Mohon tunggu...
WARDY KEDY
WARDY KEDY Mohon Tunggu... Relawan - Alumnus Magister Psikologi UGM
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

SAYA adalah apa yang saya TULIS

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Mempertanyakan "Eksistensi Tuhan" di Tengah Penderitaan

29 April 2020   07:41 Diperbarui: 29 April 2020   07:49 954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
God is Good | thephilosopher17.blogspot.com

Bagaimana mungkin Tuhan sebagai 'Sang Maha-' menciptakan dunia yang di dalamnya terdapat banyak kejahatan dan penderitaan? Apakah demikian adanya?

Ini Kami Tuhan, Engkau Mau Apa? | mckeesfamily.com
Ini Kami Tuhan, Engkau Mau Apa? | mckeesfamily.com
Penggambaran Tuhan secara konvensional tersebut bisa menjerumuskan manusia untuk memahami Tuhan sebagai sesuatu yang statis dan tertutup. Tuhan bisa juga dipahami sebagai penguasa yang sewenang-wenang yang senantiasa menuntut penyembahan dari ciptaanNya. Tuhan memiliki kekuasaan yang tanpa batas dalam merealisasikan kehendakNya. Tuhan juga akan mudah 'disalahkan' atau 'dicap' sebagai tidak adil, manakala manusia mengalami penderitaan. 

Oleh karena itu, gambaran mengenai Tuhan semestinya menggunakan cara berpikir yang tidak kaku. Meminjam pemikiran Alfred North Whitehead (1861-1947) dalam filsafat 'proses'-nya, dapat kita lihat bahwa Tuhan sebagai salah satu entitas aktual disamping entitas aktual lainnya, memiliki kekuasaan otonom untuk melakukan apa saja sekehendakNya. Whitehead tidak menyangkal posisi Tuhan sebagai pencipta, namun Tuhan dikenal sebagai pencipta yang diposisikan sebagai sumber awal, dan bukan sebagai penguasa absolut dalam mengadakan sesuatu dari ketiadaan (creatio ex nihilo).

Namun Sedikit catatan kritis untuk pemikiran Whitehead, yang pada satu sisi mengakui Tuhan sebagai pencipta entitas aktual lainnya, namun pada sisi yang lain memberikan keterbatasan kuasa dari Tuhan sebagai pencipta; kelihatan bahwa seakan-akan Tuhan hanya punya kuasa untuk menciptakan, selanjutnya ciptaanNya punya kebebasan untuk melakukan apa saja sebagai satu entitas aktual. 

Karena itu, supaya semuanya menjadi clear, saya sependapat dengan perkataan Romo Magnis, dalam bukunya "Menalar Tuhan", bahwa adanya kejahatan dan penderitaan manusia merupakan hal yang tidak dapat sepenuhnya dijelaskan oleh filsafat. 

Manusia tidak mungkin memahami sepenuhnya kemahakuasaan Tuhan. Begitu pula adanya penderitaan yang terlihat seperti 'diijinkan' oleh Tuhan, manusia tidak dapat mengerti arti sebenarnya. Di sini manusia hanya sampai pada batas kemungkinan untuk memahami maksud Sang Maha-.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun