Karya sastra memiliki keakraban dengan filsafat. Sama-sama memungut realitas sebagai sumber inspirasi. Bedaannya, terletak pada metodologi yang digunakan. Sastra merupakan ziarah penjelajahan seluruh realitas tanpa pretensi membuat rumusan sistematis, sedangkan filsafat tampil sebagai refleksi atas ziarah dimaksud secara sistematis.Â
Pada titik ini, filsafat mengambil sastra sebagai bahan bakunya. Keakraban demikian, ditunjukkan pula oleh kemampuan sastra untuk menjelaskan konsepsi filosofis secara lebih komunikatif, segar dan hidup.
Berbicara tentang sastra berarti berbicara tentang manusia dan masyarakat," tulis Mochtar Lubis. Oleh sebab itu, karya sastra tidak dapat dipisahkan dari pemikiran-pemikiran dan perasaan yang hadir di masyarakat.Â
Ia dipandang sebagai cerminan suatu kondisi atau keadaan yang tengah berkembang. Dengan demikian, karya sastra tidak saja melulu bermuatan estetis.Â
Dalam karya sastra terpancar juga pemikiran, kehidupan, dan tradisi yang hidup dalam suatu masyarakat. Dengan demikian, berbicara karya sastra berarti juga berbicara tentang budaya.Â
Hubungan filsafat dengan sastra berkaitan dengan muatan atau isinya. Filsafat akan bermakna dalam sastra kalau sastra diisi dengan nilai-nilai. Jadi, sastra berfungsi mengkomunikasikan nilai-nilai tersebut sedemikian rupa berdasarkan karaker sastra.Â
Sastra mengandung unsur hiburan sehingga nikmat dibaca. Keuntungan filsafat dengan sastra yaitu pemikiran kefilsafatan jadi tidak terasa. Sastra tidak menggurui beda dengan filsafat yang murni. Filsafat disebut sebagai pengetahuan lapis kedua bahkan ketiga.
Dalam pendapat lain mengemukakan: hubungan sastra dan filsafat laksana dua sisi mata uang, permukaan yang satu tidak dapat dipisahkan dari permukaan yang lainnya, bersifat komplementer, saling melengkapi.Â
Masalahnya, karya sastra membicarakan dunia manusia. Demikian juga filsafat, betapapun penekanannya pada usaha unutuk mempertanyakan hakikat dan keberadaaan manusia, sumbernya tetap bermuara pada manusia sebagai objeknya. Jika demikian apakah kemudian itu berarti karya sastra identik dengan filsafat?Â
Tentu saja tidak. Mengapa tidak? Di mana pula letak persamaan dan perbedaannya? Justru dalam hal itulah hubungan sastra dengan filsafat lalu melahirkan masalah sendiri.