Mohon tunggu...
WARDY KEDY
WARDY KEDY Mohon Tunggu... Relawan - Alumnus Magister Psikologi UGM
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

SAYA adalah apa yang saya TULIS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Potensi "Fear of Missing Out" di Masa Pandemi

3 Mei 2020   18:10 Diperbarui: 3 Mei 2020   18:08 1428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fenomena FoMO - Sumber: Clearvoice.com

Saat pandemi ini, kita tentu sulit melepas diri dari gadget. Saya kira keterikatan itu bukan tanpa alasan, sebab apa yang mau kita buat selain mencari alternatif lewat Internet? Ya, sungguh adanya internet sangat cukup membantu kita semua ketika menjalani masa stay at home. Bagi keluarga di kota yang jaringan internet-nya kuat, tidak akan menjadi masalah. 

Tapi, bagi kami di sini (NTT), khususnya di beberapa daerah terpencil, di mana internet juga belum ada, apa yang mau kami lakukan, selain berkebun atau berkunjung ke rumah tetangga terdekat dan sekadar bersanda-gurau - berbagi kisah?

Untuk saat ini, internet dengan segala fasilitas didalamnya, sangat memperngaruhi hidup dan aktivitas kita. Siapapun mereka, baik itu orang tua atau muda, anak kecil atau orang dewasa, sampai lansia, semua sedang berlomba mempelajari hal-hal yang ditawarkan internet dan perlahan kita sedikit mulai tidak gaptek. 

Dan itu nampaknya benar. Terlebih media sosial. Keberadaan media sosial saat ini sedikit demi sedikit sudah merubah perilaku kita dalam banyak aspek, misalnya, dalam hal penggalian suatu informasi, perilaku belanja, menghabiskan waktu luang, serta dalam hal bagaimana kita berinteraksi dengan orang lain (Hamburger & Ben-Artzi, 2000).

Siapa yang tidak mengenal Instagram, Facebook, Twitter, You Tube, dan WhatsUp? Semua medsos itu merupakan sarana komunikasi yang saat ini sedang ramai-ramainya digunakan. Lonjakan akses internet, khususnya ke media sosial mengalami peningkatan. Yang lebih parah lagi, ada orang memiliki lebih dari satu akun media sosial. Aaneh sekali ya,,, untuk apa coba? Tapi itulah fakta.

Keterikatan kita untuk mengakses medsos dengan durasi waktu yang panjang, dapat menjadikan kita mengalami adiksi (kecanduan). Mengapa? Karena kita sebagai pengguna media sosial tentunya akan berusaha memelihara pertemanan secara intens dengan orang lain di dunia maya, (Raacke & Jennifer 2008). Saya kira, ada indikasi, di mana saat ini, kita menghabiskan waktu yang cukup banyak untuk mengakses media sosial hanya untuk mengusir rasa jenuh.

Nah, kalau melihat fakta berdasarkan data yang ada, kita bisa temukan bahwa keinginan untuk terkoneksi dalam jaringan (daring) bersama orang lain di medsos, dapat terjadi karena kita mengalami rasa takut kehilangan moment penting dari orang lain.  Ya, saya kira ini ada benarnya. Sebab, saya cukup heran dengan perilaku kita dalam masa pandemi ini. Saya kasi contoh, di akun mendsos saya sendiri, ada banyak permintaan pertemanan, yang kesemuanya itu lebih banyak tidak saya kenal (maaf buat kalian yang sudah follow). 

Saya bukan menyalahkan mereka, tetapi fenomena ini membuat saya kemudian coba menganalisis bahwa, membludaknya akses dari para pengguna media sosial (yang baru) saat ini disebabkan karena adanya intensitas yang cukup tinggi dari pengguna dalam mengakses internet. Akibatnya, kita mulai merasa cemas, gelisah, bahkan menjadi takut tertinggal dari aktivitas virtual orang lain.

Berbagai perasaan negatif yang muncul itulah yang dikenal dengan istilah Fear of Missing Out (FoMO). Dalam ilmu psikologi, fear of missing out (FoMO) adalah suatu perasaan cemas, gelisah dan takut kehilangan momen berharga yang dimiliki teman atau kelompok teman sebaya dalam media sosial, karena ia tidak dapat terlibat di dalamnya. Mungkin bagi kita, istilah FoMO masih asing, tetapi dalam cyber psychology istilah ini sudah cukup familiar. Secara konseptual, fenomena FoMO ini baru diteliti secara ilmiah oleh JWT Intelligence di tahun 2012 dan oleh Andrew Przybylski tahun 2013.

Kalau diurutkan, dari mana FoMO ini bisa terjadi, sebenarnya dimulai dari adanya kecenderungan untuk 'kepo' pada apa yang orang lain lakukan di medsos. Karena rasa penasaran yang begitu tinggi, maka keinginan kita untuk terus terkoneksi pada medsos jadi meningkat. Salah satu tanda yang sangat nyata bahwa fenomena FoMO sudah mulai berkembang adalah adanya keinginan untuk terus berhubungan dengan apa yang orang lain lakukan di akun medsos mereka.

Hemat saya, FoMO itu adalah sebuah kecemasan sosial yang dalam masa pandemi ini mungkin dianggap biasa oleh sebagian kita. Perlu kita sadari bahwa jika FoMO diabaikan dan dianggap sebagai hal yang lumrah, maka lambat laun kita akan mengalami perasaan kehilangan, stres dan merasa jauh jika tidak mengetahui peristiwa atau kegiatan yang dilakukan orang lain. 

Bahaya lain adalah kita akan menjadi sangat fokus pada diri kita sendiri, lupa pada aktivitas lain, dan tidak peduli pada orang disekitar, karena energi kita terserap oleh karena aktivitas mengakses medsos secara 'berlebih'. Bahkan muncul sensasi kesenangan secara virtual (maya) dari adanya keterikatan yang kuat mengakses mensos dalam waktu yang lama.

Memang, media sosial memberikan kesempatan pada kita untuk bisa mengeksplor dan mensosialiasasikan segala aktivitas kita pada orang lain, dengan maksud agar orang lain dapat mengetahui apa yang terjadi dalam hidup kita. Dan ketika ada orang lain yang berkomentar pada status yang kita buat, maka hal itu akan membuat kita merasa diperhatikan. Dan bagi saya, perhatian itu merupakan bentuk penghargaan diri yang kita terima dari orang lain.

Hanya saja, semoga kita tidak terlalu sibuk mengakses internet (medsos) sampai lupa aktivitas utama kita yang sebenarnya di dunia nyata. Semisal, kendati hanya sekadar searching pada internet, di saat bangun tidur, makan, sebelum tidur bahkan saat berkendara, melalui gadget ataupun laptop, maka sudah pasti pekerjaan lain akan terbengkalai. 

Sadar atau tidak, kalau dikalkulasi dengan teliti, maka aktivitas menggunakan internet, khususnya medsos untuk situasi sekarang, sungguh sangat besar. Banyak waktu yang terbuang sia-sia oleh karena aktivitas di dunia maya yang sangat tinggi. Sadar atau tidak, saya rasa kita semua bisa menilai diri kita sendiri.

Patut diakui bahwa hasil yang muncul ketika kita sudah/sedang mengalami fear of missing out (FoMO) adalah keterikatan kita terhadap internet (akses medsos) yang berlebihan. Inilah yang membuat kita kemudian akan sangat sering mengakses internet di manapun dan kapanpun. Keseringan itu kemudian membuat kita akan sering mengkomunikasikan diri kita (membuka diri) pada sahabat di dunia maya (online), supaya terlihat eksis, dan tidak ketinggalan atau seolah-olah sudah dan sedang mengalami suatu peristiwa atual ataupun yang lagi viral.

Sekali lagi, saya tidak bermaksud menyalahkan media sosial. Saya tidak mengatakan kalau internet itu kurang baik. Akan tetapi, saya hanya ingin agar kita jangan sampai terjerumus ke dalam situasi FoMO. Mungkin saat ini, kita merasa biasa-biasa saja, bahkan menganggap kalau kebiasaan mengakses medsos masih dalam taraf yang wajar. 

Tetapi, potensi untuk mengalami FoMO dalam situasi sulit saat ini sangat besar. Maka dari itu, kontrolah perilaku mengakses internet secara benar. Pergunakanlah media sosial seperlunya saja, misal, sekedar say hallo pada teman-teman dan keluarga, untuk saling mendukung dan menyemangati. Setelah itu, perbanyaklah waktu untuk berkreasi di dunia nyata dengan aktivitas yang lebih besar, dan persedikitlah interaksi virtual agar tidak kecanduan. Benar bahwa ber-media sosial di dunia virtual pada masa krisis ini memang dibutuhkan. Tetapi, kita harus ingat, jangan terlalu berlebihan agar FoMO tidak menjangkiti perilaku dan aktivitas keseharian kita.

Sumber Ide:

Hamburger, Y.A., & Ben-Artzi, E. (2000). The Relationship Between Extraversion and Neuroticism and The Different Uses of The Internet. Journal Computers in Human Behavior Vol.16, No.4, p.441-449

Przybylski, A.K, Murayama, K., DeHaan, C.R., dan Gladwell, V. (2013). Motivational, Emotional, And Behavioral Correlates Of Fear Of Missing Out. Journal Computers In Human Behavior. Volume 29, No.4, p.1841-1848

Raacke, John., Jennifer, Bonds-Raacke (2008). MySpace and Facebook: Applying the Uses and Gratifications Theory to Exploring Friend-Networking Sites. Journal Cyber Psychology & Behavior, Vol. 11, No. 2, p.423-446

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun