Mohon tunggu...
WARDY KEDY
WARDY KEDY Mohon Tunggu... Relawan - Alumnus Magister Psikologi UGM
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

SAYA adalah apa yang saya TULIS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Analisis Diri dalam Perspektif Teori Albert Bandura

1 Juli 2020   20:45 Diperbarui: 1 Juli 2020   20:49 1967
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya adalah apa yang saya PIKIRKAN

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang ditangkap manusia mengenai objek sebagai hasil dari proses mengetahui baik melalui indra maupun melalui akal. Jadi, segala sesuatu yang saya lihat, saya rasakan, saya alami dan saya pikirkan membentuk pengetahuan saya. 

Pengetahuan juga dapat diperoleh dari proses berpikir. Proses berpikir itu merupakan kemampuan manusia dalam menggunakan akal untuk memahami lingkungannya. 

Tanpa berpikir, manusia tidak bisa diakui keberadaannya, karena pikiran itulah yang membedakan manusia dengan makhluk lain. Hal ini dikemukakan oleh Filsuf modern Rene Descartes : "Cogito ergo sum" (Saya Berpikir Maka Saya Ada). 

Keberadaan saya diakui karena saya berpikir. Dari kemampuan berpikir inilah saya mampu mengembangkan pengetahuan. Dengan berpikir, saya juga bisa mengenal orang lain, dunia sekitar dan diri saya sendiri.

Sangat mudah ketika saya melihat dan berpikir tetang sesuatu yang berada diluar diri saya. Namun sangat sulit bagi saya untuk melihat dan berpikir tentang siapa saya. Karena itu, saya perlu mengambil jarak dengan diri saya sendiri, supaya dengan demikian, saya bisa mengenal lebih dalam tentang siapa saya sebenarnya. 

Diawali dengan pertanyaan what do you think? Apa yang anda pikirkan? Saya bisa memberikan jawaban yang bervariasi sesuai situasi dan apa yang ada dalam pikiran saya. 

Kemampuan berpikir inilah yang sangat ditekankan Psikolog Albert Bandura dalam mengembangkan teori belajar sosial atau kognitif sosial. Dia adalah salah seorang behavioris yang menambahkan aspek kognitif terhadap aliran behaviorisme. Dia berpendapat bahwa manusia pada hakekatnya adalah makhluk yang berpikir, sadar, merasa dan mengatur tingkah lakunya sendiri. 

Kepribadian manusia berkembang dalam konteks sosial dan interaksi antar satu sama lain. Baginya, perilaku manusia tidak saja ditentukan oleh lingkungan, tetapi merupakan interaksi dari faktor personal (kognisi), faktor lingkungan dan faktor perilaku. Dari pemikiran Bandura inilah, saya akan coba melihat dan menggali diri saya lebih dalam.

PRIBADI SAYA DALAM PANDANGAN ALBERT BANDURA

Teori Belajar Sosial (Modeling)

Bandura menekankan teori ini pada aspek kognitif. Bagi Bandura, perilaku manusia itu dipengaruhi oleh pengalaman lingkungan sekitar dan melalui pembelajaran sosial atau meniru (modeling). 

Proses mengamati dan meniru perilaku dan sikap orang lain sebagai model merupakan tindakan belajar. Saya dibesarkan dalam lingkungan yang cukup tegas, disiplin, penuh ketegangan dan memiliki suhu udara yang panas. Karena itu, karakter saya juga sedikit 'keras'. Sampai sekarang saya masih merasa sangat 'kecil' di mata orang tua dan keluarga. Mungkin karena saya terlahir sebagai seorang anak bungsu. 

Namun, saya sadar bahwa saya sangat membutuhkan mereka. Bahkan sampai saat ini, saya merasa tidak bisa hidup tanpa kehadiran orang tua, kedua kakak dan keluarga besar saya. Apa yang saya lihat dan amati dalam persepsi, kemudian saya simpan dalam memori dan saya mengolahnya dengan konsep pemahaman yang sudah ada dalam kognisi saya, lalu saya mulai bersikap. Perilaku yang saya tampilkan memberi motivasi bagi saya sehingga saya menjadi lebih memahami lagi apa yang seharusnya saya lakukan ke depan.

Secara biologis, saya memiliki golongan darah yang sama persis dengan ayah. Karena itu, segala karakter dan sifat-sifatnya ada dalam diri saya. Sejak kecil, saya banyak meniru dan mengikuti pola perilaku dan gaya berpikir ayah. 

Dia adalah sosok yang sangat tenang, disiplin, penuh perencanaan dan sangat berprinsip. Namun salah satu sifat negatifnya adalah mudah marah yang tak terbendung. Ketika ada hal yang dia rasa kurang berkenan, dia langsung marah. Karakter tenang, prinsipil dan disiplin dari ayah, saya tiru selama saya bersekolah. Hampir semua sifat dan karakter ayah saya tiru. Hanya sikap mudah marah yang tidak saya ikuti. 

Saya memang bisa marah, tetapi saya masih bisa menahan amarah dan masih bisa mengontrol diri. Dan itulah sifat dari ibu saya. Saya meniru sifat ibu saya yang penuh sabar. Selain itu, saya juga meniru salah satu karakter dari kedua kakak saya, yakni gaya berbicara. Mereka memiliki kemampuan berkomunikasi yang sangat baik dengan orang lain. Dan karena itu, saya juga meniru apa yang dibuat mereka.

Dari sikap meniru itu, maka tepatlah apa yang dikatakan Bandura bahwa sejak dilahirkan saya sudah pasti akan berhubungan dengan orang lain. Perkembangan kepribadian saya sangat dipengaruhi oleh lingkungan. 

Perilaku yang nampak merupakan hasil dari modeling atau tiruan dari apa yang saya lihat, persepsikan dan saya lakukan. Jelaslah bahwa perkembangan kepribadian merupakan hasil interaksi timbal balik yang terjadi terus menerus antara faktor internal, seperti kognisi, persepsi dengan faktor eksternal yakni lingkungan.

Efikasi Diri (Self Efficacy)

Efikasi diri merupakan komponen inti dari self system. Yang dimaksud sistem diri di sini bukanlah faktor psikis yang mengontrol tingkah laku, tapi merujuk pada struktur kognisi sehingga merancang fungsi persepsi, evaluasi dan regulasi diri. Efikasi diri merupakan keyakinan diri terhadap kemampuan diri sendiri untuk mengatasi dan menghadapi persoalan serta menampilkan tingkah laku yang akan mengarah pada hasil yang diharapkan. Dengan sadar, saya meyakini bahwa saya memiliki efikasi diri yang cukup tinggi. 

Sejak mengenyam pendidikan di SMP & SMA, saya punya mimpi besar untuk menjadi pemimpin. Dengan keyakinan penuh, saya percaya bahwa saya bisa mencapai apa yang saya inginkan. Saya merasa bahwa saya bisa menjadi pemimpin untuk teman-teman lain. 

Dan cita-cita saya itu tercapai, ketika saya terpilih menjadi Ketua OSIS di SMP dan juga SMA. Saya bangga dan bahagia karena bisa memimpin teman-teman di sekolah. Selain itu, ketika kuliah, saya juga pernah menjadi Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Filsafat. Di situ, jiwa dan semangat kepemimpinan saya berkembang karena bisa berorganisasi dan saya selalu mengikuti berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh Fakultas maupun Universitas.

Saya tak pernah ragu sedikit pun dengan kemampuan yang ada dalam diri saya. Walau banyak tantangan, namun dengan sikap tenang, disiplin dan efikasi diri yang saya miliki, saya mampu mengatasinya. 

Saya selalu berhasil menunjukkan sikap yang bijak manakala ada persoalan yang dihadapi. Saat saya yakin dengan diri saya, saya merasa bahwa saya bisa melakukan apa saja yang menjadi rencana ke depan. Walaupun demikian, saya tidak berambisi untuk mengausai orang lain. Saya tetap rendah hati dan selalu mengedepankan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi saya sendiri.

Regulasi Diri (Self Regulation)

Setiap orang memiliki kemampuan untuk berpikir dan dengan kemampuan itu manusia bisa memanipulasi lingkungan sehingga terjadi perubahan lingkungan akibat kegiatan dan perilaku manusia. Apa yang ada di lingkungan tidak secara langsung mempengari perilaku individu. Setiap orang memiliki kemampuan untuk mengatur diri secara baik sehingga bisa memperoleh apa yang diinginkan. 

Cara meregulasi diri saya adalah dengan menciptakan kreativitas. Bagi saya, diri yang kreatif adalah faktor yang sangat penting dalam kepribadian individu, sebab hal ini dipandang sebagai penggerak semua tingkah laku. 

Ketika ada hal baik yang saya peroleh dari luar diri, maka perilaku saya meningkat. Saya dapat mengatur diri saya menjadi lebih baik lagi sehingga bisa mendapat lebih dari apa yang diinginkan. Inilah faktor eksternal yang mempengaruhi regulasi diri saya. Selain faktor eksternal, sebenarnya saya juga memiliki faktor internal yang mempengaruhi regulasi diri saya. 

Faktor internal itu antara lain, gaya berpikir saya, prinsip yang saya peroleh dari hasil meniru, keyakinan diri yang saya miliki serta persepsi yang saya lakukan.  Apa yang saya lakukan, selalu saya nilai dan evaluasi. 

Ketika perilaku saya menunjukkan hal positif bagi orang lain, saya akan terus meningkatkannya lagi. Namun ketika perilaku saya menjadi momok bagi banyak orang, disaat itulah saya akan mengevaluasi diri dan mulai mengatur diri saya secara baik lagi agar bisa membawa manfaat dan pengaruh besar bagi orang lain yang saya temui.

Sampai saat ini, saya masih terus berusaha mengatur diri saya agar bisa berhasil dalam studi. Bagi saya, regulasi diri butuh tidak mudah. Butuh kedisiplinan tinggi agar tetap konsisten. 

Saya selalu berjuang mengatur pola tingkah laku supaya bisa cepat selesai dalam studi. Di kamar, saya memiliki jadwal kegiatan yang saya buat sendiri untuk menuntun perilaku saya setiap hari. 

Dengan berpedoman pada scedule harian itu, saya selalu berjalan pada koridor yang sesuai. Semua itu hanya untuk satu tujuan dalam hidup, yakni ingin memajukan kualitas manusia NTT menjadi lebih baik. Salah satu hal yang bisa dilakukan hanyalah lewat pendidikan. 

Saya datang ke sini, untuk belajar, untuk melanjutkan ilmu dan mengembangkan pengetahuan saya, sehingga kelak saya bisa kembali dan mendidik masyarakat NTT. Saya percaya, lewat regulasi diri yang baik, tujuan dan harapan baik saya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat NTT bisa terwujud.

CATATAN AKHIR

Perkembangan kepribadian diri saya, melalui proses imitasi, efikasi dan regulasi diri, akan berdampak positif bagi diri saya sendiri dan orang lain. Belajar dari teori di atas, saya melihat bahwa realisasi diri dan pembentukan kepribadian sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga, lingkungan sosial dan kebudayaan yang melingkari saya. 

Terlepas dari itu semua, sebenarnya diri saya adalah inti yang memberikan dampak besar dalam perkembangan ke depan. Interaksi yang berkesinambungan antara faktor internal dan eksternal menjadi penentu perilaku saya. Apa yang saya pikirkan dalam kognisi, bagaimana perilaku saya dan lingkungan di sekitar saya merupakan instrumen inti pembentuk kepribadian. Tiga unsur ini perlu disadari setiap orang agar bisa berkembang menjadi pribadi yang sehat.

Saya memiliki cita-cita dan mimpi besar yang ingin diraih. Persis dalam kesadaran itu, saya harus bersikap realistis. Keterbatasan prinsip dalam merealisasikan diri secara sempurna adalah kenyataan yang mesti saya terima secara wajar. Kerendahan hati adalah sikap yang sangat cocok untuk menerima semua itu. Dengan demikian, saya dapat menerima diri dan dapat berbuat banyak hal untuk kebaikan bersama yang nilainya sangat abadi (eternal values).

Saya akan terus berusaha untuk tidak kehilangan orientasi hidup dan eksistensi saya sekarang. Saya akan tetap menggunakan akal dan perasaan cinta supaya tidak kehilangan need for relatedness dengan orang-orang disekitar saya. Dengan begitu, saya tentu tidak akan kehilangan frame of orientation dalam setiap tindakan yang saya ambil dan lakukan. Pada taraf inilah, saya bisa memahami dengan pasti segala need for transendence untuk mewujudkan apa yang saya impikan. Ketika saya mencapai tujuan, saya akan mempertanggung jawabkan semuanya itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun