Bagi kita orang Kristiani, mahkota duri adalah peringatan akan dua hal: (1) Yesus memanglah raja. Suatu hari, seluruh alam semesta akan tunduk di hadapan Yesus sebagai "Raja segala raja dan Tuan di atas segala tuan" (Wahyu 19:16).Â
Apa yang dimaksud para prajurit Romawi sebagai hinaan dan ejekan karena memberi mahkota dari semak duri, malah mewakilkan kedua peran Yesus, yakni hamba yang menderita (Yesaya 53), dan Sang Mesias yang Rajani (Wahyu 19). (2) Yesus bersedia menanggung penderitaan, ejekan, dan hinaan, semuanya demi kita demi dosa yang kita perbuat.Â
Mahkota duri, serta kesakitan ketika dipasang, sudah lama sirna, dan Yesus sekarang telah menerima mahkota yang selayaknya Ia terima. "Tetapi Dia, yang untuk waktu yang singkat dibuat sedikit lebih rendah dari pada malaikat-malaikat, yaitu Yesus, kita lihat, yang oleh karena penderitaan maut, dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat, supaya oleh kasih karunia Allah Ia mengalami maut bagi semua manusia" (Ibrani 2:9, diberi penekanan).
Saya rasa, lambang hina dan ejekan hanyalah contoh kemanusiaan kita yang selalu melupakan dan menghina orang lain. Kiranya di bulam Maria ini, dalam doa-doa Rosario, kita bisa mengampuni sesama yang sudah kita ejek, yang sering kita olok dan hina.Â
Semoga teladan Yesus yang mendoakan para algojo dan tenang menghadapi ejekan dan hinaan, bisa kita tiru dalam keseharian hidup. Kita juga harus bisa mengampuni mereka yang sudah kita perlakukan tidak baik.Â
Hidup bersama adalah sesuatu yang indah. Karena itu, ejekan dan olokan yang sering kita buat, sebaiknya ditiadakan, khususnya selama masa pandemi ini, supaya orang lain yang kita pandang dalam kita lihat sebagai sesame saudara yang tidak boleh disepelekan.
Salve!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H