Mohon tunggu...
WARDY KEDY
WARDY KEDY Mohon Tunggu... Relawan - Alumnus Magister Psikologi UGM
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

SAYA adalah apa yang saya TULIS

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Allah Tritunggal dalam Teologi Trinitas Gereja Katolik

7 Juni 2020   03:00 Diperbarui: 7 Juni 2020   03:11 13375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.pinterest.com/laurieearl76

Tepat di hari ini, Minggu, 07 Mei 2020, Gereja Katolik sejagat merayakan Hari Raya Tritunggal Maha Kudus. Hari raya ini selalu jatuh pada minggu pertama setelah Pentakosta. 

Perayaan ini untuk memperingati sebuah doktrin penting dalam Gereja Katolik yakni 'tiga pribadi Allah: Allah Bapa, Allah Putra, dan Allah Roh Kudus. Karena itu, pada perayaan besar ini, sedikit saya mau berbagi pemikiran mengenai Allah Tritunggal yang dikaji dari sudut pandang Teologi Trinitas Gereja Katolik.

Sudah kita tahu bahwa dalam setiap agama dikenal adanya Wujud Tertinggi (Supreme Being) yaitu wujud yang mengatasi dunia kodrati. Wujud Tertinggi tersebut dikenal dengan berbagai nama, dan diakui sebagai prinsip terakhir alam semesta. 

Dialah sumber dari mana segala sesuatu berasal. Dia pulalah yang menopang keberadaan segala sesuatu. Kepada Wujud Tertinggi itu disampaikan aneka bentuk ibadah, sembah bakti dan doa. 

Walaupun terdapat pengakuan yang sama akan adanya Wujud Tertinggi, tetapi pemahaman tentang hakikat-Nya berbeda-beda menurut tiap-tiap agama. Saya tidak akan membahasnya satu per satu. Tetapi yang mau saya kaji di sini adalah pemahaman hakekat Allah dari sudut pandang Teologi Gereja Katolik.

Patut diakui bahwa istila Trinitas atau Tritunggal Kudus itu sendiri tidak pernah ditemukan dalam Alkitab.  Karena itulah sejumlah orang mengatakan bahwa Trinitas itu tidak alkitabiah. Mereka mempertanyakan: kalau istilah itu tidak terdapat dalam Alkitab, mengapa digunakan?

Sebagai istilah memang tidak ditemukan dalam Alkitab. Tetapi kebenaran bahwa Allah terdiri atas Bapak, Sabda (Putera) dan Roh yang merupakan satu kesatuan hakikat Ilahi terdapat dalam banyak ayat Perjanjian Baru. 

Bahkan dalam Perjanjian Lama pun telah terdapat sejumlah ayat yang berbicara meskipun secara tidak langsung bahwa Allah terdiri atas satu hakikat ke-Ilahi-an tetapi dikenal sebagai Adonai, Yahweh, Sabda-Nya dan Roh-Nya. Kata Trinitas digunakan hanya untuk kemudahan dalam mengungkapkan kenyataan paling mendasar tentang Allah dalam Alkitab. Istilah tersebut merupakan suatu ringkasan dalam satu kata dari suatu rangkaian ajaran dalam Alkitab. 

Dari pada mengulang-ulangi suatu penjelasan panjang tentang Allah yang disampaikan dalam Alkitab, lebih baik digunakan satu istilah saja yaitu Trinitas.

Lalu manakah dasar kebenaran tentang Trinitas itu dalam Alkitab? Inilah pertanyaan yang perlu dijelaskan. Sudah kita ketahui bahwa iman berkembang dalam tradisi lisan sebelum Perjanjian Baru ditulis. 

Dan sejak Gereja awal, umat kristiani telah percaya pada dua pernyataan di bawah ini, yang bersumber dari Wahyu Ilahi: 1) Hanya Allah yang menyelamatkan, dan 2) Yesus Kristus, Sabda Allah yang menjadi manusia adalah juru selamat satu-satunya. Maka kesimpulan yang tidak bisa disangkal: Yesus adalah Tuhan (bdk. 1 Kor 12: 3). 

Selanjutnya, kenyataan lain yang juga diimani adalah bahwa Allah hadir dan berkarya secara nyata di tengah umat dengan Roh-Nya. Dengan kenyataan-kenyataan seperti itu, pintu terbuka kepada iman akan Trinitas. Dan semuanya itu merupakan kandungan dari pewartaan Gereja awal, mula-mula berupa pewartaan lisan, selanjutnya pewartaan tertulis. Pewartaan dalam bentuk tulisan-tulisan suci itulah yang, setelah dikumpulkan dan diseleksi, kemudian membentuk Alkitab.

Dari hal-hal yang dikemukakan dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, terdapat kebenaran-kebenaran mendasar tentang Allah yang dapat diringkaskan dalam lima pokok di bawah ini:[1] 

1) Hanya ada satu Allah; 2) Allah itu disebut Bapak; 3) Bapak memiliki Putera dan Putera itu Ilahi; 4) Dia menganugerahkan Roh Kudus kepada manusia, dan Roh Kudus itu Ilahi; 5) Bapak, Putera dan Roh Kudus merupakan pribadi yang berbeda-beda tetapi saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan hakikat ke-Ilahi-an.

Kita mungkin akan cepat berkesimpulan bahwa kelima pokok di atas tidak bisa sejalan satu sama lain. Kalau selain Bapak, ada pula Putera dan Roh Kudus yang masing-masing memiliki ke-Ilahi-an, maka pernyataan 'hanya ada satu Allah' tentu tidak dapat diterima lagi. 

Namun demikian, satu jawaban yang paling bisa diterima adalah: hanya ada satu Allah yaitu Allah Tritunggal, yang menyatakan diri kepada manusia sebagai Bapak, Putera dan Roh Kudus. Keesaan hakikat ke-Ilahi-an dalam ketigaan pribadi ini sangat jelas ditemukan dalam Alkitab. Ada sejumlah besar ayat yang berbicara tentang pokok-pokok tersebut, tetapi tentu saya tidak bisa membahas semuanya. Satu hal yang pasti adalah bahwa Allah Tritunggal sungguh merupakan sebuah misteri.

 Allah Tritunggal: Misteri yang Melampaui Pemahaman

Allah Tritunggal (Trinitas) adalah misteri yakni kebenaran yang mengatasi kemampuan akal budi manusia. Akan tetapi, sebuah misteri, bukanlah kontrakdiksi. Kita mungkin akan melihat bahwa Trinitas itu tampak seakan-akan sebuah kontradiksi, karena dalam pengertian biasa, kata 'pribadi' hanya menunjuk pada satu individu. 

Pun kita tentu tidak akan percaya bahwa Allah itu terdiri atas tiga pribadi dalam satu hakekat, jika tidak ada alasan rasional. Lantas, apa dasarnya sehingga kita mengimani hal itu? 

Dasarnya adalah Alkibat (Kitab Suci). Sebagai dokumen wahyu Ilahi, Kitab Suci mengajarkan kepada kita lima kebenaran utama yang sudah disebutkan di atas. 

Lima pokok ajaran tersebut merupakan dasar kebenaran dari iman akan Trinitas. Karena dibicarakan dalam Alkitab, dan karena Alkitab itu memiliki otoritas sebagai Wahyu Ilahi, maka kaum Kristiani mengimani misteri yang melampaui pemahaman akal budi ini.

Pengakuan bahwa Alkitab itu suatu kebenaran Wahyu, tentu bukanlah satu-satunya pembuktian yang meyakinkan. Suatu kebenaran iman hanya bisa memuaskan kita bila kita mengenal Kristus secara pribadi. Yesus sendiri pernah bersabda "Akulah gembala yang baik, dan Aku mengenal domba-dombaKu dan domba-dombaKu mengenal Aku" (Yohanes 10: 14); dan "domba-domba itu mengikuti Dia, karena mereka mengenal suaraNya" (Yohaes 10: 4). 

Umat yang percaya padaNya mengenal siapa diriNya yaitu Putera Allah. Dan karena percaya kepadaNya, umat kristiani juga percaya pada kesaksianNya tentang Bapa dan Roh Kudus. Pengetahuan kita tentang Tuhan juga tergantung pada Roh Kudus karena Roh Kuduslah yang bersaksi tentang Tuhan bersama-sama dengan Roh kita (Roma 8: 16). 

Allah Bapak, Pencipta yang maha kuasa, juga menyatakan diriNya kepada pikiran kita melalui dunia ciptaanNya sehingga kita tidak dapat berdalih (lihat Roma 1: 18-20; Mazmur 19). 

Jadi pemahaman kita akan ajaran tentang Trinitas dan pengakuan kita akan kebenarannya pada akhirnya tergantung pada pengenalan pribadi kita akan Tuhan yang satu tetapi berpribadi tiga itu. 

Pemazmur mengungkapkan hal ini secara tepat: "di dalam terangMu kami melihat terang" (Mazmur 36: 10). Hanya ketika kita mengimaniNya, budi kita diterangi untuk mengenalnya secara lebih baik, dan memahami SabdaNya dalam Alkitab secara lebih benar. Hanya dalam terang iman akal budi kita dapat memahami misteri Trinitas.

Mungkin ada yang mengira bahwa pengakuan kaum kristiani tentang inti iman mereka sebagai misteri yang tak terpahami adalah suatu dalih semata-mata karena tidak mampu menjelaskannya. Bagi mereka, kaum kristiani telah mengurbankan intelek manusiawi mereka di atas 'altar' pengakuan iman. Tetapi, sesungguhnya iman akan Trinitas menuntut hal yang lain untuk dikurbankan. Bukan intelek yang harus dikurbankan melainkan anggapan akan otonomi intelek, yaitu pemahaman bahwa intelek manusiwi merupakan penentu terakhir dari kebenaran. Kebenaran tentang Trinitas menuntut kita untuk berani menerima dan mengimani apa yang tidak secara penuh kita pahami.

 

Dan hal ini pun bukan suatu kekecualian yang luar biasa. Dalam ilmu-ilmu lain seperti fisika, biologi, sejarah, tetap terdapat keterbatasan dalam pemahaman. Karena itu, sebuah penelitian ilmiah acap kali belum mampu mengungkap seluruh aspek dari bidang yang diteliti, sehingga peneliti berikutnya masih menemukan lagi sesuatu yang baru dalam bidang tersebut. Para peneliti ilmiah biasanya dengan rendah hati mengakui bahwa hasil penelitian mereka masih harus dikembangkan lagi oleh penelitian berikutnya. Jarang ada yang mengatakan bahwa hasil penelitiannya sudah final, dan segalanya telah diketahui. Karena itu, bukanlah hal yang memalukan bila kaum kristiani tidak mampu menjelaskan tentang Trinitas sepenuh-penuhnya. Sebaliknya, pengakuan akan ketidak-mampuan menjelaskan yang Ilahi adalah bagian dari ketundukan, ketaatan dan penerimaan hakikat diri kita sebagai makhluk terbatas yang tak mungkin menjangkau Sang Ilahi yang tak terbatas. Allah itu maha besar, sehingga intelek kita manusia ciptaanNya, terlalu kecil untuk dapat memahamiNya sepenuh-penuhnya.

 

Keterbatasan pemahaman inilah yang menimbulkan banyak pemahaman keliru tentang Trinitas. Dalam sejarah Kekristenan telah banyak ajaran dan teori yang mencoba menjelaskan Trinitas tetapi banyak pula dari penjelasan dan teori-teori tersebut yang tidak menjelaskan hakikat Trinitas yang sesungguhnya. Karena itu, Gereja telah menegaskan bahwa ajaran-ajaran yang demikian merupakan ajaran sesat. Walaupun demikian, ajaran-ajaran yang keliru tersebut telah pula mendorong refleksi mendalam atas misteri iman ini. Refleksi mendalam atas misteri Trinitas telah berkembang dalam sejarah Kekristenan, baik karena didesak oleh perlunya penjelasan yang benar melawan ajaran sesat maupun secara positif dikemukakan oleh para pemikir Kristiani.

 

Karena itu, Saya kira rumusan tentang Trinitas sebagai satu hakikat ke-Allah-an dengan tiga pribadi tidak perlu terlalu panjang lagi diperdebatkan tetapi patut diterima dan dijelaskan lebih lanjut. Pertanyaan utama yang mau dijawab adalah: bagaimana memahami Trinitas yang adalah satu hakikat ke-Allah-an dan tiga pribadi? Pertanyaan tersebut dapat dilihat dari sudut pandang berbeda. Misalnya, bagaimana hakikat ke-Allah-an itu tetap satu, walaupun diakui tiga pribadi di dalamNya? Atau bagaimana tiga pribadi Ilahi (Bapak, Putera dan Roh Kudus) bukan tiga Allah melainkan satu?

 

Untuk menjawabi pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul konsep prosesi, relasi, dan kekhasan masing-masing pribadi Ilahi serta perichoresis / circumincessio. Prosesi mengandaikan relasi, selanjutnya relasi mengandaikan pribadi-pribadi yang berbeda-beda di dalam Allah yang satu. Perbedaan itu ditandai dengan ciri pembeda atau kekhasan. Dan walaupun terdapat pribadi yang berbeda-beda tetapi semuanya berada dalam kesatuan hakikat, dan karena itu satu pribadi Ilahi hadir senantiasa dalam pribadi Ilahi yang lain.

 

Prosesi adalah keluarnya Putera dari Bapa dan keluarnya Roh Kudus dari Bapa dan Putera. Prosesi tersebut pertama-tama berhubungan dengan misi Ilahi, yaitu perutusan Putera dan Roh Kudus ke dunia untuk karya penyelamatan umat manusia. Putera keluar dari Bapa dan menjelma menjadi manusia. Roh Kudus keluar dari Bapak dan Putera untuk menghidupkan dan menguduskan manusia. Perutusan Putera dan Roh Kudus ke dunia ini disebut processio ad extra, yaitu keluarnya pribadi-pribadi Ilahi dari ke-Allah-an yang satu dan sama dan masuk ke dalam dunia dan sejarah. Tetapi karena Allah itu tidak berubah, maka dari processio ad extra itu disimpulkan pula adanya processio ad intra. Processio ad intra adalah prosesi yang terjadi secara abadi di dalam Allah, di luar waktu dan terlepas dari hubunganNya dengan ciptaan.

 

Processio ad intra meliputi keluarnya Putera dari Bapa secara abadi, dan keluarnya Roh Kudus dari Bapa dan Putera, juga secara abadi. Istilah yang biasa digunakan untuk prosesi Putera adalah kelahiran (generatio). Putera keluar dari Bapa dengan cara dilahirkan sehingga disebut Putera. Tetapi kelahiran tersebut tidak dibayangkan seperti kelahiran fisik, karena Allah adalah Roh murni. Roh murni itu tidak bergiat secara fisik melainkan dengan pikiran dan kehendak, walaupun dari pikiran dan kehendak Ilahi itu dihasilkan pula ciptaan yang bersifat fisik. Karena itu kelahiran Putera disebut kelahiran secara intelek, atau dilahirkan melalui aktivitas intelek (generatio per modum intellectus). Hal ini yang dikemukakan dalam Injil Yohanes, ketika Putera itu disebut Sabda, yang telah lebih dahulu ada dalam Allah sebelum menjelma menjadi manusia. Jadi Putera lahir secara abadi dari intelek Bapak sebelum segala abad sebagai Sabda kekal, dan kemudian diutus ke dunia sebagai Sabda yang menjelma menjadi manusia. Dia ada dalam substansi ke-Allah-an yang satu dan sama tetapi dibedakan dari Bapa yang melahirkanNya.

 

Sedangkan Roh Kudus keluar dari kehendak Ilahi yang mencintai, sehingga disebut Cinta Ilahi. Roh Kudus keluar dari Allah melalui aktivitas kehendak (processio per modum voluntatis). Istilah yang biasa digunakan untuk prosesi Roh Kudus adalah hembusan (spiratio). Sebagai Roh yang keluar dari kehendak Ilahi, kata yang tepat adalah dihembuskan dalam arti dikobarkan keluar. Mengenai asal dari mana Roh Kudus keluar, disebutkan dalam Alkitab, dua pihak yaitu Bapa dan Putera. Roh Kudus keluar dari Bapa dan Putera. Bapa dan Putera, sebagai satu sumber dari mana Roh Kudus keluar, memiliki kehendak yang sama untuk mengobarkan Roh Kudus kepada umat manusia. Tetapi sebelum diutus keluar, Roh Kudus merupakan hubungan cinta abadi antara Bapa dan Putera dalam processio ad intra. Roh Kudus adalah Cinta, dengan mana Bapa mencintai Putera dan Putera mencintai Bapa. Jadi Bapa mencintai Putera dengan Roh Kudus, Putera mencintai Bapa dengan Roh Kudus yang sama. Selanjutnya Bapa dan Putera mencintai umat manusia juga dengan Roh Kudus yang sama.

 

Dari prosesi Ilahi tampaklah relasi-relasi nyata di dalam Allah. Ada empat relasi di dalam Allah. Relasi Bapa ke Putera disebut kebapaan atau kelahiran aktif. Relasi Putera ke Bapa disebut keputeraan atau kelahiran pasif. Relasi Bapa dan Putera ke Roh Kudus disebut hembusan aktif. Relasi Roh Kudus ke Bapa dan Putera disebut hembusan pasif.

 

Keempat relasi nyata di dalam Allah tersebut menghasilkan tiga pribadi Ilahi yang berbeda. Kebapaan yaitu kelahiran aktif dan hembusan aktif di dalam Allah itulah pribadi Bapa. Keputeraan yaitu kelahiran pasif sekaligus hembusan aktif di dalam Allah itulah pribadi Putera. Sedangkan hembusan pasif di dalam Allah itulah pribadi Roh Kudus.

 

Masing-masing pribadi Ilahi itu memiliki kekhasan atau ciri pembeda satu dari yang lain. Kekhasan masing-masing pribadi itu disebut proprietas atau notio. Kekhasan pribadi Bapa adalah tidak berasal dari pribadi lain, tidak dilahirkan dan tidak dihembuskan. Sebaliknya Bapa-lah sumber dari mana Putera dilahirkan dan Roh Kudus dihembuskan. Kekhasan Putera adalah dilahirkan, dan bersama Bapa menghembuskan Roh Kudus. Kekhasan Roh Kudus adalah dihembuskan.

Walaupun ketiga pribadi Ilahi tersebut berbeda satu dari yang lain tetapi berada dalam kesatuan erat satu sama lain. Satu pribadi Ilahi senantiasa hadir di dalam pribadi Ilahi yang lain. Hal ini disebut perichoresis / circumincessio. Bapa hadir di dalam Putera dan di dalam Roh Kudus. Putera hadir di dalam Bapa dan di dalam Roh Kudus. Roh Kudus hadir di dalam Bapak dan di dalam Putera.

Bila kita merenungkan makna Allah Tritunggal bagi hidup manusia, kita sesungguhnya merenungkan siapa Allah itu dan bagaimana Dia menyatakan diriNya. Dan karena keagunganNya, kita berhadapan dengan misteri maha dalam. Tetapi misteri itu bukannya sama sekali tersembunyi dan tak terjangkau. Justru sebaliknya terang Ilahi itu memancar dan meliputi hidup manusia. Dan perlu diingat bahwa Allah itu memang misteri bagi kita tetapi bukan bagi diriNya sendiri. 

Pribadi-pribadi Ilahi dari Trinitas saling memahami secara mendalam. Dalam pikiran Ilahi, kebenaran merupakan hal yang sepenuhnya rational dan merupakan sistem yang sempurna, sebab Allah tidak pernah bertentangan di dalam diriNya sendiri. 

Dan Allah, dari keputusan bebasNya, telah menyatakan diriNya kepada manusia, sehingga manusia dapat memahami hakikat diriNya itu, walaupun pemahaman itu tetaplah terbatas. Dengan keputusan bebasNya pula, Allah telah mengangkat manusia untuk masuk ke dalam persekutuan hidup denganNya. Dengan itu manusia pun mengambil bagian dalam pengenalan diri Allah yang Trinitas.

Karena itu, walaupun pikiran manusia terbatas dan dari kekuatan pikiran kodrati itu  tidak mungkin memahami misteri Ilahi, tetapi manusia dapat mencari "terang di dalam terangNya", sehingga dapat menemukan kebenaran-kebenaran mendasar yang sesungguhnya tidak menimbulkan perbantahan. Secara khusus, dari iman pada Allah yang Trinitas, terdapat dua implikasi fundamental. 

Pertama, pandangan dunia kristiani adalah pandangan yang secara mendasar bersifat personal. Kedua, dalam doktrin Trinitas, kita menemukan suatu solusi atas persoalan fundamental dalam memahami realitas.

  • Allah yang berpribadi dan relasinya dengan dunia

Dari pandangan tentang Allah yang terdapat dalam agama-agama di dunia, hanya pandangan tentang Allah dalam Alkitab yang benar-benar memperkenalkan Allah yang berpribadi. Dalam pandangan agama-agama monotheistik mutlak, Allah yang mengatur dunia ini disebut Allah yang tunggal. Allah yang dibayangkan tunggal itu sendirian saja secara abadi dan seakan-akan hidup sebagai sebuah monade.[2] Allah yang demikian bukanlah Allah yang sungguh-sungguh berpribadi. Allah yang bagaikan monade itu, tidak memiliki mitra setara untuk berkomunikasi, membangun kebersamaan dan saling mencintai. Dalam Allah yang sendirian seperti itu, komunikasi, persekutuan dan cinta bukanlah bagian dari keberadaanNya. Dan tanpa kualitas seperti itu, tidak dapat dibayangkan suatu ke-Ilahi-an yang berpribadi. Membayangkan Allah yang tidak mengenal cinta, persekutuan dan komunikasi sebagai bagian dari diriNya, sama dengan membayangkan suatu gagasan yang tidak konkret dan bukan suatu pribadi.[3]

 

Jika Allah yang sendirian itu menjadikan dunia ciptaanNya sebagai satu-satunya partner komunikasi, persekutuan dan cintaNya, maka Allah yang demikian adalah Allah yang dapat berubah. Sebab sebelum menciptakan dunia, Allah belumlah Allah yang mencintai sebab tidak memiliki mitra cinta. Dia justru membutuhkan dunia supaya dapat berkembang dalam realisasi diriNya sebagai Allah cinta. Dengan kata lain, Allah hanya berpribadi karena bantuan dunia ciptaanNya. Allah yang demikian adalah Allah yang tergantung pada dunia ciptaanNya sehingga bukanlah Allah yang sejati. Hanya Allah yang bebas secara mutlak dan tidak tergantung pada hal lain yang merupakan Allah sejati.

Lalu bagaimana dengan politheisme? Politheisme mengakui adanya banyak Allah / Dewa. Sepintas nampaknya tidak ada persoalan mengenai kepribadian dari para Allah atau para Dewa dalam sistem politheisme. Tetapi bila direfleksikan lebih dalam, para Allah yang diklaim ada itu tidak dapat dibandingkan dengan Allah Trinitas. Pribadi-pribadi dalam Trinitas memiliki kesempurnaan dalam cinta, kesetaraan dan keselarasan relasi satu sama lain. Sementara para dewa itu seringkali tidak memiliki kepribadian yang sempurna karena mereka juga digambarkan bersaing satu sama lain dalam memperrebutkan kuasa.

 Bertentangan dengan pandangan monotheisme mutlak dan politheisme di atas, pandangan Alkitab tentang Trinitas memperkenalkan Allah yang benar-benar berpribadi, sekaligus merupakan kunci pemahaman segala ciptaan. Bapak, Putera dan Roh Kudus merupakan pribadi-pribadi yang berada dalam kesatuan hakikat ke-Ilahi-an. 

Dan manusia yang diciptakan sebagai gambar Allah yang Trinitas, memiliki arti baik secara individual maupun secara kolektif. Bahkan seluruh ciptaan hanya dapat dipahami secara benar bila dilihat dari segi Allah yang berpribadi tiga yang menciptakan segala sesuatu untuk menyatakan kemuliaanNya. Allah yang Trinitas merupakan penjelasan terakhir atas makna keberadaan segala ciptaan. Segala ciptaan memiliki cara berada yang khas sesuai kehendak Allah. Sebab segala sesuatu diciptakan di dalam Dia, oleh Dia dan untuk Dia (lihat Kolose 1: 16). Sejarah dunia terbentang menurut rencana Dia yang "dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendakNya" (Efesus 1: 16).

Ini berarti bahwa kaum Kristiani haruslah bertanya tentang makna dan tujuan dari segala kejadian di dunia. Kita tidak dapat menghindari pertanyaan "mengapa terjadi demikian?" Dan kita tidak pula menjawabnya dengan sederhana "memang sudah demikian." 

Dalam pandangan dunia Trinitaris, sekecil apa pun suatu peristiwa, tetaplah memiliki makna yang terkait erat dengan kenyataan terdalam seperti digambarkan dalam Alkitab: "Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekorpun dari padanya tidak akan jatuh ke Bumi di luar kehendak Bapakmu" (Matius 10: 29). Bahkan hal-hal kecil dari diri kita yang tidak kita perhatikan dengan saksama, justru dipedulikan oleh Allah: "Dan kamu, rambut kepalamu pun terhitung semuanya" (Matius 10: 30). 

Pandangan Kristiani ini mengajari kita untuk melihat rencana Allah yang sempurna namun tak terduga dalam mengatur dunia ini. Semuanya berada di dalam pemeliharaan cinta Bapa surgawi.

Jelas pula di sini bahwa iman akan Allah yang Trinitas bermakna bahwa manusia sendiri sungguh-sungguh berpribadi. Jika manusia adalah gambaran Allah, maka jawaban atas pertanyaan tentang hakikat Allah memberi pula pemahaman tentang hakikat manusia. Doktrin Trinitas menunjukkan kepada kita bahwa Allah adalah Allah yang di dalamNya tiga pribadi berbagi suatu persekutuan cinta yang abadi. Kita bahkan dapat mengatakan bahwa mereka demikian adanya karena persekutuan cinta: Bapa tidak dapat menjadi Bapa tanpa Putera, dan Bapa dan Putera tidak berelasi tanpa Roh Kudus. Manusia yang merupakan gambar Allah yang demikian, merupakan ciptaan yang berada dalam relasi. Pertama-tama dan yang paling mendasar, manusia berada dalam relasi dengan Allah. Dan yang tidak kurang penting, manusia pun berada dan bertumbuh sebagai pribadi yang berelasi dengan sesama manusia yang juga berpribadi.

 

https://www.pinterest.com/laurieearl76
https://www.pinterest.com/laurieearl76
 Sumber Tulisan :

 Bahan ajar Teologi Trinitas -- Fakultas Filsafat UNWIRA Kupang

 Dosen pengampuh : RD. Dr. Herman Punda Panda, Pr.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun