Tentu saja, realitas yang kita tangkap hanya sebatas pada jendela yang menjadi media di mana kita bisa melihat pemandangan itu. Dalam bahasan yang lebih konkrit, berita-berita yang kita saksikan di media sosial itu juga sekedar bagian dari jendela layar datar tersebut.Â
Apa yang dikemukakan lewat media sosial bagi saya sedikit banyak 'belum' mencerminkan kenyataan sesungguhnya. Realitas semu itu juga sangat tergantung siapa pemilik jendela-jendela tersebut, dan apa kepentingan orang melihat lewat jendela yang satu dan tidak lewat jendela yang lain. Apalagi jika orang yang melihat jendela tersebut menceritakan pada orang lain.Â
Jadi, jendela yang sudah membatasi seseorang itu kemudian dikonstruksi ke dalam pikiran seseorang lalu disampaikan ke orang lain. Jelaslah bahwa kini, ke-semu-an bermedia sosial yang tertangkap lewat jendela semakin nyata. Karenanya, orang bisa berpura-pura di media sosial.Â
Artinya, media sosial tidak bisa dijadikan tolok ukur untuk menilai keutuhan seseorang. Ada banyak rekayasa tertentu yang bisa dilakukan untuk mencapai tujuan.
Karena itu, kembali lagi ke masalah Pilkada yang akan berlangsung, para kandidat harus mempertimbangkan dan mempersiapkan secara matang bentuk kampanye yang dilakukan melalui media sosial.Â
Berkampanye melalui media sosial memang sangat murah. Pengeluaran pun tidak akan besar sebab informasi tentang pasangan calon dan segala visi-misi bisa terbaca dengan mudah oleh kita semua melalui media sosial. Saya kira ini merupakan strategi yang sangat bagus dan perlu dilakukan untuk Pilkada, atau Pileg, atau Pilpres nanti.Â
Akan tetapi, yang perlu dilakukan dan diindahkan oleh semua pasangan calon adalah, mereka harus memberikan informasi, visi-misi, dan memberikan 'janji' yang rasional dan bisa dilakukan.Â
Jangan memanfaatkan media sosial untuk propaganda atau menyebarkan berita hoax. Media sosial adalah sarana komunikasi yang harus dipakai secara bijak dan bertanggung jawab. Ketika postingan di media sosial disampaikan secara kreatif dan jujur sesuai etika, saya kira pasangan calon akan memperoleh nilai tambah dari masyarakat/netizen pada umumnya.
Sebagai media penyebaran pesan dan informasi, media sosial sudah membuat perubahan dalam komunikasi masyarakat. Konsekuensi itu kemudian membentuk sebuah ciri khas yang berbeda dengan kenyataan masyarakat sekarang. Secara fisik, jumlah anggota, kuantitas lalu lintas pesan, serta jenis-jenis pesan, berbeda dengan kenyataan masyarakat saat ini.Â
Sebut saja ada bentuk masyarakat lain selain masyarakat riil yang dikenal secara konseptual atau kenyataan. Masyarakat itulah yang dinamakan masyarakat virtual (yang muncul akibat adanya internet).
Masyarakat maya (virtual/cyber community) secara definitif bisa diartikan sebagai sebuah kehidupan masyarakat manusia yang tidak dapat secara langsung diindera melalui penginderaan manusia, namun dapat dirasakan dan disaksikan sebagai sebuah realitas.Â