Mohon tunggu...
WARDY KEDY
WARDY KEDY Mohon Tunggu... Relawan - Alumnus Magister Psikologi UGM
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

SAYA adalah apa yang saya TULIS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Perilaku "Impulse Buying" di Masa Pandemi

19 Juli 2020   13:50 Diperbarui: 31 Mei 2021   15:11 1260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perilaku "Impulse Buying" selama Pandemi Covid-19 (Sumber: Develop Good Habits)

Pandemi Covid-19 masih berlangsung sampai sekarang. Dan kita hanya bisa beraktivitas dalam situasi kenormalan baru. Pemerintah juga sudah mengurusnya sejak awal. 

Yang paling penting sekarang adalah 'kesadaran kita' untuk hidup sehat sesuai protokol kesehatan yang selalu dikumandangkan setiap saat. 

Di sekolah, di kantor, di pusat belanja, di tempat ibadah, ataupun di mana saja kita berada, protokol kesehatan harus menjadi hal utama yang tidak boleh disepelehkan. Kalau mau sehat, maka belajarlah untuk taat pada setiap anjuran.

Berbicara mengenai berbagai bentuk protokol kesehatan, salah satu trand terbaru adalah gaya berpakaian yang bisa melindungi diri dari penularan Covid-19. 

Sesuai anjuran kesehatan, memakai masker (penutup mulut) atau face shield (penutup wajah), adalah salah satu cara yang baik dalam mencegah penularan. Atas dasar itu, maka kini, gaya berpakaian akan disesuaikan juga dengan model atau warna masker. Bahkan ada juga yang membeli masker dengan harga yang sangat mahal. 

Baca juga : Masyarakat Digital Jadi Lebih Konsumtif di Tengah Pandemi Covid-19, Kok Bisa?

Saya heran, kenapa sampai begitu? Apakah hanya untuk menarik perhatian warganet dan menjadi terkenal, ataukah hanya untuk gaya-gayaan? Saya rasa, untuk sehat sebenarnya tidak mahal. Yang mahal itu 'kesadaran' kita untuk mau taat dan disiplin dalam menjaga kesehatan.

Style mengenakan masker di masa pandemi, telah menjadi perhatian penting saat ini, sehingga dunia fashion kemudian menjadi hal yang paling menunjang penampilan tersebut. Fokus tulisan ini adalah pada penggunaan masker (penutup mulut) oleh kebanyakan orang ketika beraktivitas dalam kenormalan baru di luar rumah. 

Kita tahu bahwa situasi wabah ini akhirnya membuat banyak orang mulai mencari masker dengan berbagai merek dan warna yang disesuaikan dengan pakaian yang hendak dipakai. Mereka akan berlomba dengan orang lain dalam mencari masker terbaik dan mengikuti gaya yang sedang hits. 

Mereka sadar bahwa fashion masker merupakan hal yang sangat penting karena mereka ingin berpenampilan menarik dan berbeda dari yang lain. 

Semakin berkembangnya trend memakai masker di tengah pandemi, melahirkan terjadinya fenomena impulse buying (pembelian impulsif) pada banyak konsumen yang berbelanja secara online maupun mereka yang gemar berbelanja di beberapa department store dan distro. 

Baca juga : Mencegah Perilaku Konsumtif di Era Revolusi Industri 4.0 Melalui Penanaman Pendidikan Bela Negara

Secara sederhana, pembelian impulsif (impulse buying) diartikan sebagai pembelian ketika konsumen merasakan dorongan keinginan secara tiba-tiba, terkadang sangat kuat dan keras untuk membeli sesuatu secara cepat (Rook, 1987). 

Di lain arti, pembelian impulsif juga bisa dimaknai sebagai pembelian cepat dan tiba-tiba dengan tidak ada maksud sebelumnya untuk membeli kategori produk tertentu. 

Pembelian impulsif akan membuat seorang pembeli (konsumen) melakukan pembelian yang berbeda dari rencana sebelumnya, dan lebih menggunakan emosi dibandingkan logika, serta dikarakterisktikan oleh pembuatan keputusan yang cenderung cepat, subjektif dan berlaku saat itu juga. 

Beberapa stimulus yang diberikan oleh department store dan online shop mendorong positive emotion (emosi positif) pada konsumen untuk melakukan impulse buying (pembelian secara tiba-tiba atau tidak terencana). 

Hal tersebut terjadi karena diikuti dengan adanya product involvement (keterlibatan produk) pada konsumen, karena faktor emosi itu muncul ketika calon pembeli merasakan pengalaman dari produk itu sendiri. 

Saya kira, konsumen kalangan remaja dan dewasalah yang mayoritas terpengaruh oleh fenomena tersebut, karena keinginannya untuk selalu berpenampilan trendy dan kekinian. 

Faktor psikologis tersebut menjadi sebab semakin menjamurnya online shop di Indonesia. Fenomena impulse buying pada fashion (khususnya masker/penutup mulut) di masa pandemi ini memang sangat marak terjadi sebab para konsumen sangat mudah terpengaruh oleh perkembangan trend.

Di tahun 2016, pembeli (konsumen) dengan perilaku impulse buying meningkat dua kali lipat dari tahun 2013 yang hanya 13%. Berdasarkan fakta tersebut, menyiratkan bahwa impulse buying konsumen saat berbelanja pada dasarnya didorong oleh kecenderungan konsumsi hedonik dan faktor emosional. 

Baca juga : "Dampak Perilaku Konsumtif di Tengah Pandemi Covid-19"

Salah satu hal yang penting selaras dengan konsumsi hedonik adalah menentukan produk spesifik pada perilaku impulse buying. Menurut Jones et al., (2003), produk spesifik impulse buying dipengaruhi oleh keterlibatan produk dan merupakan faktor penting yang mendukung kecenderungan impulse buying. 

Keterlibatan produk dapat menimbulkan emosi pada konsumen. Emosi yang meliputi effect dan mood merupakan faktor penting dalam pengambilan keputusan konsumen (Watson dan Tellegen, 1985). 

Fenomena impulse buying terjadi karena emosi positif yang timbul dari faktor psikologis konsumen itu sendiri. Terjadinya emosi positif pada konsumen disebabkan oleh stimulus yang diciptakan oleh pemasar. 

Misalnya, stimulus sensorik didukung oleh fakta bahwa warna barang (warna masker) dan bentuk barang itulah yang mempengaruhi keputusan pembelian. Terjadinya hal tersebut dapat dilihat pada beberapa department store dan online shop pada umumnya. 

Department store dan online shop sangat efektif sebagai media untuk memasarkan aneka fashion (khususnya masker penutup mulut) terutama pada kalangan remaja dan dewasa yang kemungkinan besar secara emosi terjadi fashion involvement yang tinggi.  

Kita tahu bahwa fashion involvement akan membuat seseorang dengan cepat membeli suatu produk (cth. masker) karena kebutuhan, kepentingan, ketertarikan, dan nilai dari produk tersebut. 

Dalam membuat keputusan pembelian pada fashion involvement, ditentukan oleh beberapa faktor yaitu karakteristik konsumen, pengetahuan tentang bentuk barang, dan perilaku pembelian.

Bagi remaja dan orang dewasa (para pekerja), fashion merupakan hal yang mudah dilupakan dalam menunjang penampilannya. Mereka menyadari bahwa keinginan untuk selalu tampil menarik di tengah-tengah kelompok sosialnya adalah hal urgen yang tidak boleh terlewatkan. 

Salah satu bentuk perilaku mereka dalam menambah penampilan diri dimata kelompok adalah dengan mengikuti trend yang diminati oleh banyak orang saat ini. 

Dari sini, sudah bisa kita tebak bahwa gaya memakai masker oleh kebanyakan orang saat ini bisa dibilang hanya untuk mengikuti trand dan bukan untuk alasan kesehatan. Karena itu, model, warna, dan bentuk masker akan selalu diburu oleh banyak orang agar tidak ketinggalan dan dibilang kekinian. 

Sekalipun mahal harganya, tetapi bagi mereka yang sangat memperhatikan penampilan, harga masker yang mahal itu bukan masalah. Itulah bahaya impulse buying yang harus disadari oleh kita semua agar tidak mengalami fashion involvement yang keliru. 

Hemat saya, untuk sehat itu tidak perlu mahal, tidak perlu mengikuti gaya atau trand terbaru. Intinya adalah menjalankan protokol kesehatan secara sadar, tertib dan taat, maka penularan virus mematikan ini bisa terhindarkan.

Referensi:

Andriyanto, D. S., Suyadi, I., & Fanani, D. (2016). Pengaruh Fashion Involvement dan Positive Emotion terhadap Impulse Buying (Survey pada Warga Kelurahan Tulusrejo Kecamatan Lowokwaru Kota Malang). Jurnal Administrasi Bisnis, 31(1), 42-49.

Jones, Michael A., Reynolds, Kristy E., Weun, S. dan Beatty, Sharon E. 2003. The ProductSpecific Nature of Impulse Buying Tendency. Journal of Business Research. Vol. 56. PP 505-511.

Rook, D.W. 1987. The impulse buying. Journal of Consumer Research. Vol. 9. No. 14. 189- 199.

Watson, D. dan Tellegen, A. 1985. Toward a consensus structure of mood. Psychological Bulletin. Vol. 98. No. 2. PP 35-219.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun