Mohon tunggu...
WARDY KEDY
WARDY KEDY Mohon Tunggu... Relawan - Alumnus Magister Psikologi UGM
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

SAYA adalah apa yang saya TULIS

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Allah Tritunggal dalam Teologi Trinitas Gereja Katolik

7 Juni 2020   03:00 Diperbarui: 7 Juni 2020   03:11 13375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Jika Allah yang sendirian itu menjadikan dunia ciptaanNya sebagai satu-satunya partner komunikasi, persekutuan dan cintaNya, maka Allah yang demikian adalah Allah yang dapat berubah. Sebab sebelum menciptakan dunia, Allah belumlah Allah yang mencintai sebab tidak memiliki mitra cinta. Dia justru membutuhkan dunia supaya dapat berkembang dalam realisasi diriNya sebagai Allah cinta. Dengan kata lain, Allah hanya berpribadi karena bantuan dunia ciptaanNya. Allah yang demikian adalah Allah yang tergantung pada dunia ciptaanNya sehingga bukanlah Allah yang sejati. Hanya Allah yang bebas secara mutlak dan tidak tergantung pada hal lain yang merupakan Allah sejati.

Lalu bagaimana dengan politheisme? Politheisme mengakui adanya banyak Allah / Dewa. Sepintas nampaknya tidak ada persoalan mengenai kepribadian dari para Allah atau para Dewa dalam sistem politheisme. Tetapi bila direfleksikan lebih dalam, para Allah yang diklaim ada itu tidak dapat dibandingkan dengan Allah Trinitas. Pribadi-pribadi dalam Trinitas memiliki kesempurnaan dalam cinta, kesetaraan dan keselarasan relasi satu sama lain. Sementara para dewa itu seringkali tidak memiliki kepribadian yang sempurna karena mereka juga digambarkan bersaing satu sama lain dalam memperrebutkan kuasa.

 Bertentangan dengan pandangan monotheisme mutlak dan politheisme di atas, pandangan Alkitab tentang Trinitas memperkenalkan Allah yang benar-benar berpribadi, sekaligus merupakan kunci pemahaman segala ciptaan. Bapak, Putera dan Roh Kudus merupakan pribadi-pribadi yang berada dalam kesatuan hakikat ke-Ilahi-an. 

Dan manusia yang diciptakan sebagai gambar Allah yang Trinitas, memiliki arti baik secara individual maupun secara kolektif. Bahkan seluruh ciptaan hanya dapat dipahami secara benar bila dilihat dari segi Allah yang berpribadi tiga yang menciptakan segala sesuatu untuk menyatakan kemuliaanNya. Allah yang Trinitas merupakan penjelasan terakhir atas makna keberadaan segala ciptaan. Segala ciptaan memiliki cara berada yang khas sesuai kehendak Allah. Sebab segala sesuatu diciptakan di dalam Dia, oleh Dia dan untuk Dia (lihat Kolose 1: 16). Sejarah dunia terbentang menurut rencana Dia yang "dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendakNya" (Efesus 1: 16).

Ini berarti bahwa kaum Kristiani haruslah bertanya tentang makna dan tujuan dari segala kejadian di dunia. Kita tidak dapat menghindari pertanyaan "mengapa terjadi demikian?" Dan kita tidak pula menjawabnya dengan sederhana "memang sudah demikian." 

Dalam pandangan dunia Trinitaris, sekecil apa pun suatu peristiwa, tetaplah memiliki makna yang terkait erat dengan kenyataan terdalam seperti digambarkan dalam Alkitab: "Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekorpun dari padanya tidak akan jatuh ke Bumi di luar kehendak Bapakmu" (Matius 10: 29). Bahkan hal-hal kecil dari diri kita yang tidak kita perhatikan dengan saksama, justru dipedulikan oleh Allah: "Dan kamu, rambut kepalamu pun terhitung semuanya" (Matius 10: 30). 

Pandangan Kristiani ini mengajari kita untuk melihat rencana Allah yang sempurna namun tak terduga dalam mengatur dunia ini. Semuanya berada di dalam pemeliharaan cinta Bapa surgawi.

Jelas pula di sini bahwa iman akan Allah yang Trinitas bermakna bahwa manusia sendiri sungguh-sungguh berpribadi. Jika manusia adalah gambaran Allah, maka jawaban atas pertanyaan tentang hakikat Allah memberi pula pemahaman tentang hakikat manusia. Doktrin Trinitas menunjukkan kepada kita bahwa Allah adalah Allah yang di dalamNya tiga pribadi berbagi suatu persekutuan cinta yang abadi. Kita bahkan dapat mengatakan bahwa mereka demikian adanya karena persekutuan cinta: Bapa tidak dapat menjadi Bapa tanpa Putera, dan Bapa dan Putera tidak berelasi tanpa Roh Kudus. Manusia yang merupakan gambar Allah yang demikian, merupakan ciptaan yang berada dalam relasi. Pertama-tama dan yang paling mendasar, manusia berada dalam relasi dengan Allah. Dan yang tidak kurang penting, manusia pun berada dan bertumbuh sebagai pribadi yang berelasi dengan sesama manusia yang juga berpribadi.

 

https://www.pinterest.com/laurieearl76
https://www.pinterest.com/laurieearl76
 Sumber Tulisan :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun