Mohon tunggu...
WARDY KEDY
WARDY KEDY Mohon Tunggu... Relawan - Alumnus Magister Psikologi UGM
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

SAYA adalah apa yang saya TULIS

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Allah Tritunggal dalam Teologi Trinitas Gereja Katolik

7 Juni 2020   03:00 Diperbarui: 7 Juni 2020   03:11 13375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Keempat relasi nyata di dalam Allah tersebut menghasilkan tiga pribadi Ilahi yang berbeda. Kebapaan yaitu kelahiran aktif dan hembusan aktif di dalam Allah itulah pribadi Bapa. Keputeraan yaitu kelahiran pasif sekaligus hembusan aktif di dalam Allah itulah pribadi Putera. Sedangkan hembusan pasif di dalam Allah itulah pribadi Roh Kudus.

 

Masing-masing pribadi Ilahi itu memiliki kekhasan atau ciri pembeda satu dari yang lain. Kekhasan masing-masing pribadi itu disebut proprietas atau notio. Kekhasan pribadi Bapa adalah tidak berasal dari pribadi lain, tidak dilahirkan dan tidak dihembuskan. Sebaliknya Bapa-lah sumber dari mana Putera dilahirkan dan Roh Kudus dihembuskan. Kekhasan Putera adalah dilahirkan, dan bersama Bapa menghembuskan Roh Kudus. Kekhasan Roh Kudus adalah dihembuskan.

Walaupun ketiga pribadi Ilahi tersebut berbeda satu dari yang lain tetapi berada dalam kesatuan erat satu sama lain. Satu pribadi Ilahi senantiasa hadir di dalam pribadi Ilahi yang lain. Hal ini disebut perichoresis / circumincessio. Bapa hadir di dalam Putera dan di dalam Roh Kudus. Putera hadir di dalam Bapa dan di dalam Roh Kudus. Roh Kudus hadir di dalam Bapak dan di dalam Putera.

Bila kita merenungkan makna Allah Tritunggal bagi hidup manusia, kita sesungguhnya merenungkan siapa Allah itu dan bagaimana Dia menyatakan diriNya. Dan karena keagunganNya, kita berhadapan dengan misteri maha dalam. Tetapi misteri itu bukannya sama sekali tersembunyi dan tak terjangkau. Justru sebaliknya terang Ilahi itu memancar dan meliputi hidup manusia. Dan perlu diingat bahwa Allah itu memang misteri bagi kita tetapi bukan bagi diriNya sendiri. 

Pribadi-pribadi Ilahi dari Trinitas saling memahami secara mendalam. Dalam pikiran Ilahi, kebenaran merupakan hal yang sepenuhnya rational dan merupakan sistem yang sempurna, sebab Allah tidak pernah bertentangan di dalam diriNya sendiri. 

Dan Allah, dari keputusan bebasNya, telah menyatakan diriNya kepada manusia, sehingga manusia dapat memahami hakikat diriNya itu, walaupun pemahaman itu tetaplah terbatas. Dengan keputusan bebasNya pula, Allah telah mengangkat manusia untuk masuk ke dalam persekutuan hidup denganNya. Dengan itu manusia pun mengambil bagian dalam pengenalan diri Allah yang Trinitas.

Karena itu, walaupun pikiran manusia terbatas dan dari kekuatan pikiran kodrati itu  tidak mungkin memahami misteri Ilahi, tetapi manusia dapat mencari "terang di dalam terangNya", sehingga dapat menemukan kebenaran-kebenaran mendasar yang sesungguhnya tidak menimbulkan perbantahan. Secara khusus, dari iman pada Allah yang Trinitas, terdapat dua implikasi fundamental. 

Pertama, pandangan dunia kristiani adalah pandangan yang secara mendasar bersifat personal. Kedua, dalam doktrin Trinitas, kita menemukan suatu solusi atas persoalan fundamental dalam memahami realitas.

  • Allah yang berpribadi dan relasinya dengan dunia

Dari pandangan tentang Allah yang terdapat dalam agama-agama di dunia, hanya pandangan tentang Allah dalam Alkitab yang benar-benar memperkenalkan Allah yang berpribadi. Dalam pandangan agama-agama monotheistik mutlak, Allah yang mengatur dunia ini disebut Allah yang tunggal. Allah yang dibayangkan tunggal itu sendirian saja secara abadi dan seakan-akan hidup sebagai sebuah monade.[2] Allah yang demikian bukanlah Allah yang sungguh-sungguh berpribadi. Allah yang bagaikan monade itu, tidak memiliki mitra setara untuk berkomunikasi, membangun kebersamaan dan saling mencintai. Dalam Allah yang sendirian seperti itu, komunikasi, persekutuan dan cinta bukanlah bagian dari keberadaanNya. Dan tanpa kualitas seperti itu, tidak dapat dibayangkan suatu ke-Ilahi-an yang berpribadi. Membayangkan Allah yang tidak mengenal cinta, persekutuan dan komunikasi sebagai bagian dari diriNya, sama dengan membayangkan suatu gagasan yang tidak konkret dan bukan suatu pribadi.[3]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun