Jumat, 08 Mei 2020
Peristiwa Sedih 3: Yesus Dimahkotai Duri (Markus, 15:17-18)
Yesus adalah Sang Raja. Tetapi Kerajaan-Nya bukan dari dunia ini. Itu clear. Tidak ada bantahan. Jawaban itu diberikan Yesus ketika dia dihadapkan pada Pilatus. Di sana, Ia diberi pertanyaan tentang kekuasaan-Nya.Â
Sebenarnya, Pilatus ingin mengetahui apa yang terjadi. Akan tetapi, justru jawaban Yesus membuatnya semakin tidak mengerti. Atas dasar itu, Yesus kemudian dirajam. Ia didera dan disiksi.Â
Salah satu peristiwa yang patut kita renungkan adalah bahwa Yesus dimahkotai duri oleh para algojo yang mencambuk-Nya. Memang, bagi mereka para algojo, tindakan itu sangat buruk.Â
Mereka memberi Yesus mahkota dari duri lalu menyembah-Nya karena mereka mendengar bahwa Yesus adalah Raja. Padahal mereka tidak mengerti apa-apa dan tidak tahu tntang situasi yang sebenarnya terjadi.
Sungguhpun demikian, mereka tetap memperlakukan Yesus sangat keji. Mahkota duri yang diberi dan diletakan di kepala Yesus, kemudian tidak saja menjadi siksa paling ngeri, melainkan menjadi symbol kemegahan yang diperoleh dari darah bagi semua orang Kristiani.Â
Saya kira mahkota duri adalah benar-benar lambang bahwa Yesus merupakan raja. Tetapi kerajaan itu tidak mudah bagi kita, sebab harus dilalui dengan keringat dan darah yang bercucuran.Â
Bahkan luka di kepala-Nya sudah menjadi penyembuh bagi kekeringan dan luka hati kita akibat dosa yang kita perbuat. Walau Yesus dihormati oleh algojo yang keji, tapi Yesus tidak pernah memusuhi mereka. Justru Yesus selalu mendoakan mereka.Â
Keringat bercampur darah yang mengucur keluar dari kepala Yesus adlah lambang penebusan dosa yang sering kali muncul dari pikiran dan kehendak kita yang jahat.
Bagi kita orang Kristiani, mahkota duri adalah peringatan akan dua hal: (1) Yesus memanglah raja. Suatu hari, seluruh alam semesta akan tunduk di hadapan Yesus sebagai "Raja segala raja dan Tuan di atas segala tuan" (Wahyu 19:16).Â
Apa yang dimaksud para prajurit Romawi sebagai hinaan dan ejekan karena memberi mahkota dari semak duri, malah mewakilkan kedua peran Yesus, yakni hamba yang menderita (Yesaya 53), dan Sang Mesias yang Rajani (Wahyu 19). (2) Yesus bersedia menanggung penderitaan, ejekan, dan hinaan, semuanya demi kita demi dosa yang kita perbuat.Â
Mahkota duri, serta kesakitan ketika dipasang, sudah lama sirna, dan Yesus sekarang telah menerima mahkota yang selayaknya Ia terima. "Tetapi Dia, yang untuk waktu yang singkat dibuat sedikit lebih rendah dari pada malaikat-malaikat, yaitu Yesus, kita lihat, yang oleh karena penderitaan maut, dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat, supaya oleh kasih karunia Allah Ia mengalami maut bagi semua manusia" (Ibrani 2:9, diberi penekanan).
Saya rasa, lambang hina dan ejekan hanyalah contoh kemanusiaan kita yang selalu melupakan dan menghina orang lain. Kiranya di bulam Maria ini, dalam doa-doa Rosario, kita bisa mengampuni sesama yang sudah kita ejek, yang sering kita olok dan hina.Â
Semoga teladan Yesus yang mendoakan para algojo dan tenang menghadapi ejekan dan hinaan, bisa kita tiru dalam keseharian hidup. Kita juga harus bisa mengampuni mereka yang sudah kita perlakukan tidak baik.Â
Hidup bersama adalah sesuatu yang indah. Karena itu, ejekan dan olokan yang sering kita buat, sebaiknya ditiadakan, khususnya selama masa pandemi ini, supaya orang lain yang kita pandang dalam kita lihat sebagai sesame saudara yang tidak boleh disepelekan.
Salve!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H