sejalan dengan asas kekeluargaan dan gotong royong, seperti semboyan yang diungkap oleh Bapak Koperasi Indonesia, Moh Hatta, "satu untuk semua, semua untuk satu." Karena itu, jelaslah bahwa usaha yang dijalankan sebuah koperasi menjadi tanggung jawab bersama. Keuntungan maupun kerugiannya harus pula ditanggung secara bersama (Kompas.com, 23/03/2020).

Dalam kehidupan ekonomi yang kini merosot, lembaga CU atau koperasi kredit (Kopdit) dianggap masih memiliki peranan yang sangat penting dalam membantu kehidupan ekonomi rakyat, khususnya rakyat kelas menengah ke bawah.

Sebagai anggota CU, saya tentu membutuhkan pengetahuan keuangan serta kemampuan untuk mengelola sumber daya keuangan secara efektif, demi kesejahteraan dan perkembangan dalam hidup berkoperasi yang lebih baik. Dengan kemampuan pengelolaan keuangan yang baik, saya tentu bisa mendapatkan manfaat yang maksimal dari uang yang saya miliki sebagai anggota CU, sehingga pada akhirnya dapat bermanfaat bagi peningkatan kinerja keuangan saya dan anggota lain dalam satu CU.

Dari sini, saya mau tegaskan bahwa CU/Kopdit memang memiliki kemiripan dengan Bank. Akan tetapi, spirit dan rohnya berbeda. Asas utama CU itulah yang menjadi alasan utama mengapa saya lebih suka bermitra menjadi anggota CU ketimbang menjadi nasabah Bank. Lebih dari pada itu, hasul usaha (simpan-pinjam) atau bentuk produk usaha lain, seperti Simpanan Bunga Harian, Simpanan Pendidikan, Simpanan Pokok/Wajib, Simpanan Sukarela, dll dari sebuah CU/Kopdit juga bisa saya nikmati. Sisa Hasi Usaha (SHU) dari CU/Kopdit pasti akan diterima kembali oleh anggota dalam setiap Rapat Anggota Tahunan (RAT) yang diadakan tiap tahunnya.

Perlu diketahui bahwa di Provinsi saya, di Nusa Tenggara Timur, CU/Koperasi Kredit (Kopdit) merupakan produk dan jasa keuangan yang paling banyak diminati oleh masyarakat. Bahkan sudah ada 2 CU terbaik NTT yang masuk kategori Kopdit Nasional, yakni CU/Kopdit Pintu Air dan CU/Kopdit Swastisari. Sedangkan CU/Kopdit dengan manajemen terbaik adalah CU/Kopdit Obor Mas yang juga berada di Flores-NTT. Karena CU sudah menjadi bagian dari keseharian hidup saya, maka pengelolaan keuangan yang saya lakukan selalu dikolaborasikan dengan mekanisme yang dipakai dalam sebuah CU.

Sekali lagi, saya harus jujur berkata bahwa berkoperasi adalah cara terbaik yang saya tempuh untuk memaksimalkan pengelolaan keuangan secara pribadi. Saya sadar bahwa kemampuan literasi keuangan yang saya miliki menjadi semakin baik ketika saya menjadi anggota Koperasi Kredit. Karena itu, besar harapan saya, kiranya Pemerintah dalam hal ini Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah bisa memperhatikan dan membantu semua lembaga CU/Kopdit agar di masa pandemi ini, laju pertumbuhan CU bisa tetap dan terus meningkat.

Koperasi adalah 'rumah' bagi rakyat kecil dan menengah. Koperasi adalah alternatif lain yang bisa dijadikan solusi di masa pandemi bagi rakyat miskin. Dengan begitu maka Stabilitas Sistem Keuangan dan Makroprudensial akan aman terjaga. Jadilah penyalur berkat bagi banyak orang yang membutuhkan.

Salam Koperasi, Jaya Selalu!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun